1. Awal Pertemuan

856 91 86
                                    

Semua yang ada di cerita ini murni hasil imajinasi sang penulis. Jika ada kesamaan, semuanya merupakan ketidaksengajaan. Nama-nama yang ada disini adalah fiksi. I hope you all enjoy the story~

***

Mungkin bagi remaja tahun 2000-an jika mendengar kata Rangga terlintas sosok yang tampan, misterius, dan puitis. Namun yang satu ini berbeda. Meskipun memiliki wajah tampan, berkulit putih layaknya aktor Korea. Ditambah dengan hidung mancung, alis, dan bibir yang tebal, rahang yang tegas, Rangga yang ada di kisah ini sangat jauh dari kategori misterius dan puitis.

Memang semenjak meluncurnya Film Ada Apa dengan Cinta, hampir semua remaja pria mencari-cari buku Aku, atau setidaknya kumpulan puisinya Chairil Anwar. Lalu membawanya kemana-mana seolah arwah puitis Rangga yang diperankan oleh Nicholas Saputra merasukinya. Padahal jika disuruh membaca satu bait puisinya Chairil Anwar pun langsung minum panadol.

Begitu pun dengan Rangga yang di kisah ini. Setelah munculnya film tersebut, dia sering duduk di teras rumah sambil membaca buku. Bergaya layaknya Rangga di AADC. Lalu membuka buku tulis yang diambilnya dari fotokopi milik mamangnya, berlagak menulis satu-dua bait puisi.

"Teng..teng..teng..pertama kali aku tergugah...dalam setiap kata yang kau ucap..." Rangga mendendangkan lagu milik Melly Goeslaw dengan suara falsnya. Pura-pura menulis bait-bait puisi, padahal dia sedang menulis hutang-hutang yang dimilikinya.

Setiap pagi dia selalu mendatangi warung Mpok Jannah. Entah membeli nasi uduk atau gorengan, tapi tidak membawa duit. Warung Mpok Jannah memang terkenal dengan nasi uduknya yang lezat dan murah meriah di kalangan penduduk Kampung Utan Lestari. Kampung Utan Lestari merupakan daerah yang terletak di pinggiran Jakarta.

Rangga semakin percaya diri saat sang cewek yang sedang melewati depan pagar besi rumahnya mulai meliriknya. Lalu Rangga berusaha tersenyum dingin dengan mengingat gaya Nicholas Saputra. Sang cewek pun terjerat oleh tatapan mautnya dan berjalan melalui Rangga.

"Nggak ada yang bisa tahan dengan pesona Rangga Saputra."

Namun ritualnya itu harus dia ucapkan selamat tinggal. Uminya yang merupakan ustazah majlis taklim di kampungnya merasa malu oleh ulah anak keduanya. Sering berhutang di warung-warung tetangga. Menggoda para wanita yang dia temui. Main catur dengan bapak-bapak di pos ronda. Sering bolos sekolah dan sudah lelah umi dan abahnya dipanggil ke sekolah.

Setelah lulus SMP, Rangga dimasukkan dengan paksa ke pesantren yang baru dirintis oleh seorang tokoh masyarakat di dekat rumahnya. Dengan masuk pesantren, Rangga jadi jarang bolos sekolah. Jika bolos, dia akan menjadi mangsa kejaran Bagian Taklim dan Ustad Biro Pendidikan yang killer. Tak ada yang selamat dari kejarannya, termasuk Rangga.

Meskipun masuk pesantren, Rangga tetap saja melancarkan aksinya merayu para wanita. Pesantren Al-Barkah memang memisahkan asrama putra dan putri dengan tembok besar dan tinggi. Namun mereka masih bisa bertemu saat keluar asrama menuju pintu gerbang keluar pesantren. Mereka harus melewati gerbang itu tiap kali pergi ke gedung sekolah yang berada di kampus II berjarak 10 menit dengan berjalan kaki. Sedangkan asrama berada di kampus I.

Rangga selalu senang jika mendapatkan piket menjaga gerbang. Itu artinya, dia bisa dengan bebas melirik para santriwati yang lewat. Apalagi jika sedang piket gerbang yang dikhususkan untuk santri putra, pasti mendapatkan dispensasi tidak masuk sekolah dan pergi ke masjid untuk sholat 5 waktu. Rangga semakin bersemangat.

Dia akan melirik para santriwati dengan tatapan yang diklaimnya adalah tatapan tajam mata elang. Lalu tersenyum dingin. Banyak santriwati yang tergila-gila padanya. Bahkan Rangga berkali-kali dipanggil Bagian Keamanan, karena sering mendapatkan surat cinta dari santriwati.

Sore yang cerah ini, Rangga bersama teman piketnya sedang menjaga gerbang sambil mengunyah makaroni setan yang dibelinya di Al-Barkah Mart. Para santri menyebutnya makaroni setan, karena level pedasnya serasa ingin memaki sekitarnya.

Mereka agak jenuh, karena sedikit santriwati yang lewat. Biasanya jika Rangga piket, ada saja santriwati yang beralibi ingin pergi ke kampus II karena bukunya ketinggalan.

Jika di luar jam sekolah dan ingin pergi keluar gerbang kampus I, para santri harus menaruh papan nama kepada santri yang bertugas menjaga gerbang. Kesempatan inilah yang dijadikan para santriwati melihat Rangga dalam jarak dekat. Rangga pun dengan senang hati melayani para wanita yang haus oleh perhatian pria tampan sepertinya.

"Eh, Nda! Ada yang bening lewat!" bisik Rangga sambil menepuk pundak Nanda yang matanya hampir terpejam.

"Mana?" Dia mengucek matanya.

"Itu!" Rangga menunjuk seorang wanita cantik yang sedang masuk gerbang dan terlihat kebingungan.

Wanita cantik itu memakai jilbab warna peach. Dia memiliki paras yang cantik, hidung mancung, kulit putih, kedua bibir yang tipis, tapi kedua mata di balik kacamatanya yang terlihat tajam dan terkesan angkuh.

"Eh, dateng, dateng!" Rangga pun merapikan rambut dan seragamnya.

"Anak baru bukan sih? Tapi kok dateng sendirian? Biasanya anak baru yang mau daftar, dateng sama orang tuanya," bisik Nanda.

"Assalamualaikum. Maaf, mau nanya. Kantor pimpinan di sebelah mana ya?" tanya wanita cantik itu.

"Oh, mau ketemu pimpinan? Biar saya yang antar." Rangga dengan semangat langsung mengantarnya menuju kantor pimpinan.

"Anak baru ya? Biasanya kalau mau daftar itu datang ke Bagian Pengasuhan dulu. Terus kalau mau ketemu pimpinan harus janji dulu, tapi tenang aja. Saya bakal lobby sekertarisnya. Apalagi kalau yang dateng secantik Eneng." Rangga menyunggingkan senyuman termanisnya.

"Bukan, saya disuruh dateng kesini langsung dari anak pimpinan. Kebetulan saya ditawari ngajar disini," jawab wanita cantik itu dengan nada dingin tanpa menatap wajah Rangga yang senyumnya mulai memudar.

Mati gue! Ternyata dia ustazah!

Hai readers! Cerita ini aku republish ya. Akan tayang setiap hari satu chapter. Jangan lupa vote dan commentnya 😊

 Jangan lupa vote dan commentnya 😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rangga Bukan PujanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang