Bismillah nawaitu double update.
***
Namanya Wong Hendery. Ah, sebenarnya Seo Hendery. Tetapi, ia lebih memilih marga mamanya ketimbang sang papa.
Sejak kecil, Hendery hidup bersama Papa, Mama, dan satu adik laki-lakinya. Ia tidak terlahir di keluarga berada, menyebabkan Hendery tumbuh menjadi laki-laki pekerja keras. Ia banyak belajar dari sang mama, sosok yang kuat dan selalu ada disisi suaminya.
Kata orang, seorang istri diuji ketika tidak memiliki apa-apa. Tetapi Mama tidak pernah goyah akan kesetiaannya. Mama sangat menghormati dan menjaga kepercayaan Papa. Mama-lah yang selalu membantu Papa melalui semuanya, sampai Papa bisa sukses.
Dibalik seorang pria yang sukses, terdapat istri yang hebat, Hendery percaya kalimat klise itu, karena memang benar adanya.
Namun sepertinya, ada satu kalimat yang tertinggal. Seorang suami diuji ketika memiliki segalanya.
Sekali lagi, kalimat itu menjadi nyata. Dengan kekayaan yang Papa miliki, Papa tergoda untuk mencari dan mendekati wanita atau pria lain, hanya untuk bersenang-senang.
Hendery masih ingat, saat itu ia sudah SMA. Mama marah mengetahui perbuatan suaminya hingga mereka bertengkar tengah malam. Mama benar-benar sakit hati, tanpa pikir panjang ia memutuskan pulang ke rumah orang tuanya.
Hendery tahu Papa yang salah di sini. Hendery juga kecewa, ia memilih ikut bersama Mama. Adiknya yang masih SMP saat itu tidak bisa ikut, Papa menahannya.
Sang adik juga tak berani melawan. Berbeda dengan kakaknya, yang biasanya menurut, tapi kali ini benar-benar marah. Bahkan tanpa takut ia umpati papanya sebelum meninggalkan rumah.
Satu bulan setelah itu, Mama dan Papa resmi bercerai. Lalu Papa membawa sang adik ke tempat asalnya, Amerika.
Hendery pikir, masalah sudah selesai. Tapi ternyata tidak. Semenjak perceraian, Mama jadi menangis setiap malam. Sejahat apapun Papa, Mama masih mencintainya. Hanya saja, ia tahu Papa sudah tak lagi bisa menepati janji yang ia ucapkan di hari pernikahan mereka.
Nyaris dua puluh tahun usia pernikahan, kini berakhir dengan menyakitkan. Untuk Mama, tapi untuk Papa? Entah. Mungkin ia sudah bahagia dengan kehidupan barunya yang hina.
Tapi Hendery tak mau tahu. Satu-satunya tujuan hidupnya yang tersisa adalah melindungi dan membuat Mama bahagia. Ia tidak kuliah, lebih memilih bekerja untuk membiayai hidupnya dan sang mama.
Beruntung, ada seorang teman SMA yang setia bersamanya, Xiao Dejun. Yah, awalnya teman. Tapi beberapa waktu setelah lulus SMA, keduanya mengakui perasaan masing-masing yang kemudian menjadi sepasang kekasih.
Mama senang mengetahuinya. Mama sangat menyayangi Dejun. Ia ingin mengatur konsep dan menyaksikan langsung pernikahan putranya dengan Dejun, bahkan sampai menyisihkan tabungannya untuk biaya pernikahan putranya. Ia juga ingin menjahitkan baju untuk cucu pertamanya besok.
Tetapi sayang, Mama jatuh sakit. Semua keinginan itu hanya sebatas angan-angan. Beberapa bulan sebelum pernikahan Hendery, Mama menghembuskan napas terakhirnya, menyusul orang tuanya yang telah berpulang terlebih dulu.
Menyisakan Hendery. Hendery sendiri, ia tak lagi memiliki kakek nenek dan orang tua. Sanak saudaranya sudah lama merantau jauh. Satu-satunya yang ia miliki hanyalah Dejun, laki-laki yang sejak awal selalu ada di sampingnya.
Hendery berjanji di dalam lubuk hatinya, ia akan melindungi miliknya. Ia tak mau lagi kehilangan.
Baginya, hidup apa adanya, atau bahkan nyaris kekurangan itu tidak apa-apa. Selama masih ada Dejun, kebahagiaan jauh lebih berharga dari harta. Harta tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan. Malah, harta yang merusak keharmonisan keluarganya dulu.
Toh, Dejun sendiri juga setuju. Ia tidak butuh pendamping yang kaya raya, ia butuh pendamping yang pekerja keras dan tak pernah putus semangat, seperti Hendery. Hendery sudah lebih dari cukup untuknya.
Lihat saja, seorang Wong Hendery yang hanya lulusan SMA dan ditolak kerja dimana-mana, tidak pernah menyerah. Ia justru akan mencari jalan yang baru, membuka lapangan pekerjaan yang baru, merintis usaha dari nol. Dejun juga sesekali membantu usaha teman-temannya untuk menambah penghasilan.
Keluarga kecil mereka semakin manis dengan kehadiran dua orang putra, si sulung Yangyang dan adiknya, Sungchan.
Tetapi, yang namanya sebuah hubungan, apalagi keluarga, pasti selalu ada batu sandung, kan?
***
"Apa? Lima puluh juta?!" seru pria bernama Yuta itu kaget. Untungnya, kedai makan Jepang miliknya tidak terlalu ramai saat itu.
"Untuk apa?"
Dejun menghela napas berat. "Hendery ditipu salah satu kliennya. Akibatnya, dia yang harus ganti rugi ke bank sebesar itu."
Pria Jepang itu berdecak. "Astaga.."
"Hei, ada apa ini?" Istri Yuta, Winwin, bergabung ke meja.
"Kau punya lima puluh juta?" tanya Yuta.
Winwin mendelik. "Itu bukan jumlah yang sedikit ... dan sayangnya aku tidak ada."
Dejun mendesah pasrah.
Yuta kembali bertanya, "Berapa waktu yang diberikan untuk mengganti?"
"Tiga hari."
Pasangan yang duduk di depannya langsung memasang wajah ngeri. "Gila, singkat sekali. Padahal mencari uang tidak mudah.." desis Winwin.
"Mencari uang yang bersih," ralat Yuta. "Untuk orang-orang seperti kita, mencari uang banyak itu sebenarnya mudah. Tapi tidak dengan uang yang bersih. Disitulah kita diuji Tuhan."
Winwin mengangguk setuju. Sementara Dejun sibuk pada pikirannya sendiri.
"Bolehkah aku kembali bekeria di sini?" ucap si Xiao kemudian.
"Tapi anakmu masih kecil, kan? Siapa yang akan menjaganya?" kata Yuta.
"Ah, iya juga.."
Dejun baru ingat itu. Dulu ia sempat bekerja di sini, lalu berhenti karena mengandung Yangyang. Sekarang, Yangyang sudah kelas 1 SD dan adiknya masih TK. Jadwal pulang mereka sama-sama pagi, sekitar jam sepuluh atau sebelas. Kalau Dejun bekerja, siapa yang akan menjaga mereka?
"Oh, aku tahu!" seru Winwin tiba-tiba. "Titipkan saja di rumah kami. Ada Renjun dan Shotaro. Renjun sudah kelas 4 SD, dia biasa sendiri di rumah bersama adiknya."
"Tapi Yangyang dan Sungchan akan merepotkannya," Dejun tidak enak hati.
"Kurasa tidak. Renjun justru senang mendapat teman," sanggah si pria Jepang, setuju dengan istrinya. "Shotaro seusia Yangyang, dia pasti senang dapat teman sebaya. Soal Sungchan, tidak usah dipikirkan. Dia akan mendapat banyak kakak."
Si Xiao bimbang. Tidak enak menitipkan kedua putranya di rumah temannya. Temannya sudah banyak membantu dari dulu.
"Sudahlah, tidak usah ragu. Kamu mau bekerja, kan? Titipkan saja mereka di rumah kami sepulang sekolah. Lalu selesai bekerja, kau jemput mereka." Winwin beranjak dari duduknya ketika melihat seorang pelanggan masuk. "Aku pergi dulu."
"Beres, kan?" kata Yuta. "Sekarang tinggal meminta izin pada suamimu."
Yuta benar. Dejun harus mendapat izin dari Hendery.
.
.
.Bersambung
Maaf, aku tuh bingung buat anaknya yuwin selain renjun ue ue :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith ; henxiao [on going]
Fanfiction❝Aku tidak takut menjadi miskin. Aku tidak takut kehilangan rumahku. Tapi aku lebih takut ketika orang yang kucintai mengkhianatiku..❞ ❝..Karena kepercayaan jauh lebih berharga dari berlian sekalipun.❞ ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄ - story by liuphoria...