vii. perasaan

23 1 0
                                    

Senja menghembuskan napasnya, lalu menggeleng tipis, "Satu satunya orang yang gabisa aku baca masa lalunya adalah kamu."

Biru memicingkan matanya mendekati Senja, "kenapa?"
Senja menelan ludahnya, berada di jarak yang sangat dekat dengan Biru membuatnya gugup dan mengeluarkan keringat. Biru yang menyadari hal itu memajukan tubuhnya untuk mengecek dahi Senja tapi ia justru memundurkan badannya.

"Lo keringetan? Kepanasan ya?"

Senja menggeleng sebagai jawabannya.

"Senja ngga bisa lama lama natap mata biru. Senja-"

"Kenapa?" Biru kian memburunya dengan pertanyaan yang berulang ulang.

Senja memejamkan matanya lalu mengatakannya dalam satu tarikan napas, "Senja suka sama biru makanya Senja gabisa natap biru lama lama!"

Tubuh biru membeku, mulutnya bahkan terbuka untuk waktu yang cukup lama. Senja masih tidak berani membuka matanya.

Biru yang tersadar dari lamunannya pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan membuang pandangannya kearah lain dengan canggung, "Oh, ah itu-temen kamu tuh kasihan di dalam nungguin"

Senja membulatkan matanya mendengar perubahan gaya bicara Biru padanya tapi Biru cepat cepat berkata lagi, "Lo, maksudnya."

"Kok kayak salting gitu." Gumam Senja, namun tentu saja Biru masih bisa mendengarnya.

"Apa kata lo? Ulang coba?"

"Senja bilang, kok Biru kayak salting gitu? Kasian deh budek. Ga pernah korek kuping, ya?"

Merasa kesal dengan gadis di hadapannya, Biru menyentil dahi Senja pelan namun gadis itu mengerang kesakitan.

"Maaf." Cicitnya kecil, hampir terdengar seperti sebuah gumaman.

Senja berdeham sebentar lalu memutuskan untuk segera kedalam menemui Raina, sedangkan Biru masih sibuk sendiri menetralkan detak jantung dan napasnya yang kian menderu cepat.

"Hai, maaf ya nunggu lama. Itu Biru, teman aku. Dia tinggal disini buat jagain aku." Jelas Senja.

Raina mengedarkan matanya ke seluruh isi rumah, dan netra nya berhenti saat sepasang matanya bertabrakan dengan netra Biru. "Teman?"

Senja mengangguk pelan, "iya, teman."

"Temanmu ganteng."

Senja menoleh, menunjukkan raut wajah tidak suka, namun cepat cepat mengubah raut wajahnya lalu mengangguk kikuk, "Ah, iya."

"Biru, ini Raina."

Biru hanya mengangguk lalu melenggang pergi masuk ke kamar.

Senja menggandeng tangan Raina menuju dapur lalu mempersilahkan nya untuk duduk.

"Maklumin ya, Biru emang gitu. Kamu belum makan, kan? Ayo makan bareng aku. Sebentar aku siapin, ya."

Senja melangkahkan kakinya kedapur lalu sejurus kemudian Raina bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati kamar tempat Biru masuk tadi.

"Hai?"

Biru yang sedang memainkan gitarnya terlonjak kaget melihat Raina berdiri di ambang pintu. Ya, Biru penyuka musik. Ia senang sekali bermain gitar, ia sempat bermimpi menjadi seorang gitaris namun cita citanya itu ditentang oleh ayahnya, yang bahkan Biru tidak tahu apa alasan ayahnya melarangnya untuk bermain musik. Karena itulah, Biru hanya bisa memainkan gitar nya disini, dirumah Senja.

"Lo ngapain?" Tanya biru, dengan wajah yang sama datarnya sejak bertemu tadi.

"Eum, kenalan?"

"Kan udah tadi."

senja || jenkaiWhere stories live. Discover now