1. Mengenang

7 3 0
                                    

Pintu terbuka, sebuah sapu tangan menggantung dihadapan lelaki itu

"Semua udah terjadi, percuma mau disesali kaya apa juga gak akan ngubah keadaan"

lelaki itu menyeritkan alisnya, ia lihat perempuan itu duduk di sebelahnya sambil mengasih sapu tangan yang bertulisan "aira"

"gw tau lu gak pernah berharap masuk sekolah ini, tapi-"

"gausah sok tau" ucap lelaki itu dingin

"kalo nyatanya emang tau, gimana?" tanya aira dengan sedikit menantang. hanya Aira satu satunya manusia yang berani mendekati manusia pelit bicara

"lu osis, mending nugas sana"

"ini lagi nugas"

dion menatap aira heran, apa yang aira maksud, jelas jelas ia hanya mengganggu ketenangannya

"gajelas" ucap Dion pelan

"dion pikir tugas osis jadi babu doang? ngebantu seseorang juga tugas osis"

"gw gak butuh bantuan" ucap dion dengan penuh penekanan di setiap kata, tak lupa tatapan matanya yang membuat siapapun takut akan itu. Ia berlalu begitu saja meninggalkan aira seorang diri di kelas

aira menarik sedikit bibirnya hingga membuat senyum kecil "liat aja, suatu hari dion akan butuh aira, Selalu"

Settt

Dion membuka matanya, ia mengedarkan pandangannya, ia tarik nafasnya sambil menormalkan nafasnya. Lagi lagi mimpi itu, mimpi di mana awal mula mereka saling berbicara dan semua kisah dimulai

Sebuah frame foto yang terletak di meja samping kasur kini menjadi fokusnya, foto dirinya bersama teman teman sekelasnya kala mereka masih mengenakan seragam putih biru. Matanya terkunci pada sosok perempuan kecil berponi itu, Aira. Ntah di mana dan bagaimana kabarnya sekarang, Dion benar benar ingin bertemu

Dion menarik laci meja samping kasur, ia menatap sapu tangan milik Aira yang ia simpan kala aira memberinya

"gw gak butuh"

"Aira tau ini gak gampang, tapi tolong jangan terlalu keras sama diri sendiri. Dan kasih kesempatan orang orang untuk bantu dion, kalo dion terus menutup diri gini semua gak akan baik baik aja"

Dion meremas sapu tangan aira, air matanya jatuh begitu saja kala ia ingat bagaimana tulusnya aira ingin membantunya

Ruangan ini, ruangan favorit aira, karna hanya di sini aira bisa merasakan ketenangan. Kamar yang dion tempati dulunya adalah sebuah ruagan kosong, dan ketika dion membeli rumah ini ia sengaja menempati ruangan ini. Karna hanya ini yang membuat dion merasa aira bersamanya

Beberapa bulan lalu Aira menghilang begitu saja. Dion memutuskan untuk mendatangi rumah Aira, namun yang ia dapati hanya rumah kosong dengan tulisan di pagar "Rumah Dijual", dion memutuskan untuk membeli rumah itu. Dan sampai sekarang dion tak tahu di mana aira berada, semua temam temannya pun juga tak tahu, bahkan ajil orang terdekat aira sekalipun tak tahu di mana Aira sekarang berada

Dion memutuskan untuk pergi ke bukti tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama. ia menatap kamar yang letaknya tepat di depan kamarnya, kamar yang selalu terkunci dari awal ia menempati rumah itu. Ia tahu itu kamar Aira, tapi ia masih tak mengerti mengapa kamar itu terkunci dan tak diizinkan untuk dibuka

"Ai, can you back now?" Dion menatap ruangan itu, ia tarik nafasnya dan menundukan kepalanya. semua sia sia, ntah berapa lama lagi ia harus menunggu

Tling!
Tling! Tling! Tlingg!

Dion mengerutkan alisnya, siapa yang memencet bel sarkas seperti itu, teman temannya tak pernah melakukan itu, adiknya apa lagi

AironTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang