Siang itu, sebuah taman kanak-kanak tampak ramai. Para murid dijemput oleh orang tuanya masing-masing, tak terkecuali laki-laki usia empat tahun yang tengah duduk manis di depan kelas.
"Sungchan!"
Anak itu menoleh, mendapati laki-laki dua tahun lebih tua menghampirinya. Anak laki-laki dengan seragam yang berbeda.
"Kak Yangyang!" Sungchan turun dari bangku. Dengn riang, ia menggandeng tangan kakaknya keluar, dimana seorang pria bersurai kecoklatan tengah menunggu.
"Bunda, ayo. Aku yang memimpin jalannya," kata Yangyang.
"Aku juga!" sahut Sungchan.
Pria itu, Xiao Dejun, terkekeh gemas. "Oke. Jangan terlalu ke tengah jalan. Adiknya dijaga ya, Kak."
"Siap, Bunda." Yangyang tetap menggandeng adiknya dan berjalan dulu. Dejun mengikutinya dari belakang, sambil terus tersenyum mendengar celotehan kedua putranya.
Tiba-tiba, kedua anak itu berhenti dan menatap Dejun.
"Bunda, payung.." pinta Yangyang.
"Panas, ya?" Dejun menyodorkan payung kecil motif Pikachu.
"Terima kasih, Bunda," ujar Sungchan dan Yangyang bersamaan.
"Sama-sama, sayang."
"Aku mau yang bawa," pinta Sungchan pada kakaknya.
Yangyang membuka payungnya lalu ia berikan pada sang adik. Meski payung itu kecil, setidaknya cukup untuk menaungi dua anak itu.
"Bawanya bergantian supaya tangannya tidak sakit," kata Dejun.
"Okee!!" Dua anak itu kembali berjalan dibawah payung. Lucu, Dejun sampai tersenyum gemas melihatnya.
***
Malam tiba. Di rumah yang tidak terlalu besar itu, dua anak laki-laki sibuk pada kegiatannya masing-masing, sedangkan Dejun tengah memasak untuk makan malam.
Si bungsu Sungchan menghampiri Dejun. "Bunda, apa saja warna pelangi?"
"Hmm, apa ya?"
"Merah, kuning, dan hijau!" sahut Yangyang sambil duduk di depan tv.
"Tapi kata Bu Guru tadi, warna pelangi ada tujuh."
"Tapi di lagu hanya ada tiga," balas Yangyang. "Berarti hanya tiga warna."
Si adik cemberut. "Yah ... aku sudah membuat tujuh garis."
Yangyang mendekati buku gambar adiknya di karpet. Lalu mengambil sebuah krayon. "Kalau begitu yang lain diwarnai hitam saja."
"JANGAAANN!!" Sungchan menjerit sambil berlari menyelamatkan karyanya.
"Hei," tegur Dejun, sudah selesai masak. Dapur dan ruang tengah tidak ada pembatas, sehingga ia bisa melihat apa yang terjadi di ruang tengah. Ia mendekati dua anak yang sedang ribut itu.
"Adik, ini sudah malam. Jangan teriak-teriak, dong," tegurnya halus.
"Kakak mau merusak gambaranku.." adu Sungchan.
"Iya, tapi tetap tidak boleh berteriak seperti tadi, oke? Kakak juga jangan ganggu adiknya."
"Maaf.." Dengan wajah cemberut, Yangyang mengulurkan tangan kanannya.
Sungchan tertawa geli melihat wajah kakaknya. Ia balas uluran tangannya. "Oke!"
Si Xiao mengusap surai keduanya. "Sekarang ayo makan. Kemarin siapa yang bilang mau makan bayam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Faith ; henxiao [on going]
Fanfiction❝Aku tidak takut menjadi miskin. Aku tidak takut kehilangan rumahku. Tapi aku lebih takut ketika orang yang kucintai mengkhianatiku..❞ ❝..Karena kepercayaan jauh lebih berharga dari berlian sekalipun.❞ ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄ - story by liuphoria...