BAB 1

615 20 4
                                    

Di tengah rintik hujan.

Orang-orang berpakaian hitam dengan payung dengan warna yang sama. Di gelayuti kesedihan karena kepergian seorang wanita bernama Milady Zaelandra yang tewas karena kecelakaan kemarin.

Orang-orang kini beranjak pulang.

Ayah Milady berusaha memberi kekuatan lewat kata-katanya pada menantu juga cucunya itu. Walau dia juga kehilangan dan butuh di beri dukungan menghadapi kepiluan kehilangan anak keduanya. Tapi dia harus tegar sebab dia adalah kepala keluarga. Anak-anak dan istrinya butuh dukungannya moril dalam menghadapi musibah ini.

Milady adalah anak kedua tiga bersaudara. Dia anak paling lembut dan penurut dibanding kakak atau adiknya yang lebih terkesan keras meski Tuan Rafiq tahu bahwa keduanya adalah anak yang berhati baik.

Milady menikah dengan Farras belasan tahun lalu dan karuaniai seorang putra yang kini sudah menginjak umur 16 tahun.

Keluarga Milady beserta keluarga Farraspun pulang. Farras dan Aksa masih bertahan di sana.

Suara rintik hujan yang jatuh memberi ketukan-ketukan kecil di payung hitam yang Farras pegang untuk menghalau tubuh anaknya juga dirinya dinginnya air yang jatuh dari langit.

Tidak ada yang mengira bahwa wanita yang dicintainya itu akan pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan kesedihan yang mendalam baginya juga bagi Aksa -putranya.

Aksa langsung histeris ketika melihat tubuh ibunya yang sudah mendingin dengan luka di bagian kepala terbujur kaku di bawah kain putih di atas pembaringan di ruang mayat yang di penuhi mayat-mayat yang berjejer dengan kain putih menutupi seluruh tubuh jenazah-jenazah tersebut.

Aksa memeluk jasad Milady dengan tangis pilu yang menambah sesak rongga dadanya. Aksa lebih dekat dengan Milady, jadi rasa kehilangannya pasti sama besarnya dengan apa yang dia rasakan.

Lama mereka tenggelam lama kesunyian sembari memandangi pusaran orang terkasih yang tidak akan pernah kembali. Tangan Farras merangkul pundak putranya. "Ayo pulang," ajaknya pelan namun berselimut ketegasan dalam nada bicaranya. "Besok kita kembali lagi untuk mengunjungi ibumu. Sebentar lagi malam."

Remaja rapuh itu melihat pusaran ibunya pedih. Dia sedikit menengadah. Wajah lelah ayahnya yang mengurus pemakaman ibunya juga belum memejamkan matanya untuk tidur itu membuat Aksa mengangguk, meski sebenarnya dia masih ingin di sini.

Mereka melangkah pergi meninggalkan makam yang baru tersebut dengan perasaan yang hancur lebur.




Hai hai aku kembali dengan cerita baru😁😁 oke part ini sedikit buat perkenalan lebih dulu 🤭🤭

Wanita yang Ku Cintai (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang