Termenung memandangi foto pernikahannya dengan Ivana yang terpajang pada dinding yang tak jauh dari tangga, begitulah Naratama menghabiskan waktu paginya. Ia sudah mengatakan pada sekretarisnya bahwa hari ini ia tidak akan datang ke kantor. Perasaannya saat ini, tak dapat ia jabarkan. Sesal yang tak berujung namun dibayangi dengan kata percuma, menusuknya tanpa ampun. Matanya kini memandangi foto-foto lain yang juga ada di sana. Foto kedua anaknya saat masih bayi, fotonya bersama Ivana saat honeymoon, serta potret mereka saat masih SMA.
Waktu berlalu begitu cepat dan tanpa sadar menggerus perasaannya. Ia tak mengerti, apa yang sebenarnya ia inginkan. Ia tak pernah benar-benar menghapus Ivana dari hatinya, baginya Ivana adalah sosok yang akan selalu ada dalam hatinya. Namun, perjumpaannya dengan seorang perempuan bernama Rhea saat ia merasa jenuh dengan hubungannya bersama Ivana juga memberikan letupan-letupan bahagia pada perasaannya.
Perjumpaan Naratama dengan Rhea terjadi secara kebetulan di sebuah tempat hiburan malam di Bali. Itu adalah kali pertamanya Naratama kembali ke tempat semacam itu setelah tujuh tahun pernikahannya dengan Ivana. Waktu itu ia merasa jenuh, lantaran merasa disepelekan oleh Ivana karena istrinya itu hanya mementingkan kedua buah hati mereka. Setelah pertengkaran hebat dengan Ivana, Naratama memilih untuk terbang ke Bali, memantau pembangunan Villa yang ada di sana, sekaligus mengusir sepi.
Pertengkaran itu dipicu dengan sikap Naratama yang membuat Ivana muak. Shaka, putra kedua mereka, mengalami gangguan pada paru-parunya sehingga harus sering ke rumah sakit. Namun, Naratama justru tak pernah memberikan waktunya bagi Sakha. Ivana meluapkan amarahnya, menuding Naratama abai dengan tanggung jawabnya dan menghakimi bahwa Naratama tak cinta dengan putranya. Merasa tak terima, Naratama justru membalas dengan tingkat emosi yang lebih tinggi dari Ivana. Semua itu berujung pada pertengkaran yang tak dapat dihindarkan.
Berbeda dengan suaminya, kini Ivana justru sudah pergi ke rumah orang tuanya. Seharusnya mereka hadir dalam acara kumpul keluarga, tetapi Ivana beralasan Naratama sedang sakit, sehingga ia tak dapat datang ke pertemuan hari ini.
Sesudah mengantarkan anaknya, ia segera kembali ke rumahnya. Namun, perempuan itu justru menepikan mobilnya di sebuah jalanan sepi yang tak jauh dari rumahnya.
Perempuan itu memilih menangis dalam mobilnya, tangisannya terdengar sangat menyesakkan. Suaranya yang sudah hampir habis menambah parah keibaan bagi siapapun yang mendengarnya. Ia menyandarkan kepalanya pada jendela, mencengkram kemudi sekuat yang ia bisa, menjerit sekencang yang ia mampu. Ivana merasa jauh dari kata baik-baik saja seperti yang tadi ia katakan pada orang tuanya. Ia merasa sebagian tubuhnya sudah mati, dibawa karam oleh Naratama yang mengkhianatinya. Keputus asaan menghajar Ivana tanpa ampun, hingga babak belur. Perempuan itu memukul dadanya sebab terlampau sesak untuk ia telan sendirian.
"Kenapa harus kamu yang bikin aku begini, Tam? Apa salah aku sama kamu, Tama?" seru Ivana yang diikuti dengan jerit penuh frustasi.
Perempuan itu menyeka air matanya dengan hijab yang menutupi kepalanya. Ia lalu tertunduk, meremat jemarinya. Ketakutan, kekecewaan, kepedihan, semuanya menjerat Ivana, menjadikan dirinya seolah-olah seorang tawanan pengkhianat negara yang tidak akan pernah dibebaskan dari perasaan tak nyaman dan bayangan masa depan yang gulita. Perempuan itu kini melamun, tak ada yang terlintas di benaknya, ia hanya mencoba mencerna apa yang sudah terjadi.
Fokusnya teralihkan pada sebuah cincin yang kini melingkar di jari manisnya; cincin yang sempat dipertanyakan oleh Naratama. Ivana memegangi cincin itu, kali ini yang terlintas adalah kenangan mengenai hari dimana mereka membeli cincin ini dari sebuah toko perhiasan di Singapura. Tak hanya berdua, tetapi cincin ini dipilih berempat; Ivana, Naratama, Lilyana—Ibunda Ivana dan Rose—Ibunda Naratama. Cincin yang pernah dijanjikan oleh Naratama bahwa tak akan pernah terlepas dari jemari Ivana, kecuali pada hari kematiaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlabuh (TAMAT)
ChickLit"Pelabuhan tidak selalu hantarkan kabar kepulangan yang merindu, tetapi juga suguhkan pelarian yang pilu." Perihal Ivana dan Naratama yang harus dipisahkan oleh sebuah pengkhianatan, setelah belasan tahun hubungan itu dirangkai dengan segala hal-hal...