Cerah, lagi lagi cerah seperti biasa. Rena berharap hujan turun meski kemarau sudah menuju pertengahan. Ia bertanya tanya, mengapa hujan turun saat ia sibuk bekerja, namun saat diinginkan tidak datang setetes pun. Nampaknya hujan membenci Rena. Jika ia pergi ke sekolah, bagaimanapun caranya ia harus segera mengembalikan dompet milik Zen yang masih ia pegang. Tapi ia tak ingin pergi, Rena selalu kesulitan saat akan mengembalikannya, ditambah ia merasa tak enak bertemu dengan Silvia. Tapi bila ia tak pergi absennya sudah terlalu banyak.
Rena bangun dari kasurnya. Terlalu lama berpikir bisa membuatnya telat pergi ke sekolah. Pukul 6 pagi. Rena segera bersiap-siap, rambut panjangnya ia ikat agar tidak terurai, buku pelajaran yang hampir tidak pernah dibuka ia masukkan ke dalam tas. Ia lalu mengecek penanak nasi. Kosong, tak ada yang tersisa. Nasi sudah ia habiskan kemarin malam dan lupa memasak lagi. Tak ada pilihan lain. Ia mengambil mie instan dari kardus yang isinya hanya tersisa tiga bungkus lagi. Mie yang telah matang ia bungkus dengan kertas nasi lalu ia masukkan ke dalam tas. Ia kembali mengecek isi tas. Hanya ada satu dompet yang tak lain adalah miliknya meskipun tak berisi, Rena selalu membawa dompet itu.
"Dompet punya dia di simpen di mana yah kemaren?" Rena mengeluarkan isi tasnya satu persatu.
Tidak ada. Ia lalu mencari ke atas meja. Tetap tidak ada.
"Di mana sih, udah hampir setengah tujuh, nih." Rena mengacak-acak kasur yang sudah ia rapikan tadi.
Selimut yang sudah terlipat ia kibaskan. Ternyata dompetnya tersembunyi di sana. Rena mengambil dompet itu lalu ia masukkan ke dalam tas beserta buku-buku yang tadi ia keluarkan. Rena pun pergi ke sekolah.
Karena sekolah cukup dekat, ia tiba dalam sepuluh menit. Seperti biasa, Zen dan Silvia sudah duduk di tempatnya. Saat Rena melewati pintu, Zen menatapnya.
"Rena." Panggil Zen.
Tak tahu apa yang ada di pikiran Zen, Rena pun mendekatinya.
"Tugas matematika mana? Mau dikumpulin sekarang."
"Tugas? Tugas yang mana?"
"Yang kemarin itu, loh."
"Emangnya kemaren ada tugas?"
"Belum yah? Yaudah. Kalau bisa kumpulin sebelum istirahat."
"o-oke" Rena pergi ke bangkunya. Tagihan tugas ia anggap tak pernah ada.
Tas nya ia gantungkan di sandaran kursi. Tudung sweaternya ia kenakan, kedua lengannya menyilang lalu ia simpan kepala yang menunduk di atasnya. Alam mimpi dimulai.
"Rena."
"Renaa."
Pundak kanan Rena ditepuk tepuk lembut. Biasanya saat ia dibangunkan selalu dengan bentakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colorful
RomanceHitam dan putih Hidup ini hanyalah kehampaan Bagaimana cara terbebas dari kehidupan yang suram ini? Apakah dengan melakukan hal yang diinginkan dapat membuat perasaan menjadi lebih baik? Bagaimana cara mengembalikan warna yang telah pudar? Tak ada...