Semalam adalah malam di mana Jingga mampu tidur dengan nyenyak setelah segala hal yang telah dialaminya selama ini, tidak ada lagi mimpi buruk, tidak ada lagi gelisah, semuanya baik-baik saja.
Jingga menuju dapur cottage, di sana ada beberapa saset kopi yang disediakan, Jingga memutuskan untuk membuat segelas kopi instan hangat serta menikmati udara pagi yang bisa dikatakan agak dingin. Menghirup udara pagi yang bersih dan menikmati pemandangan yang ditawarkan hotel-pun cukup menyenangkan, yang terpenting hati Jingga terasa ringan lalu ketika ia mengingat bagaimana Dinan memeluknya semalam, pipinya merona karena kehangatan itu tertinggal di dalam relung hatinya.
Perutnya terasa keroncongan, Jinggapun dengan segera melangkahkan kakinya menuju gedung utama, restoran di dalam hotel ini menyediakan menu sarapan yang menggugah seleranya, dengan santai Jingga menghabiskan sarapan dan di tutup dengan lagi-lagi segelas kopi hangat, tiba-tiba pesan singkat masuk ke dalam ponselnya, ah, rupanya Rere yang menanyakan keadaannya lalu ia membalas pesan singkat diakhiri dengan icon senyum bahagia dan wanita yang menari. Tak lama berselang pesan singkat lainnya masuk ke dalam ponsel Jingga.
Dinan: Aku jemput jam tujuh malam, ya.
Ah, ternyata Dinan, tak terasa bibirnya tersenyum membaca pesan pendek itu lalu tanpa membuang waktu Jingga segera membalasnya.
Jingga: Oke, sampai ketemu jam 7 malam ini.
Jingga sudah bisa menebaknya kalau akan ada banyak pembicaraan antara mereka, pembicaraan mengenai banyak hal salah satunya adalah tentang rasa kehilangan yang menghantui hati keduanya selama ini.
***
Tepat pukul tujuh malam, Dinan sudah berdiri di ambang pintu kayu berwarna cokelat. Ini bukanlah pertama kali dirinya menjemput Jingga, bukan juga pertama kalinya ia bertemu Jingga dan mengajaknya jalan-jalan atau hanya sekedar makan namun, jantungnya berdetak sangat cepat, hatinya sangat gugup membayangkan sosok Jingga yang akan keluar dari balik pintu ini tejadi karena ini aadalah pertama kalinya ia akan berdiri sebagai Dinan yang masa lalunya telah di ketahui Jingga, ini adalah pertama kalinya ia akan berhadapan dengan Jingga sebagai Pierre yang terlahir kembali menjadi Dinan, ya... Dinan. Namanya adalah Dinan sekarang.
Sebelum mengetuk pintu, ia mengecek terlebih dahulu penampilannya, kaus putih polos, jaket dan celana ripped jeans serta sepatu chuck taylor kalsiknya, ah... tak lupa waist bag yang ia selempangkan di dada lalu rambutnya... tidak mungkin rambutnya berantakan karena potongannya sangat pendek, tidak juga memerlukan gel untuk menatanya. Aman..., batinnya.
Tok... tok... tok...
Dinan akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu yang sedari tadi hanya dipandanginya, matanya beralih pada jam tangan G-Shock hitam yang melingkar di tangan kiri menunjukan pukul tujuh kurang lima menit... well, dia tidak terlambat.
Terdengar langkah kaki yang tergesa menuju pintu lalu terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam dan sesaat kemudian muncul wanita yang sudah membuat hatinya berdebar kencang, Jingga. Dia sangat memukau, dengan one piece dress turtle neck berwarna hitam polos di balut dengan jaket berbahan fleece hijau tentara dan sepatu converse klasik hitam sama dengan milik Dinan, tidak lupa sling bag yang menjadi ciri khas Jingga membuat penampilannya lengkap, selalu memukau dan tidak pernah gagal membuatnya merasa tidak terpana, dengan senyumnya yang semringah menyambut kehadiran Dinan.
"Kita langsung berangkat?" ucap Jingga membuka percakapan karena Dinan sejak tadi hanya bengong.
"Eh..., ya, boleh langsung berangkat." Jawabnya sedikit gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
In a Time (Let Me Call You Mine) [Sudah Diterbitkan]
Genel KurguHello Readers ^_^ Cerita ini sudah diterbitkan oleh Penerbit Perkasa Satu. Versi Novel menggunakan judul yang berbeda yakni : The Time When We Fell In Love. Apa sih perbedaan versi cetak dengan yg ini? Well, tentunya terdapat beberapa perbedaan dan...