We do not heal the past by dwelling there;
we heal the past by living fully in the present.
-Marianne Williamson-
Peristiwa satu bulan lalu masih menyisakan syok pada Rere dan Kai, sedangkan Jingga masih melakukan terapi dengan dr. Aarav dan mimpi buruknya sedikitnya mulai teratasi meski hanya sedikit, berkat teknik dr. Aarav yang terbilang unik membuat Jingga merasa nyaman, tidak seperti terapi yang ia bayangkan sebelumnya dengan pendulum penghipnotis lantas mulai di tanyai dengan berbagai macam pertanyaan yang melelahkan hanya untuk sekedar menganalisa kejiwaannya. Begitu pula dengan kehadiran Kai yang lambat laun terasa memenuhi hari-hari Jingga dan Rere.
"Biarpun semua orang mengatakan itu mimpi, biarkan saja karena dilubuk hatimu, kamu tahu apa yang membedakan mimpi dengan kenyataan. Kamu punya parameter itu." Ucap dr. Aarav kala itu pada Jingga membuat Jingga tertegun sejenak lalu kemudian mengingat semua momen manisnya bersama lelaki itu, surat-surat itu dan foto di dalam ponselnya yang belum berani ia lihat kembali dan belum ia beritahukan kepada Rere juga pada dr. Aarav sendiri. Itu adalah parameternya untuk menyatakan pada dunia kalau semua bukanlah mimpi melainkan keajaiban yang Tuhan berikan padanya, yang seharusnya Jingga lakukan saat ini adalah berdamai dengan kenyataan, sehingga ia tidak lagi dihantui oleh kesedihannya sendiri.
"Jinggaya, hari ini makan siang denganku ya?"
Ucapan Kai serta merta membuyarkan lamunan panjangnya sekaligus menyadarkannya akan satu hal lain kalau kopi yang dibuat beberapa saat yang lalu ketika hendak duduk di ruang TV sudah dingin. "Dengan Rere juga?"
"Hmm..., tidak. Hanya kita. Rere sedang mengurus jadwal wawancaramu untuk mengkalrifikasi tentang hilangnya kau dua bulan yang lalu." Ada jeda yang cukup panjang sebelum jawaban itu meluncur dari bibir Jingga.
"Baiklah Kai... apakah makan malam juga denganmu hari ini? kalau iya aku akan kosongkan jadwalku dulu." Goda Jingga sambil nyengir lebar.
"As you wish. Kau harus makan malam denganku hari ini." timpal Kai tersenyum lebar dan senang. "Aku akan keluar sebentar, kau baik-baik di rumah."
"Kamu mau kemana?"
"Aku ada perlu sebentar, ada sesuatu yang perlu aku selesaikan."
***
Kai pergi menuju toko Bvlgari yang terletak masih di dalam Pacific Place Mall, melihat-lihat sebentar akhirnya pencariannya jatuh pada gelang manis yang menurutnya pas untuk Jingga. Kai memang berniat untuk memberikan hadiah kepada Jingga jadi, gelang Bvlgari dengan material rose gold, sentuhan mutiara dan potongan berlian menjadikannya sangat manis jika dikenakan oleh Jingga, pikir Kai dan akan lebih manis lagi saat ia akan memberikannya pada acara makan malam mereka hari ini.
Nanti dulu, nanti dulu... kalau aku memberikannya saat makan malam akan sangat kentara aku menyatakan perasaanku padanya. Lebih baik aku memberikannya siang ini. Makan siang adalah saat yang paling tepat untuk memberikan ini pada Jingga, batin Kai bermonolog.
Setelah dibungkus dalam kotak kecil yang manis sekaligus elegan, Kai memasukan benda itu ke dalam saku celana bahan berwarna biru dongker lalu segera kembali ke apartemen Jingga. Kai akan mempersiapkan kejutan ini dengan baik untuk Jingga.
"Jinggaya, kira-kira kita akan makan di mana?"
"Tidak usah jauh-jauh, cukup di bawah apartemen saja."
"Hm... Arasseo, mengerti." Jawab Kai dengan hati riang sekaligus berdebar karena baru kali ini ia benar-benar mengajak Jingga dengan cara yang seharusnya ia tunjukan beberapa tahun silam.
KAMU SEDANG MEMBACA
In a Time (Let Me Call You Mine) [Sudah Diterbitkan]
General FictionHello Readers ^_^ Cerita ini sudah diterbitkan oleh Penerbit Perkasa Satu. Versi Novel menggunakan judul yang berbeda yakni : The Time When We Fell In Love. Apa sih perbedaan versi cetak dengan yg ini? Well, tentunya terdapat beberapa perbedaan dan...