Part 7 : The Encounter

3 1 0
                                    

"Kau lihat hantu ya?" tanyanya berusaha bercanda, namun Keisha tak bergeming.

"Kau duluan." Ucap Keisha dan berjalan cepat berbalik arah. Edward dengan cepat menahan tangannya. "Kau kenal pria itu?" Keisha menunduk, tidak ingin menatap Edward.

"Kekasihmu?" tanyanya hati-hati. Keisha melepaskan genggaman tangan Edward, namun dengan cepat pria itu menarik tangannya dan berjalan ke mobil. "Aku tak tau dan tidak mau tau hubunganmu dengan Daniel, tapi masih ada pekerjaan yang akan dilakukan. Jangan lihat ke kiri." Ucapnya sambal merangkul Keisha. "Kau kenal—?"

"Siapa yang tidak kenal dia di dunia hiburan?" Jawab Edward. Apa yang dilakukannya di sini? Batin Keisha. Misi mereka berhasil. Daniel tak mengetahui keberadaan mereka, dan masih berbicara di telepon.

Keisha menatap ke atas, berusaha menahan air matanya yang akan jatuh. Ia melipat tangannya erat-erat untuk meredamkan emosinya. Dipikirnya setelah sebulan lebih tidak bertemu pria itu, ia sudah melupakannya. Namun ternyata tidak. Keisha belum siap untuk bertemu Daniel, setelah semua perbuatan yang telah dilakukannya. Beberapa minggu berhasil ia lewati dengan tenang, namun dirinya terguncang hari ini. Edward meliriknya, namun tak berniat mengucapkan satu kata pun. Urus urusanmu sendiri, Ed. Masalahmu sudah banyak. Batinnya. Ia memilih untuk melihat ke luar jendela, menikmati langit yang tidak berawan.

***

Akhirnya, Edward bisa pulang setelah mejalani hari yang panjang. Sebenarnya harinya selalu sibuk karena penuh dengan jadwal shooting. Ia mengingat kejadian sore tadi. "Apa hubungannya dengan Daniel?" gumamnya.

Sesampainya di rumah, ia langsung melangkahkan ke dalam rumah megah dengan design minimalis, berlantai kayu, dan dekorasi simple yang membuat rumah itu terlihat besar. Edward menghela nafas panjang, lalu membuka sepatu dan menggantung topi hitamnya di gantungan yang terletak di samping lemari sepatu.

Langkahnya terhenti karena mendengar suara aneh. Ia menajamkan pendengarannya. Ada orang masuk kek sini. Batinnya. Ia mengepalkan tangan, bersiap untuk memukul siapapun yang berani melangkahkan kaki di rumahnya tanpa sepengetahuannya.

"WOWO! Santai!" Teriak Keven dengan tangan melindungi kepalanya saat kaki Edward satu cm lagi hampir mengenai kepalanya. Ya, lelaki itu memiliki sabuk hitam. Edward menghela nafasnya lega dan mendecak.

"Aku pikir penguntit. Kau tidak punya kerjaan ya masuk rumah orang diam-diam?" Ucapnya. Ia menyalakan lampu dan mempersilahkan Keven untuk duduk. Lelaki itu adalah sahabatnya. Bisa dibilang, Edward tidak mempercayai siapapun kecuali Keven dan Caleb.

Dan sekarang hanya Keven yang bisa dibilang sahabatnya.

"Wine?" Edward menawarkan. "Beer." Jawab Keven. Edward pun mengambil beer di kulkas dan memberinya pada Keven. Edward tidak heran lagi jika Keven masuk ke rumahnya tanpa permisi. Ia sudah mempercayai pria itu lebih dari siapapun.

"Aku tak tau kau sudah kembali. Kenapa tidak menghubungiku?" Ucap Edward sambil meregangkan tubuhnya. Entah kenapa ia sangat kecapekan hari ini. "Ga ada waktu. Aku juga langsung ke lokasi shooting begitu mendarat." Jawab Keven.

"Sejak kapan?"

"Tiga hari yang lalu? Aku tak begitu ingat."

Edward hanya mengangguk.

"Bagaimana?"

"Apanya bagaimana?"

"Kabarmu. Kita sudah satu bulan tidak bertemu loh! Apa kau tidak merindukanku?"

" Seperti yang kau lihat. Aku masih duduk di sini dan berbicara denganmu." Jawabnya, dan Keven menggelengkan kepalanya. " Apa yang kuharapkan dari orang sepertimu?" Ucapnya putus asa. " Memangnya aku kenapa?" sahut Edward tak terima.

Knowing You Was MonochromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang