2

13 5 0
                                    

Apa saja yang biasa orang lakukan saat pergi ke sekolah? Beberapa orang akan menunggu temannya untuk pergi bersama, ada pula yang pergi dini hari untuk mempertahankan reputasinya, ada pula orang yang terlambat datang dengan beribu alasan yang ia berikan, bahkan ada yang sengaja berbelok arah ke warnet atau rental PS. Rena salah satunya, ia selalu datang kesiangan. Namun, ia bukan pergi ke warnet atau semacamnya. Yang pasti Rena hampir tak pernah mengisi kehadiran jam pelajaran pertama. Kadang ia memanipulasi isi buku absensi agar ia tercatat hadir.

Hari kedua, Rena masuk ke kelas pukul 9. Ia masuk dengan melompati benteng belakang. Tanpa rasa bersalah, saat pergantian pelajaran ia langsung menduduki bangkunya lalu menyilangkan tangan di atas meja, setelah itu tidur hingga jam istirahat. Namun, sekarang ada yang berbeda. Setelah terbangun dari tidurnya, Ia tak lagi pergi bersembunyi untuk merokok seperti biasanya. Sepertinya rasa takut akan ancaman dari Zen sangat kuat. Ia mengambil bekal yang dibungkus oleh kertas nasi yang Isinya hanya nasi dan telur ceplok. Sementara itu seperti biasa Zen pergi ke kantin untuk makan siang.

Zen kembali ke kelas saat bel hendak berbunyi, tetapi Rena malah berniat pergi keluar kelas. Langsung saja, Zen memanggilnya.

"Woi! Rena, mau kemana?" Tanya Zen nampak curiga.

"Cuma ke WC." Jawab Rena dengan suara yang agak serak.

"Jangan lama lama."

"Terserah gua." Rena pergi meninggalkan kelas.

Sudah 15 menit berlalu semenjak Rena meninggalkan kelas, patut dipertanyakan mengapa bisa selama itu. Zen tidak ingin berprasangka baik. Setelah Rena kembali, Zen akan menanyakan alasannya.

Rena pun kembali ke kelas saat pelajaran sedang dimulai, naasnya pak Asep sedang mengajar. Akhirnya Rena kembali menunggu pelajaran selanjutnya diluar kelas.

Setelah pelajaran berganti, Rena masuk ke kelas. Ia langsung dicegat oleh Zen didepan pintu masuk.

"Kamu dari mana aja?"

"Gua kan udah bilang tadi, gua cuma ke WC!" Bentak Rena kesal.

"15 menit, harusnya itu cukup kalau cuma sebatang." Zen mendekatkan hidungnya ke kerah leher Rena. Ia berusaha memiringkan kepalanya agar tidak saling bersentuhan. Nafas Zen membuat leher Rena bergetar geli. Pipi Rena memerah menahan rasa malu.

"Hmm." Zen berfikir sejenak.

"15 menit ngapain aja?"

"Ngapain sih nanyain mulu, lagian bukan urusan lo." Rena mendorong tubuh Zen ke samping lalu segera melewatinya ia pun duduk di bangkunya.

Guru pun masuk ke kelas. Selama jam pelajaran, Rena sama sekali tidak memperhatikan. Tangannya ia gunakan untuk memutar pulpen. Sesekali pulpen yang ia putar jatuh hingga membuat fokus Zen hancur saat Rena mengambil pulpennya.

Pelajaran berakhir pukul jam 3 sore, Zen segera mendekati tempat duduk Rena.

"Bisa diem gak sih?" Tatap Zen kesal.

Rena tak menjawab. Ia segera menggendong tas nya lalu pergi meninggalkan kelas.

Zen membiarkan Rena pergi karena ia harus mengikuti ekskul basket. Sebentar lagi ia akan mengikuti perlombaan tingkat nasional.

Zen pun berganti pakaian lalu bergabung ke lapangan untuk latihan.

***

Pukul 23.50, tengah malam hanya sebentar lagi. Seharusnya sudah masuk waktu untuk tidur. Namun Zen sekarang sedang berpergian diluar rumah. Ia disuruh ayahnya untuk membeli kopi dan rokok untuk teman nonton bola. Sayangnya hampir tak ada lagi toko yang buka di jam segini. Ia berkeliling menggunakan motor bebeknya. Setelah ia berkendara cukup jauh dari rumahnya, Ia pun melihat minimarket yang masih buka, sepertinya mereka buka 24 jam. Zen memarkirkan motornya didepan minimarket tersebut. Ia berkeliling mencari kopi yang dipesan ayahnya. Zen mengambil serenteng kopi hitam instan lalu membawanya ke kasir.

"Mbak, rokok gudang gulanya se-" Saat Zen hendak memberikan uangnya, ia terkejut karena dihadapannya berdiri sesosok orang yang hampir mustahil melakukan pekerjaan. Ya, Rena berdiri didepannya dengan seragam lengkap.

"Eh!" Rena ikut terkejut.

"Ngapain kamu disini?" Tanya Zen.

"Lo ngapain malem malem masih hidup?" Rena balik bertanya.

"Aku yang nanya duluan!"

“Pertanyaan lo gak penting.“

“Yaudah, terserah.“ Zen menyerah menanyai Rena. Ia pun menyimpan kopi yang akan ia beli di meja kasir

"Itu doang?" Tanya Rena menanyakan barang yang akan Zen beli.

"Sama rokok gudang gula sebungkus."

"Lo ngerokok? Bukannya kemaren lo marahin gua gara gara ngeroko? Terus sekarang lo ngerokok? Dasar munafik."

"Hah? Lagian Ini buat bapakku!"

"Kenapa lo gak marahin bapak lo? Beraninya cuma sama cewek."

Zen tidak bisa menjawab. Ia punya banyak alasan kenapa ia tidak meminta ayahnya berhenti merokok.

"Udahlah, cepetan mana rokoknya. Bapakku nungguin, nih." Zen menyimpan uangnya di meja kasir.

Rena mengambilkan rokok untuk Zen. Setelah itu ia memindahkan uang yang disimpan dimeja ke dalam mesin kasir lalu memberinya kembalian. Nampaknya Rena sudah terbiasa dengan ini.

"Udah sana, cepet pergi." Usir Rena.

"Hah?"

Di depan kasir terdapat monitor yang menampilkan dua pilihan "Apakah anda puas dengan pelayanan kami (Ya - Tidak)" Zen menekan tombol tidak sambil tersenyum.

"Woi! Kalau mau komplen bilang aja langsung ke gua. Kalau lo mencet itu entar gaji gua dipotong." Protes Rena sambil marah marah.

"Salah sendiri. Pertama kamu ngebentak costumer, kedua gak ngasih struk. Harusnya ini gak usah dibayar." Jelas Zen.

Rena terdiam. Ia sedikit berkeringat.

"Udahlah, entar bapakku marah." Zen pergi keluar minimarket lalu langsung tancap gas pulang ke rumah.

ColorfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang