Tidak banyak gaya dan tidak banyak cakap. Cepat bertindak dan tau apa yang harus dilakukan adalah seorang lelaki yan sesunguhnya. Melakukan sesuatu tanpa banyak bicara lebih nampak tindakannya daripada ucapannya. Tidak banyak menebar janji yang akhirnya hanya untuk diingkari. Barulah bisa pantas di sebut laki-laki.‘’Jadi sebenarnya teman kamu ini kenapa?’’ Ujar Natha dengan nada serius.
Sekarang Fika, Ariani, dan Natha tengah berada di ruang sekertariat panitia. Penyebabnya adalah Ariani dengan ulahnya tadi.
Fika meremas tangannya, sedangkan Ariani sedrai tadi hanya menunduk membisu.
‘’Em…sebelumnya saya mohon maaf kak, ini hanya kesalahan kecil saja. Teman saya Ariani tadi sedang menggigau. Yakan Ri?’’ Ujar Fika sambil menyenggol tangan Ariani.
‘’I..iya kak. Maafkan saya.’’
Natha menghela nafasnya. Entah apa yang sedang terjadi dengan kedua gadis di depannya ini. Juga ia tak mengerti dengan dirinya sendiri mengapa setiap berdekatan dengan MABA yang bernama Ariani itu jantungnya selalu berdetak dengan tidak normal.
‘’Baiklah kalian boleh pergi.’’ Ujar Natha.
‘’Baik kak.’’ Jawab Ariani dan Fika dengan kompak.
‘’Dan kamu!’’
Ariani mendongakkan wajahnya.
‘’I…ya kak?’’
‘’Bacalah doa sebelum tidur dan berwudhulah agar setan tidak menganggumu dalam tidur.’’
Ariani mengangguk. Ia tetap menunduk, sekarang perasaannya campur aduk. Baik malu, senang, dan jantungnya yang seakan bermasalah saat berdekatan dengan presmanya itu.
‘’Kami permisi dulu kak. Assalamualaikum.’’ Fika menggandeng tangan Ariani untuk meninggalkan tempat yang seakan membuat mereka sulit untuk bernafas.
‘’Waalaikumussalam.’’
Natha memandang kedua punggung gadis itu sampai menghilang dibalik pintu. Ia memegangi dadanya.
‘’Ya Allah sebenarnya kenapa dengan diriku? Dan siapa kamu Ariani? Kamu seakan membuat saya ingin terus bersama kamu.’’
*****
Paginya, semua peserta MABA sudah bersiap-siap untuk kembali kerumah masing-masing karena hari ini mereka sudah resmi menyandang gelar mahasiwa yang sebenarnya. Tak berbeda dengan Fika dan juga Ariani mereka sekarang tengah membereskan barang-barang mereka untuk di bawa pulang usai melaksanakan apel penutup.
‘’Ri, kamu habis ini pulang sama siapa?’’
Ariani menghentikan kegiatannya melipat baju, kemudian menoleh kearah Fika yang sekarang tengah sibuk dengan ponselnya.
‘’Mungkin naik ojek atau angkot Fika.’’
‘’Nggak bareng akua ja Ri?’’
Ariani menggeleng, ia melanjutkan kembali kegiatannya yang sempat tertunda.
‘’Nggak Fika, makasi banyak. Ariani mau pulang dulu mau lihat ibu setelah itu mau cek toko.’’
Fika menghentikan kegiatannya, ia menatap Ariani sendu. Kadang ia bersyukur memiliki keluarga yang lengkap, kedua orang tua yang menyayanginya dan abang yang sangat peduli kepadanya, ia juga tak harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya atau membayar semua uang kuliahnya kerena ayahnya sudah menanggung semua itu. Bahkan setiap bulannya ia diberikan uang jajan lebih dari cukup. Tapi di sisi lain ia sedih Ariani tak seberuntung dirinya. Ariani harus mengurus ibunya yang sakit, dan harus bekerja sendiri untuk memenuhu semua kebutuhannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Tuma'nina [SUDAH TERBIT✅,]
RomanceSeperti Tuma'nina yang berarti berdiam sejenak untuk meresapi sebuah makna dari pertemuan dua cinta pada sepanjang kalimat terindah untuk Sang Pemilik Raga. Berdiam sejenak pada rukun Fi'liah yang terpaku pada satu tujuan kesempurnaan. Seperti itu j...