Yosano masih takjub dengan tubuh pasien di depannya. Bukan hanya karena ukuran kecilnya, namun juga tubuhnya tidak bisa dibedah dengan apapun. Tubuh mungil Dazai terasa sangat keras saat dipotong menggunakan semua alat tajam yang Yosano punya. Tubuhnya tidak bisa mengeluarkan darah. Alasan mengapa ia tidak bisa mati saat terjun tadi. Ia tidak bisa mengoperasi kaki patah Dazai. Saat ini, yang bisa Yosano lakukan adalah memberikan gips di kaki Dazai yang patah, untuk mencegah kerusakan yang semakin fatal. Terlebih ini Dazai, yang tidak peduli akan kesehatan tubuhnya sendiri. "Ability-mu merepotkan, dan sekarang tambah merepotkan karena perubahan tubuhmu ini."
"Ugh, kakiku masih terasa sakit," keluh Dazai. Ia mencoba menggerakkan kaki kirinya yang patah.
"Aku tak bisa memberimu painkiller, dosis yang tidak tepat akan membuat keadaan semakin buruk."
Dazai duduk, ia mengelus gips yang ada di kakinya. "Ugh, kakiii, ayo cepat sembuh, aku bosaaan."
Hanya ada Yosano dan Dazai di ruang perawatan, dan Yosano harus mendengar keluhan dari rekan kerjanya. "Tidak ada yang menyuruhmu untuk lompat dari meja kerja."
"Ada!" bantah Dazai. "Otakku menyuruhku! Ia mengatakan mungkin aku bisa mati jika terjun dari meja Kunikida. Ugh, harusnya aku tahu kalau ini gagal."
Yosano mengangkat alisnya, lalu menggeleng. Sepertinya ia harus sungkem sama Kunikida, bisa sabar dan tabah menjadi partner kerja sosok sumber masalah anggota agensi. "Kau harus tidur, jika rasa sakitnya sudah membaik, aku akan mengutus Atsushi mengajakmu jalan-jalan."
Perintah untuk tidur terdengar lebih buruk. Namun saat ini ia tidak bisa protes. Dazai tidak berdaya saat ini. Jadi, ia kembali membaringkan tubuhnya dan mencoba untuk tidur.
Dan tentu saja, tidak berhasil.
Mana bisa ia tertidur dengan rasa sakit yang terus menghantui dari kaki kiri, tanpa diberi painkiller ataupun obat tidur. "Nee, Yosano. Aku tidak bisa tidur. Berikan aku obat tidur."
"Tidak bisa, aku tidak bisa memperkirakan dosis yang tepat untuk ukuran tubuhmu."
"Tidak apa jika kelebihan."
"Nanti kau overdosis," ucap Yosano memperingatkan.
"Tidak apa." Sebelum Yosano protes, Dazai melanjutkan ucapannya, "aku tidak bisa menahan rasa sakitnya Yosano, apa kau tidak kasihan denganku? Tubuhku sudah mengecil, tidak bisa mengurus diri sendiri, dan sekarang disuruh menahan rasa sakit. Apa kau tidak kasihan?" Sekarang, Dazai memainkan kartu drama king -nya.
Yosano menghela nafasnya kuat. Tidak ingin termakan drama buatan Dazai. "Tidak akan, kau usahakan untuk tidur. Hal ini juga akan menhadi pelajaran untukmu, tidak semua rasa sakit bisa diredam oleh obat-obatan. Aku pergi, istirahatlah." Yosano berdiri, bersiap untuk pergi. "O ya, jika kau kabur, aku akan mengurungmu di akuarium sampai kau sembuh total."
Suara pintu tertutup, dan wajah Dazai semakin cemberut. Ia kembali mencoba tertidur, walau butuh beberapa jam untuknya bisa menuju ke alam mimpi.
---
"Yosano, rasa sakit kakiku sudah sedikit reda, aku menagih janjimu!" Suara Dazai terdengar lantang saat pintu ruang perawatan terbuka. Saat ia mencoba untuk berdiri, ia mendesis dan kembali jatuh. Namun ia tak menampakkan ekspresi kesakitan ke dokter agensi.
"Eh? Tapi, ini sudah malam, Dazai. Atsushi harus istirahat."
Dazai mengembungkan pipinya. "Janji harus ditepati, Yosano."
Yosano menghela nafas. "Akan kupanggilkan Atsushi. Mungkin kau bisa bermalam dengannya dan Kyouka."
"Ya, lebih baik daripada di sini sendirian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dazai Mini
Fanfictionterbangun dengan mimpi aneh, Dazai menyadari bahwa tubuhnya tiba-tiba mengecil. Bahkan tingginya tak lebih dari dua puluh centimeter. walaupun bingung, ia tersenyum lebar, dengan ukuran mungil, ia pasti mudah mengganggu Kunikida, juga bunuh dirinya...