Sepulang liburan, mood Jingga membaik sehingga ia memutuskan untuk memotong sedikit rambutnya dan mewarnai kembali seperti sebelumnya, merah kecokelatan. Kali ini Jingga membiarkan rambutnya terurai melebihi bahu, tepatnya sebatas dada membuat penampilannya segar sekaligus berbeda.
Kai dan Rere melihat penampilan baru Jingga dibuatnya terpana, Jingga terlihat lebih cantik dan sedikit feminin.
"Jingga??? Apa benar ini kamu?" goda Kai sukses membuat senyum Jingga semringah.
"Jangan menggodaku, Kai."
"Jangan menggodanya, dasar playboy!" ucap Rere ketus.
"Apa kau tidak lihat kalau dia terlihat sangat segar? Dan hm..., ya dia memang cantik, tidak sepertimu gumiho!" cibir Kai pada Rere mengundang gelak tawa diantara mereka.
Sekembalinya mereka di apartemen Jingga, Kai dan Rere langsung saja ngeloyor menuju dapur untuk membuat segelas kopi sementara Jingga beringsut di sofa panjang untuk meregangkan kakinya yang lelah.
"Aku akan pergi untuk sesi terapiku besok...!" Rere dan Kai bersamaan melongok ke arah ruang TV di mana Jingga sedang bersantai, ada kelegaan di dalam hati mereka karena Jingga akan memulai terapi untuk mengatasi gangguan mimpi buruk yang membuatnya selalu histeris ditengah malam.
"Lo yakin?"
"Hmm..., yakin, Re."
"Oke."
Kai hanya bisa melirik Rere yang memberinya instruksi agar kembali ke dapur supaya tidak mengganggu Jingga. Kai merasa perihatin atas apa yang dialami Jingga, tidak pernah terlintas dalam benaknya kalau Jingga-nya akan mengalami hal semacam ini.
***
Jam 09:00 WIB Jingga telah bersiap untuk menemui dr. Aarav Griffin, Sp. KJ., untuk memulai sesi terapinya.
"Re, gue jalan dulu, ya. Janjinya jam 10:00 WIB pagi ini! bye." Pamit Jingga singkat mengingat Rere sedang mandi.
"Hati-hati! Kalau sudah sampai jangan lupa kabarin gue!"
"Oke!"
Jingga langsung menghilang dari balik pintu menuju lantai bawah tanah untuk mengambil mobilnya lalu segera memacunya ke kawasan Cilandak, sesampainya Jingga di sana, ia langsung menuju ruangan dr. Aarav.
"Pagi, silakan..." sambut dr. Aarav hangat kepada Jingga, mempersilakan pasiennya untuk duduk di sofa.
Ruang prakteknya dibuat senyaman mungkin dengan sofa empuk dan bantal-bantal beraneka ukuran sehingga sama sekali tidak terlihat seperti ruang dokter pada umumnya. Senyum dokter ini sangat simpatik dan ia nampak ceria, sementara Jingga menanggapinya dengan kikuk juga bingung, dengan langkah ragu Jingga duduk di sofa yang membelakangi jendela besar yang ada di dalam ruangan itu, ia mengambil posisi duduk ternyamannya.
"Kamu mau minum apa?" tawar dr. Aarav pada Jingga.
"Hmm... tidak terimakasih."
"Oke, kalau begitu aku akan menyuguhimu air mineral saja." Ia lalu mengeluarkan sebotol air mineral dari lemari pendingin kecil yang terletak di sudut ruang prakteknya, tepat berseberangan dengan sofa Jingga.
"Ada cerita apa sampai kamu mampir ke sini?"
"Hmm..." Jingga menimbang dengan ragu.
"Bagaimana jika kamu ceritakan kegiatan dan hobimu." Tawarnya masih sambil memamerkan senyum simpatiknya yang seolah terpasang permanen di wajah itu.
"Hah?!"
"Ya, ceritakan saja hobi dan kegiatanmu... itu lebih baik dari pada membahas sesuatu yang tak nyaman untukmu, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
In a Time (Let Me Call You Mine) [Sudah Diterbitkan]
Ficción GeneralHello Readers ^_^ Cerita ini sudah diterbitkan oleh Penerbit Perkasa Satu. Versi Novel menggunakan judul yang berbeda yakni : The Time When We Fell In Love. Apa sih perbedaan versi cetak dengan yg ini? Well, tentunya terdapat beberapa perbedaan dan...