Lima

875 135 27
                                    

Salah satu ruangan eksekutif Port Mafia dipenuhi oleh suara rengekan Dazai yang disiksa Chuuya. "Chuuya, gak mau!" Tolak Dazai sambil terus menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Oi Dazai, makan atau aku paksa!" ancam Chuuya. Bukan tanpa alasan Chuuya mengamuk seperti saat ini. Setelah bubur suapan pertama, hingga saat ini Dazai belum juga mengonsumsi apapun. Padahal, Chuuya bisa mendengar suara perut Dazai yang berteriak minta makan. Namun tubuh mungil itu tetap bersikeras menutup mulutnya.

"Aku mau mati kelaparan saja," ucap Dazai dengan nada ngambek yang ketara. Beginilah Dazai kalau sakit melanda, ia akan semakin menyebalkan.

Chuuya menggenggam tubuh Dazai, ia dapat merasakan suhu tubuh yang masih panas. Masih sama seperti tadi pagi. Jika Dazai tidak makan, suhu tubuhnya tidak akan turun.

"Gamau makan," Dazai tetap menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ia menggelengkan kepalanya untuk mencegah makanan masuk ke mulut.

Hampir saja Chuuya meremas tubuh Dazai hingga terdengar suara tulang patah saking kesalnya.

"Makan!" Chuuya menahan kedua tangan Dazai dan memaksa bubur masuk ke mulut Dazai.

Mata Dazai melebar, ia terus menggelengkan kepala namun langsung ditahan oleh jari Chuuya. "Chuuya kejam! Chuuya ibu tiri! Chuuya jahat!" omel Dazai saat ia terpaksa menelan bubur yang sudah dingin. "Chuuya anjing nak–"

Teriakan Dazai berhenti saat mendengar suara pintu ruangan terbuka. Mori muncul membawa kotak obat dan beberapa peralatan medis.

"Ugh, monster baruuu," komentar Dazai saat melihat mantan bosnya mendekat.

"Dazai-kun, aku mendengar kau sedang tidak enak badan. Aku akan memeriksamu." Mori meletakkan peralatan medisnya, lalu menyusunnya di meja kerja Chuuya.

Chuuya meletakkan Dazai di atas meja, mempersilakan Mori untuk memeriksa Dazai. "Bos, sejak tadi Dazai belum memakan apapun. Suhu tubuh juga tidak menurun."

"Bohong, aku sudah makan satu suap!" Dazai tidak terima dengan ucapan Chuuya, apa pula belum makan? Yang tadi dijejalkan ke mulutnya apa?!

"Barusan, karena kupaksa." Chuuya memelototi Dazai.

Mori menghela nafas melihat perdebatan Chuuya dan Dazai. "Biar ku periksa."

Dazai hanya bisa pasrah karena kepala yang masih berputar.

Setelah Mori memeriksa tubuh Dazai, Dazai tidur di atas jas Chuuya, merentangkan kaki dan tangannya seperi bintang laut. "Jas Chuuya bau, tapi, cuma ini barang yang sedikit empuk yang bisa kugunakan saat ini."

Hampir saja Chuuya menyentil Dazai hingga terjatuh saking kesalnya dengan kelakuan manusia jelmaan setan ini. "Sialan!"

Sebagai orang ketiga di ruangan ini, Mori hanya bisa mengdengus mendengar perdebatan kedua mantan partner ini. "Sepertinya Dazai demam karena masuk angin dan keadaan patah kaki yang dipaksa digunakan padahal masih dalam tahap penyembuhan. Sulit untuk menentukan dosis yang tepat untuk tubuh kecilnya, aku akan coba semampuku. Saat ini, ia hanya bisa beristirahat." Mori membereskan peralatan dokternya. "Kau pasti kabur dari agensi, 'kan?"

Dazai menatap Mori malas. "Aku tidak kabur, aku hanya jalan-jalan malam," ucapnya mengangkat bahu. "Namun ada orang yang mengganggu jalan malamku dan malah membawaku ke neraka dunia ini."

Tatapan remeh Chuuya mengarah ke Dazai. "Jalan-jalan malam dengan tubuh kecil seperti ini? Kau mau jadi relawan makanan anjing liar?"

"Kalau itu salah satu cara bunuh diri tanpa sakit, ide bagus," Dazai mendengus. "Sayangnya, aku gak bisa mati dalam tubuh kecil ini. Aku gak mau membayangkan tinggal di lambung anjing liar yang makanannya entah apa." Dazai merinding membayangkan berada di perut anjing yang memakan makanan busuk, apalagi jika ada belatung yang masih hidup dan masuk ke dalam lambung. Euh, dia menggeleng kepala jijik. "Uek."

Kali ini, Chuuya dan Mori yang menghela nafas. Sepertinya sama-sama membayangkan apa yang ada di kepala Dazai.

"Aku pergi dulu. Kalian, bersenang-senanglah!" Mori berbalik dan keluar dari ruangan Chuuya. Tidak ingin menjadi orang ke tiga dan mencegah migrain karena menghadapi perdebatan tanpa henti kedua orang ini.

Setelah tubuh Mori menghilang di balik pintu, Dazai menatap mantan partnernya dengan masih memasang wajah jijik. "Bersenang-senang denganmu? Sama saja seperti berada di lambung anjing liar!"

Chuuya melotot, menatap Dazai marah. "Kau benar-benar ingin merasakan pengalaman berada di lambung anjing, ya!" Ia mendengus, sadar Dazai tetap membawa topik berada-di-lambung-anjing untuk menghindari sesuatu. "Jangan mengalihkan perhatian dan lanjut makan!"

Dazai mengerutkan wajahnya. Ia merengek, "yaaah, aku gamau makan!"

Tentu saja, Chuuya tidak pernah berbaik hati dengan Dazai. Saat ini, kesempatan Chuuya menyiksa Dazai dengan memaksanya makan. Hitung-hitung membalas kelakuan laknat mantan partnernya di masa lampau.

---

Kunikida merupakan satu-satunya anggota agensi yang masih mencari cara untuk mengembalikan Dazai ke ukuran asalnya pada pukul empat pagi. Tepat di saat anggota agensi lainnya sedang berada di alam mimpi. Tentu saja karena batas waktu yang ditentukan Fukuzawa sangat cepat.

Tapi, deadline tetaplah deadline.

Dengan mempercepat Kunikida mendapatkan informasi, ia juga bisa mencegah masalah yang lebih parah yang dihasilkan partnernya dalam ukuran mini itu.

Kunikida mendengus, Dazai tetap saja merepotkan semua orang, mau secara sengaja ataupun tidak. Ia terus mencari informasi di internet, saat ketukan pintu menginterupsi.

"Kunikida-san, apa kau sudah bangun?" Suara Atsushi terdengar dari balik pintu.

Kunikida bangkit dan membuka pintu, mempersilakan Atsushi masuk ke asramanya. "Ada apa?"

Atsushi menarik nafas, "aku tidak sengaja terbangun, dan saat melihat tempat Dazai-san tidur, ia menghilang, dan aku menemukan kertas yang bertuliskan tangan Dazai-san, mengatakan bahwa ada lubang tikus di asramaku."

Rasanya tekanan darah Kunikida naik mendengar penjelasan Atsushi. "Perban sialan itu pasti kabur dari lubang tikus itu," geramnya. "Si sialan itu!"

"Apa yang harus kita lakukan, Kunikida-san? Aku sudah mencari sekitar asrama, namun tidak menemukan Dazai-san."

Kunikida beralih ke laptopnya dan membuka aplikasi tracker chip yang ia pasangkan ke baju Dazai. Titiknya hilang, menandakan bahwa chip rusak. Kunikida mencoba untuk mencari titik terakhir, yang ternyata berada di wilayah Port Mafia. Kunikida menepuk dahinya, merasakan migrain karena partnernya yang suka sekali diculik. "Dia ditangkap Port Mafia."

Mata heterochromia Atsushi melebar, panik mendengar ucapan Kunikida. "Apa yang harus kita lakukan, Kunikida-san?"

"Aku hanya berharap Dazai bisa lolos dari mereka."

"Tapi, ukuran Dazai-san sedang tidak menguntungkan, Kunikida-san. Ia pasti tidak bisa keluar."

Kunikida menghela nafas (untuk entah keberapa kalinya dalam dua hari), lalu menatap layar laptop, berpikir keras.

"Aku akan menghubungi Sacchou, mungkin beliau akan menghubungi bos mafia dan meminta Dazai kembali."

Yaah, Kunikida hanya bisa memikirkan rencana seperti itu untuk saat ini, yang pastinya tidak mudah dilakukan, apalagi karena berhubungan dengan organisasi musuh yang sangat menginginkan Dazai kembali ke mereka. Menemukan Dazai dengan ukuran kecil tentu menguntungkan Port Mafia, apalagi ukurannya 'praktis', bisa dibawa ke mana-mana, juga Dazai yang tidak bisa melawan karena kekuatan Dazai tidak kuat-kuat amat.

Atsushi hanya bisa mengangguk, "kalau begitu, aku kembali. Jangan lupa istirahat, Kunikida-san!"

Kunikida hanya ber "hm" ria. Membiarkan juniornya meninggalkan asrama.

Sepertinya ia butuh istirahat karena ia akan menghabiskan energi siang ini.

---

AKHIRNYA SAYA PUNYA IDE UNTUK CERITA INI.

Maafkan saya, penyakit writer block ini terus mengjangkit ke tulang :')

Maaf jika chap ini singkat dan menemukan banyak typo, huhu

Dazai MiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang