dua

1K 159 58
                                    

Mendadak meja kerja Kunikida berubah menjadi panggung kecil Dazai. Ia berdiri di tengah, dikelilingi oleh anggota agensi yang sedang duduk menatap perubahan tubuhnya. Tentu saja selain Kunikida, ia sedang mengerjakan laporan perubahan tubuh Dazai, sambil sesekali mengawasi partnernya itu.

"Haa, aku tahu aku ini imut. Tapi, bisakah aku mendapatkan makanan? Sepertinya aku lapar lagi," ucap Dazai memecahkan kericuhan itu. Ia memegangi perutnya meminta makan.

"Padahal, tadi katamu dua butir nasi sudah kenyang, Dazai-san," ucap Atsushi mengingat perkataan Dazai tadi pagi.

"Sepertinya energiku cepat berkurang, Atsushi. Apa kau membawa onigiriku?"

"Bukankah karna kau terlalu banyak bergerak?"

Dazai cemberut, lalu memalingkan pandangannya ke Ranpo yang sudah mengambil camilan yang menemaninya membaca koran tadi. "Nih, Dazai. Aku hanya punya potato chips."

Dazai dengan sigap langsung masuk ke dalam bungkusan potato chips itu. Sikapnya hanya membuat Kunikida menepuk kepalanya. "Hei Dazai, katamu kau tak punya baju 'kan. Nanti kau kotor jika masuk ke dalam," ucap Kunikida sambil menarik Dazai keluar dari bungkusan.

"Makanya, adakah yang mau membuatkanku baju?" Tanya Dazai sambil memeluk potato chips berukuran besar yang berhasil ia dapatkan.

"Aku ingin coba membuatkanmu baju, Dazai-san. Mau model yang seperti apa?" Tawar Naomi dengan antusias.

"Sebisamu saja."

"Oke. Onii-san, ayo bantu aku beli bahan!" Naomi dengan semangat menyeret kakaknya keluar kantor.

Dazai mulai memakan potato chipsnya, sedangkan anggota yang lain masih takjub dengan ukuran mini itu.

"Nee, aku mau minum," ucap Dazai saat satu keping chipsnya sudah habis. "Sejak pagi aku belum meminum apapun."

Tampang Kunikida sudah jengah sekarang. "Sudah kuduga, ukuranmu itu akan merepotkan kami semua!"

"Ee~ Kunikida-kun tidak kasihan sama partnermu ini? Aku dalam kesulitan lhoo," ucap Dazai dengan nada dramatis. Ia berjalan ke arah laptop Kunikida, menaiki keyboard, dan menginjak setiap huruf. "Aku sedang tak bisa melakukan apa-apa sekarang. Jika aku minum dengan gelas normal itu, yang ada aku tenggelam. Kau mau partnermu ini mati di dalam gelas minummu?"

Kunikida menangkap tubuh Dazai dan mengembalikan lagi sosok mungil itu ke tengah meja. "Aku mau minum, kunikida!" Pinta Dazai saat masih di genggaman Kunikida.

Walaupun Kunikida kesal, ia tetap mengambil sebuah sendok dan segelas air untuk ia suapkan pada Dazai. Setelah satu sendok air mineral dihabiskan Dazai, ia merasakan perutnya sudah penuh. "Haa~ terima kasih Kunikida, aku merasa seperti punya mama. Mama Kunikida."

Tentu saja racauan tak jelas Dazai dibalas selintikan Kunikida yang kesal, membuat tubuh mungil itu terpental terlentang. "Aku tak akan segan memitasmu seperti kutu jika kau memanggilku Mama!"

"Kunikida kejam," ucap Dazai sambil mengelus kepalanya yang mencium meja dengan keras.

Kekacauan sebentar itu terhentikan karena suara langkah kaki yang masuk ke dalam ruangan. "Sacchou." Seluruh anggota agensi langsung berdiri menghadap sang ketua.

"Ada keributan apa ini?" Sang ketua masih dengan wajah datarnya menatap satu persatu anggota, lalu mengalihkan fokusnya kepada suatu benda kecil dibalut perban yang ada di atas meja Kunikida. Benda itu bergerak, membuat sang ketua tidak bisa menahan wajah datarnya.

"Dazai tiba-tiba mengecil, Sacchou," lapor Kunikida. "Ranpo-san mengatakan bahwa makhluk yang telah mengubah ukuran Dazai sangat jarang muncul. Makhluk itu disebut 'peri kerdil'. Ia muncul seratus tahun sekali, dan makhluk itu tak pernah mengatakan bagaimana mengembalikan ukuran yang sudah diubah."

"Peri kerdil, pantas saja walaupun ia sudah terbang, tetap masih lebih pendek dariku," celetuk Dazai.

"Dazai-san, kau kan sekarang lebih pendek darinya," tegur Atsushi.

"Kita harus mencari tahu cara mengembalikan ukuran Dazai," putus ketua.

"Ahh, tak perlu repot-repot, sacchou. Aku tak keberatan dengan ukuranku," tolak Dazai halus. Ia masih ingin mempunyai ukuran tubuh mungil ini, ia masih ingin mengerjai teman-temannya.

"Akan bahaya jika orang-orang tahu ukuranmu, Dazai. Apalagi jika informasi ini sampai ke Port Mafia."

"Benar, ukuranmu itu merepotkan," timpal Kunikida. "Kalau kau selamanya seperti ini, bagaimana kau dihubungi? Bahkan ponselmu lebih besar darimu. Kau bahkan tak bisa makan dan minum sendiri. Tidurmu bagaimana?"

"Ugh, Mama Kunikida mengkhawatirkanku."

Baru saja Kunikida ingin memitas Dazai, Ketua kembali berbicara. "Dalam minggu ini, Dazai sudah harus kembali seperti semula," putus Sang Ketua.

"Tidak perlu buru-buru," protes Dazai. Namun, sang ketua tidak ingin mendengan protesan dari Dazai. Ketua kembali masuk ke dalam ruangannya.

Segera setelah mendapatkan perintah dari ketua, seluruh anggota mencari data tentang Peri Kerdil yang telah mengutuk Dazai. Walaupun pastinya mencari data-data itu sama sulitnya dengan mencari pentul di jerami.

Pasalnya, tidak ada orang-orang yang melaporkan kasus ini sebelumnya. Mungkin peri kerdil akan dianggap mitos atau dongeng saja.

Dazai yang melihat teman-temannya sedang sibuk, tidak tahu ingin melakukan apa. Namun ia tak butuh lama menganggur, karena setelahnya ia tahu ingin melakukan apa.

Dazai pun membuat ancang-ancang lompat dari meja kerja Kunikida.

Dazai berteriak senang, percobaan bunuh diri pertamanya dengan tubuh kecil. Namun, saat menyentuh lantai,  tubuh Dazai tidak terberai seperti kasus kematian terjun tinggi pada umumnya, namun ia merasakan kaki kirinya sakit luar biasa.

Teriakan senang berubah menjadi teriakan kesakitan. "KUNIKIDA, ATSUSHI-KUN, KAKIKU PATAH!" Teriaknya kencang.

Dazai memandangi kaki kiri yang susunan tulangnya sedikit berbeda, namun tak ada darah yang keluar dari tubuhnya. Tentu saja, rasa sakit tetap terasa. Rasa sakitnya membuat seluruh tubuh Dazai seakan mati rasa.

"Astaga Dazai-san!" Atsushi yang tadinya sedang fokus mencari informasi di internet kini menatap panik seniornya yang masih memegang kaki. "Kau sedang apa?"

"Atsushii, sakiiit," teriak Dazai yang sedang menahan rasa sakit di kakinya. Ia benci rasa sakit. Dan sekarang, ia terjebak rasa sakit yang luar biasa. "Aku fikir, aku bisa mati dengan terjun. Ternyata tidak. Sepertinya kakiku patah," ucapnya masih terus meringis kesakitan.

"Apa lagi yang dilakukan Dazai?" Kesal Kunikida tanpa mengalihkan perhatiannya pada tumpukan data-data yang ada di lemari. Berharap ada secercah petunjuk di dalamnya.

"Kakinya patah, Kunikida-san." Ucapan Atsushi sukses membuat Kunikida mengalihkan fokusnya.

"Bawa dia ke Yosano-san," perintah Kunikida.

Atsushi perlahan memindahkan tubuh Dazai ke telapak tangannya. Keluhan Dazai terdengar menyakitkan. Atsushi kasihan melihat Dazai yang masih memeluk kakinya yang sakit. Namun, itu kan salahnya sendiri, untuk apa ia terjun bebas seperti itu?

---

Waa, maaf sekali updatenya lamaa huhu. Padahal mau update kemarin-kemarin tapi tiba-tiba manga chap terbaru BSD bikin galau.

Terima kasih atas bintang dan komentarnya <3 ~~

Dazai MiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang