Hi hi! Masih ada yang nunggu ini? 🥺
***
Pria bernama Winwin itu hanya bisa menatap simpatik pada cerita teman dekatnya. Sudah terlanjur Winwin kehabisan kata-kata, tidak menduga akan keputusan gila yang sudah Dejun buat.
Winwin tahu ini kesalahan Dejun, tapi ia memilih untuk diam. Toh, temannya itu sudah menyadari kesalahannya. Yang harus Winwin lakukan sekarang adalah menjadi pendengar dan menenangkannya.
Omong-omong, Hendery sudah pulang jam empat sore tadi. Sekarang pria itu sedang pergi, mengajak Yangyang dan Sungchan menonton anak-anak berlatih futsal yang diadakan setiap akhir pekan.
"Jadi ... kau belum berbicara lagi dengan Hendery?" Winwin memecah keheningan. Kedua teman itu sekarang sedang ada di ruang tengah.
Yang ditanya menggeleng lemah. "Aku juga masih takut untuk bercerita pada ibuku."
Winwin menghela napas kecewa. "Aku senang kau mau membagi cerita padaku, tapi aku rasa ... suami dan orang tuamu lebih berhak untuk tahu masalahmu. Maaf ya, aku hanya bisa jadi tempat cerita. Untuk menyelesaikannya tentu saja harus didiskusikan dengan keluargamu sendiri."
Dalam hati, pria Xiao itu membenarkannya. Sebelum ia sempat merespon, kedatangan Hendery mengalihkan atensinya.
Winwin yang menyadari itu langsung berdiri. "Sudah terlalu sore, lebih baik aku pulang."
Kepergian pria yang lebih tua tadi meninggalkan Dejun dan Hendery dalam kecanggungan yang luar biasa. Beberapa detik saling terdiam, si manis menyadari suaminya yang hanya datang sendiri. Hendery paham, ia langsung menjawab tanpa ditanya.
"Mereka kuantar ke rumah ibumu."
"Oh.." Dejun sedikit lega, meski masih bingung. Matanya terus mengikuti gerakan Hendery. Si tampan tiba-tiba mengambil duduk di sebelahnya, membuat Dejun semakin gugup dan mati gaya.
"Aku ... akan menelpon Ibu. Untuk menanyakan soal anak-anak," kata Dejun, alasan agar bisa pergi.
"Mereka akan menginap malam ini," sela sang suami. "Duduklah, Dejun."
Dejun tidak punya pilihan lain selain menurutinya.
"Tadi," Hendery berucap sembari menatap lurus si Xiao. "Aku pergi ke rumah Ibu untuk menitipkan mereka. Aku hanya bilang kita sedang ada masalah, lalu Ibu berpesan agar kita segera menyelesaikannya."
"Kau tahu bagaimana suasana hatiku semalam ... sampai saat ini," Hendery meneruskan. "Tapi aku tidak bisa terus berdiam dan tidak mengacuhkanmu. Dan, yah ... aku minta maaf untuk kata-kata menyakitkanku semalam."
Kalimat itu membuat Dejun otomatis menunduk. Berusaha menahan genangan air mata yang mendadak ingin keluar. Rasa bersalah kian menusuknya, membebani kedua pundaknya.
"Dejun-ah, lihat aku," panggilnya lembut. Ia berusaha menahan diri ketika sepasang mata yang telah basah itu memandang lekat.
"Dejun, lima puluh juta itu bukan apa-apa, benar kan? Tentu saja, itu tidak senilai dengan keluargaku."
Ia melanjutkan, "Aku tidak takut menjadi miskin. Aku tidak takut kehilangan rumahku. Tapi aku lebih takut ketika orang yang kucintai mengkhianatiku, karena kepercayaan jauh lebih berharga dari berlian sekalipun.."
"..Sayangnya, apa yang aku takutkan justru terjadi."
"Hendery.." Tangis Dejun pecah. Tangannya meremat kuat pergelangan suaminya. "Maaf. Maafkan aku, Hendery. Aku benar-benar bodoh ... aku terlalu takut.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith ; henxiao [on going]
Fanfiction❝Aku tidak takut menjadi miskin. Aku tidak takut kehilangan rumahku. Tapi aku lebih takut ketika orang yang kucintai mengkhianatiku..❞ ❝..Karena kepercayaan jauh lebih berharga dari berlian sekalipun.❞ ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄ - story by liuphoria...