5

5.9K 442 180
                                    

Part terakhir ini spesial banget, guys!
Karena part kali ini lebih banyak dari biasanya. Jadi, kalian bacanya pelan-pelan aja, karena emang panjang.
Selamat membaca ❤️❤️❤️

•••••

Naratama mengernyit saat mendapati berbagai foto yang mulanya terpajang di beberapa bagian tembok rumahnya kini lenyap. Ia segera menghampiri Bi Nikmah yang saat ini tengah merapikan meja makan.

"Itu foto pernikahan saya kemana ya, Bi?"

Bi Nikmah terkesiap, ia lalu tersenyum canggung. "Maaf, Pak, saya disuruh Ibu untuk turunin semua foto pernikahannya Bapak dan Ibu," jawab Bi Nikmah. Nada bicaranya terdengar khawatir, lantaran takut menyinggung Naratama.

"Tapi ini nggak foto pernikahan saja yang nggak ada, Bi. Semua foto saya dan Ivana nggak ada."

"Oh iya, Pak, memang Ibu minta semua fotonya Bapak dan Ibu. Foto berdua harus diturunkan, kecuali foto-foto yang ada Mas Liam atau Dek Shaka," jelas Bi Nikmah.

Naratama menggaruk kepalanya yang tidak gatal, entah mengapa ia merasa tidak rela melihat tembok yang sekarang kosong padahal sebelumnya diisi oleh satu figura berukuran besar yang memuat potret pernikahannya dengan Ivana.

"Terus sekarang fotonya disimpan di mana?"

"Hmm ... di gudang, Pak. Ibu yang suruh saya untuk menyimpannya di gudang."

Selepas berbicara dengan Bi Nikmah laki-laki itu hanya termenung. Mulanya ia hendak mencari Ivana, tetapi Bi Nikmah memberitahunya bahwa Ivana tengah lari pagi bersama kedua anaknya.

"Papa, kok nggak ikut lari sama Dede?"

Lamunan Naratama terbuyarkan kala mendengar suara putra bungsunya. Naratama segera menarik Shaka dan mendudukannya di pangkuannya, laki-laki itu juga mengusap lembut pelipis putranya untuk mengelap beberapa titik keringat yang ada di sana.

"Papa tadi kesiangan, Sayang. Bunda sudah bangunin, tapi Papa bilang ke Bunda izin lari dulu deh," ujar Naratama. Ia harus berbohong pada anaknya.

"Papa, Mas beli kue cubit buat Papa," sahut Liam yang baru saja masuk ke ruangan itu seraya menyodorkan sebuah bungkusan.

Naratama tersenyum dan mengambil bungkusan tersebut. Ia juga menarik Liam untuk duduk di pangkuannya. Melihat kedua anaknya yang kini ada di pangkuannya membuat Naratama merasa sedih. Selain sedih, perasaan yang juga sangat mendominasi adalah rasa bersalah terhadap kedua putranya, terutama Shaka.

Pikirannya membawanya kembali ke masa di mana ia memaki Ivana lantaran sama sekali tidak memiliki waktu untuknya. Ivana memilih untuk bolak balik ke Singapura untuk mengurusi pengobatan Shaka yang pada saat itu mengalami masalah di paru-parunya. Tanpa mau memahami keadaan, Naratama hanya ingin menuntut waktu Ivana. Padahal saat itu, Ivana juga merasakan kelelahan dan kekhawatiran perihal kesembuhan putra bungsunya, alih-alih diberikan dukungan oleh sang suami, Ivana justru dicurigai banyak hal. Itu adalah gerbang yang mengantarkannya pada perbuatan laknat yang tidak dapat ia selesaikan.

"Papa nggak ikut ke Jogja, ya? Jadi yang ke Jogja itu cuma Mas, Dede, Bunda, Suster dan Bibi," tanya Liam.

Naratama sempat terkesiap dengan pertanyaan tersebut, tetapi karena tak ingin membuat Liam curiga, laki-laki itu bertingkah biasa saja. Liam sudah sedikit lebih mengerti mengenai situasi yang kurang mengenakkan, ia juga lebih peka dibandingkan adiknya, maka dari itu ketika berbicara dengan Liam, Naratama lumayan hati-hati dalam memberikan respon.

"Papa ada kerjaan, Sayang. Memang Mas berapa lama di Jogja?"

"Belum tahu, karena Bunda cuma suruh Mas pilih villa buat di sana. Bunda juga bilang, liburannya nggak boleh nakal, harus selalu baik, karena yang jagain Mas dan Dede itu cuma Bunda, nggak ada Papa," jelas Liam yang juga tengah asik menyantap kue cubit.

Berlabuh (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang