"Maaf! Maaf! Sorry—aku ga liat-liat." Keisha buru-buru memeriksa lengan pria itu, dan benar dugaanya. Memerah, dan terlihat akan melepuh. "Aduh! Sorry aku gak sengaja! Inigimana kalo bawa ke klinik yang di depan? Nanti berbekas jika dibiarkan!" Pria itu hanya terdiam, melihat tangannya yang memerah. Pria itu terlalu tenang. "Aku tidak apa-apa." Ucap lelaki itu. Keisha semakin merasa tak enak. Ia mengernyitkan dahinya, bingung. Nih orang pura-pura ga kesakitan apa gimana? "Iya, tapi tanganmu tidak terlihat baik-baik saja. Kau yakin?" pria itu memakai masker dan topi hitam, membuat Keisha sulit melihat wajahnya. "Iya, gapapa. Aku sedang buru-buru." Ia terlihat tidak nyaman dengan tatapan yang tertuju padanya, dan segera berjalan keluar. Keisha dengan cepat menggapai lengannya. "Beneran?" Pria itu mengangguk. "Lain kali hati-hati." Lelaki itu menutup lengannya yang memerah dengan menurunkan gulungan lengan kemeja hitamnya. Keisha mengedipkan matanya berulang kali. Bingung.
"Gila banget tuh orang? Tapi baguslah, gajadi bayar uang ganti rugi. Gumamnya sambil tersenyum lega."
"Lama banget sih? Dari haus banget sampe ga haus lagi nih!" protes Armanta pada Keisha. Baru saja Armanta meminum ice mochanya sedikit, ia sudah dipanggil untuk scene kedua. Ia mendecak dan melotot pada Keisha. "Kan! Baru juga aku minumnya dikit! Kau ini!" ia menghentakkan kakinya keluar, meninggalkan Keisha yang langsung melepaskan airpods begitu Armanta keluar. "Ah, untung aja aku bawa ini." ucapnya, lalu menyusul Armanta keluar untuk melihat performanya dalam berakting. Soal akting, kemampuan Armanta harus diakui, sangat baik. Ia sangat menjiwai perannya.
"Kamu masih punya hati ga sih? Aku udah nunggu kamu selama 10 tahun! yang bisa kamu katakan hanya tunggu! Mau tunggu sampai kapan?! Masa mudaku habis aku sia-siain buat nungguin kamu yang ga pernah ada kejelasan!" Ucap Armanta yang sangat menjiwai perannya di depan kamera.
"Ah boleh juga dia." Gumam Keisha sambil meminum hot chocolate nya. Seisi ruangan diam, terpana dengan Armanta.
Lawan mainnya, Edward Kenneth berbalik belakang dan meliriknya sinis. Keisha terdiam, menghentikan aktivitasnya. " Wow. Visualnya tidak main-main." gumamnya.
"Kamu selalu ingin aku menjadi yang terbaik. Menjadi yang nomor satu. Sekarang, aku sudah menjadi seperti itu. menjadi yang kamu mau. Tapi—maaf. Aku baru sadar. Cinta kamu ke aku itu ga tulus." ucap Edward pada Armanta.
"Ga tulus gimana?! Niat aku itu baik, untuk masa depan kamu! Aku mau kamu sukses seperti sekarang!"
"Memang iya, dan aku berterima kasih untuk itu. tapi, selama perjuanganku untuk menjadi seperti ini, kamu ada di samping aku? Kamu ada menyemangati aku? Yang ada, kamu di luar sana, sibuk memberitahu teman-temanmu jika aku bisa seperti sekarang ini karena kamu."
Armanta terdiam.
"Kamu hanya menuntut, menuntut, dan menuntut! Kamu sadar gak sih? Aku capek, berusaha untuk menjadi apa yang kamu mau. Tapi, aku berterima kasih, atas semua dorongan dan tuntutan yang kamu kasih ke aku, aku bisa menjadi sekarang, tapi, maaf. Aku baru sadarkita gabisa berhubungan lebih lama lagi. Aku tidak ingin menghabiskan waktuku untuk orang yang hanya menginginkan kesuksesan, dan tidak ingin bersama di saat susah. "
CUT!
Semua bertepuk tangan. Armanta bersalaman dengan lawan mainnya, Edward Kenneth. Saat Keisha hendak memberi minum pada Armanta, ia melihat tangan cowok itu. Merah sekali tangannya. Kenapa ya? Lalu, ia teringat sesuatu. Kemeja hitam, dan celana jeansjangan-jangan cowok yang tadi? Saat ia hendak berjalan ke arah Edward, Armanta dengan cepat menghalanginya.
"Gimana? Tadi aktingku bagus tidak?!" Ucapnya dengan mata berbinar. Namun, Keisha sibuk melihat punggung cowok itu yang menjauh, masuk ke dalam ruang ganti pria. Aduh! Woi! Sini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing You Was Monochrome
RomanceBukan tentang Edward. Bukan tentang Keisha. Ini tentang mereka, dua manusia dengan latar belakang yang berbeda. Edward adalah seorang aktor yang bisa dibilang sempurna. Keluarga yang kaya, karir yang sukses, dan bisa mendapatkan semua yang ia ingin...