15

844 147 18
                                    

"Tiga puluh menit, kita di sini tanpa suara"

Pukul dua pagi, gue sudah keliling mencari-cari Kei, tapi dia gak kunjung ketemu. Sekali lagi, gue berhenti di pinggir jalan yang sepi, memikirkan dimana keberadaan Kei saat ini. Bibir gue menggumam pelan lagu Pelangi di mata mu, lagu yang baru-baru ini juga sering Kei gumam kan.

"Dan aku resah, harus menunggu lama, kata dari mu"

Jujur, saat pertama kali Kei meminta gue buat menyanyikan lagu itu. Gue agak terganggu, entah dia menyindir gue atau memang gak sengaja dengan lagu itu. Tolol nya gue adalah, gue memperlakukan nya seolah-olah dia itu pacar gue, padahal gue sendiri takut buat bilang gimana perasaan gue ke dia.

Waktu itu dia bener, gue dan Kei gak ada status apapun. Tapi, tanpa status pun gue senang akan ke seharian gue yang selalu ada untuknya dan sebaliknya.

"Mungkin butuh kursus, merangkai kata, untuk bicara"

Gue gak paham kenapa gue bisa sampai jatuh hati ke Kei segini nya. Sebucin ini gue ke dia. Cuma karena dia bantuin ngobatin tangan lo dan lo baper ke dia, Tetsurou. Dia dingin, kurang ekspresif dan lebih banyak sinis ke orang lain. Belum lagi sifat Tsundere nya itu.
Awal perkenalan gue dan dia yang pertama bukan lah yang di klinik kampus, melainkan ketika gue di pertemukan dengan nya oleh Bokuto. Tapi dia gak ngomong sama sekali dan gak menunjukan ke tertarikan akan siapapun lawan bicaranya.

"Dan aku benci, harus jujur padamu, tentang semua ini"

Wajah nya yang dia tunjukan ke gue saat pertama kali kami having sex. Suatu pemandangan yang sangat, sangat, sangat langka untuk gue. Suara nya dan segalanya tentang Kei, bikin gue gila sendiri.

"Jam dinding pun tertawa, karena ku hanya diam dan membisu. Ingin ku maki diri ku sendiri yang tak berkutik di depan mu" lagu ini, gue kurang yakin tapi, ada yang tersirat di lagu ini yang menggambarkan kondisi gue saat ini.

"Ada yang lain disenyummu
yang membuat lidahku, gugup tak bergerak.
Ada pelangi di bola matamu
dan memaksa diri tuk bilang"

Sebuah senyuman terukir di bibir gue, ketika gue mengingat kejadian waktu gue menyanyikan lagu ini di depan nya. Satu kalimat terakhir yang sangat menggambarkan perasaan gue saat itu, saat ini pun masih sama, bahkan seterus nya akan begitu.

"Aku sayang padamu"

Gue memutuskan untuk pulang dulu, karena ingat saat gue mengejar Kei, Mika gue tinggal gitu aja dan pasti Apartment gak ke kunci. Gue membuka pintu Apartment yang benar aja, itu gak ke kunci, tapi gue lihat dalam nya itu gelap, bahkan tas dan bungkusan yang tadi di tinggal Kei sudah gak ada. Kaki gue melangkah lebih dalam dan sampai lah di kamar.

Hati gue rasanya los banget pas ngeliat apa yang ada di depan gue, syukur dia masih mau pulang bahkan dia masih mau tidur di ranjang gue. Rasanya lega banget, tau Kei baik-baik aja yang sekarang lagi tidur.
Gue duduk di sisi ranjang dan melihat nya tidur dengan tenang. Tangan gue meraih anak rambut nya yang semakin memanjang itu. Dulu rambut nya gak sepanjang ini, terbilang sangat pendek sekarang pun banyak perubahan di penampilan nya. Memang rambut nya masih pendek, tapi gak sependek saat gue baru-baru deket sama dia.

"Kuroo, baru pulang? Udah makan belum?"

Kenapa dia bersikap seolah-olah gak ada yang terjadi gitu, ini siapa yang salah di sini. Gue atau dia, kenapa sikap nya biasa aja, rasanya sakit sendiri lihat perlakuan nya ke gue yang seakan dia gak bisa marah sama hal apapun.

"Kei, gue…"

"Kalo belum makan, gue panasin makanan ya, mau?" katanya sambil menyalakan lampu yang ada di nakas dan memakai kacamata nya.

Gue melihat nya yang berjalan ke dapur, membuka kulkas dan memasukan sesuatu ke microwave. Dan dia gak bicara apapun lagi.
Gue menghampiri nya, memeluknya dari belakang yang sedang menghangatkan susu.
Menenggelamkan wajah gue di lekukan leher nya, berusaha cari kata-kata yang pantas supaya gue bisa bilang kata 'maaf' dengan sedikit penjelasan.

***

"Asshole, you really are one fucking useless bastard"

Kalau cuma buat dapet hinaan kaya gini, mending gue gak kemari. Gue menceritakan semua yang terjadi kemarin ke Bokuto, jadi gue dateng kerumah nya dan malah di kasih pencerahan yang gak berarti.
Bokuto menaikan kedua kakinya ke atas meja yang ada di taman belakang rumahnya.

"Bro kalo ada yang lebih rendah dari keset, gue rasa itu lo dah"

"Aelah iya gue tau, jangan lo bahas kaya gitu. Sekarang gimana cara nya gue ngomong ke Kei, lo bantu lah, waktu lo bisa sama Akaashi juga gara-gara gue kan" ujar gue frustrasi dengan keadaan.

"Gak. Gue usaha sendiri, iihh siapa lo ngaku-ngaku bantuin gue"

Dasar gak tau diri, belum aja bulu kaki nya gue babat pake lakban. Kalau ada Akaashi, gue gak bakal mau cerita hal ini ke Bokuto, sayang nya Akaashi lagi keluar buat nemuin dosen nya.
"Yaudah sih tinggal bilang aja 'Kei, lo mau kan jadi pacar gue?' nah jawaban nya tinggal menyesuaikan mood nya Tsuki"

"Bilang sesuatu itu lebih gampang ya, dari pada ngelakuin. Emang nya lo dulu ngomong ke Akaashi segampang itu? Gak kan" ah ya gue inget banget, seberapa gobloknya Bokuto cuma mau nembak Akaashi.

"Eh Tet, lo kalo kelamaan entar Tsuki di ambil orang loh"

Ya gue juga mau nya cepat-cepat cuma kan, ah elah, ada yang gak beres setiap gue punya niat buat jadikan Kei pacar gue. Tapi, dari pada gue terus di pepet kaya gini sama Bokuto, mending gue balik.

"BTW, si jambret mana? Gue liat kandang nya doang"
Pertanyaan gue membuat Bokuto mengganti ekpresi nya dengan cepat. Ya gue mah tau aja, itu si jambret mati, cuma kan gue pengen menyiram air jeruk nipis keatas luka Bokuto.

Bokuto mengambil ponselnya yang ada di atas meja dan menunjukkan sebuah foto jambret yang sudah terbujur kaku.

"Semasa hidupnya, jambret anak yang baik" kata Bokuto.

Gimana cerita nya anak yang baik kalau kedua bapak nya aja namain dia jambret.

Untitled づ KurotsukiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang