5

7 4 0
                                    


Manusia memiliki kriteria untuk menilai sesuatu. Beberapa hal perlu dipenuhi untuk memenuhi kriteria tersebut. Contoh yang paling mudah untuk dijelaskan adalah sampul buku. Apa saja yang biasa orang beri nilai pada suatu sampul buku? Judul? Atau mungkin desain? Yap, sampul yang bagus bisa memikat selera pembaca untuk membeli buku itu. Namun, semenarik apapun buku itu, kita tidak akan tahu bagaimana isinya hanya dengan sedikit sinopsis di belakang sampul. Kita hanya tahu apa yang akan diceritakan dan tentang apa buku itu. Sampul tidak lain adalah bentuk promosi. Lalu, bagaimana cara agar kita bisa tahu apa yang tertulis didalamnya? Pertama, kau bisa membeli buku itu. Itu merupakan jawaban terakurat untuk mengetahui isi buku. Kedua, kau bisa mencari spoiler atau bocoran dari orang orang yang telah membacanya. Tapi, bagaimana bila buku itu tidak memiliki sampul yang menarik pembeli? Hingga tidak ada orang yang tahu bagaimana isinya melainkan hanya sebatas sinopsis yang membuat calon pembeli beralih ke buku lain. Tidak ada bocoran yang bisa didengar karena tidak ada orang yang pernah membacanya.

Seperti itulah yang orang orang lihat pada Rena. Semua menghindar hanya karena sampul yang ia tunjukkan. Tidak ada orang yang mencoba mencari tahu kisahnya. Mereka sudah menilai bahwa ia tak layak untuk dicari tahu. Buku itu terbengkalai, tidak ada yang mau memungutnya walau tergeletak diatas tanah. Buku itu terbuka namun tak ada yang mau membacanya. Tapi, suatu hari seorang pemuda tak sengaja membaca sedikit buku itu. Ia pun menjadi penasaran dengan apa yang tertulis didalamnya. Buku itu ia ambil, lalu ia sedikit menambal sampulnya yang mulai koyak.

***

Langit terlihat agak mendung pagi ini, bahkan suara dari pepohonan terdengar akibat terpaan angin yang lumayan lebat. Sabtu, salah satu hari libur bagi siswa dengan sekolah bersistem Fullday school. Rena keluar dari rumahnya padahal kemarin ia tak masuk sekolah. Tak ada kabar apapun pada teman sekelasnya, tapi semuanya kompak mengatakan kalau Rena membolos karena itu bukan sesuatu yang aneh lagi. Dengan Sweater yang biasa ia kenakan, tangannya tetap memeluk perut meskipun tudung sweater ia keakan. Hari ini sangat dingin, sweater saja tak cukup untuk menghangatkan tubuh. Ia membawa tas gendong yang berisi buku tulis beserta pulpennya, sebungkus rokok berisi dua batang juga korek gasnya, botol plastik sekali pakai yang diisi ulang, dan dua buah dompet, yang satu miliknya dan satu lagi milik Zen yang masih belum ia kembalikan.

Hari ini Rena berniat pergi bekerja, tapi bukan ke minimarket tempat biasa ia bekerja. Sekarang ia datang ke pabrik roti, ia bertugas mengirimkan roti ke warung warung untuk dijual kembali. Dengan sepeda yang disediakan oleh pabrik, Rena mengayuh sepeda itu keliling kecamatan menuju target warung yang biasa menjual roti buatan mereka. Bila ingin upah tambahan, Rena harus mencari warung baru yang belum menjadi pelanggannya. Pekerjaan itu ia lakukan setiap hari sabtu, di hari minggu ia bekerja di tempat lain lagi. Di tengah pekerjaannya, ada suatu masalah besar yang terjadi, hujan turun. Rena mepercepat kayuhannya, ia berdiri sambil menggenjot pedal mencari tempat berteduh. Akan menjadi masalah bila roti yang ia bawa terkena air hujan, tak ada yang mau membeli roti itu meskipun dalamnya tidak terkena air. Rena tak punya cukup uang untuk mengganti semua roti yang dibawa bersamanya. Tak ada jas hujan atau payung. Yang perlu ia lakukan adalah mencari tempat berteduh sebelum hujan semakin lebat. Ada Halte di depan sana. Rena segera berteduh disana. Pakaiannya masih agak kering, untungnya roti yang ia bawa masih aman. Tak ada orang di Halte itu, hanya ada Rena sendiri bersama sepedahnya. Ia pun duduk sambil menghirup rokok yang baru ia nyalakan.

Beberapa menit berlalu, hujan tak kunjung mereda. Rokok yang ia jepit ditangan hampir mencapai ujungnya. Seseorang berjalan menghampiri Halte dengan payungnya, ia membawa sekeresek belanjaan di tangan kirinya.

"Ngerokok lagi." Celetuk pria itu.

"Hah? Maksud lu apaan?" Sahut Rena merasa tersinggung.

Pria itu pun menutup payungnya.

"Karena gak lagi di sekolah, sekarang biarin aja." Lanjut Zen.

"Lu ngapain disini?" Tanya Rena agak terkejut dengan kejadirannya.

"Cuma mau nungguin angkot."

"Motor lu kemana?"

"Gak usah ditanyain, pastinya mogok." Jawab Zen.

Zen melirik tas besar yang dikaitkan ke tempat boncengan sepeda, di dalamnya terlihat beberapa roti yang belum dikirimkan. Ia mengulurkan tangannya ke arah tas itu tapi Rena segera menepis tangan Zen.

"Mau ngapain lu?" Sorot mata Rena sangat mengancam.

"Beli satu."

"Oh."

Zen mengambil dua buah roti tanpa diketahui Rena.

"Dah makan belum?" Tanya Zen.

Rena tak menjawab, tapi wajah pucat dan lesunya sudah menjawab pertanyaan Zen.

"Jadinya beli dua. Berapaan?"

"Satunya 3000."

Zen merogoh sakunya lalu membayar pas.

"Nih, ambil satu, kamu belum makan, kan?" Tebak Zen sambil memberikan roti itu.

"Gak usah." Tolak Rena mentah mentah.

"Yaudah." Zen pun memakan roti itu sendiri.

Rokok yang dihisap oleh Rena sudah padam, ia pun membuang puntungnya ke tong sampah lalu kembali duduk. Sekarang ia hanya melamun, tak ada yang ia lakukan. Tangan kanannya menopang dagu dan tangan kirinya menekan perut.

Zen sudah memakan roti itu hampir setengahnya, ia kembali melirik Rena.

"Yakin gak mau?" Zen kembali mengulurkan roti di tangannya.

Rena mengambil roti itu. Tak ada kata terimakasih yang keluar dari mulutnya tapi Zen tidak mempermasalahkannya. Rena langsung melahap roti itu.

"Oh iya, Rena, kenapa kemarin kamu gak sekolah?"

Rena menelan roti yang masih ada di mulutnya, "Cuma gak enak badan dikit."

"Sakit? Kenapa gak bilang? Kamu di bolos-in, loh."

"Gitukah?" Balas Rena nampak tak peduli. Ia lanjut memakan roti.

"Kalau ada apa apa padahal tinggal bilang aja di grup chat kelas. Kamu udah masuk ke grup, kan?"

"Tau gak, kamu udah dapet SP2, loh."

"Hmm." Sekali lagi, Rena nampak tak peduli.

"Kalau kamu bolos terus, gak lama lagi kamu bakalan di DO."

"Gua gak bolos."

"Kalau gak bolos makanya bilang."

Rena terdiam.

Hujan semakin deras. Tak ada tanda tanda mereda. Angin hampir membuat hujan itu mendekati tempat duduk halte.

"Oh iya, kalau kamu nemu dompet, tolong kasih tau aku. Di dalemnya ada KTP sama surat surat penting."

Rena baru ingat setelah Zen mengingatkannya. Ia segera membuka tasnya dan mencari dompet milik Zen. Ia pun mengambilnya.

"Angkotnya udah dateng, dadah." Zen pergi meninggalkan Rena sendiri.

Hujan semakin lebat. Sepi, tak ada orang lain di Halte itu. Rena kembali menyimpan dompet Zen di kantongnya. Ia mengambil batang rokok terakhir lalu menyalakannya. Rena menghirup rokok itu sambil menunggu hujan reda.

ColorfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang