Kemarin | 21.48

72 21 0
                                    

死後 5時間。
5 jam sebelum kematian.

。。。

Kekehanku berderai kala pesan Saku-chan datang. Akhirnya, ya. Kesedihanku ternyata cuma pikiran buruk saja.

Dalam pesan Saku-chan berkata bahwa dia sibuk, tetapi akan menyempatkan mampir untuk makan malam bersama. Alhasil, setelah menutup layar dengan wajah sumringah, aku bersih-bersih rumah lalu mandi. Nyaris mengguyur satu botol parfum saking semangatnya.

Duduk di sofa dan menunggu. Menonton TV dan menunggu. Mengiriminya pesan dan menunggu. Sampai dua jam kemudian dia tidak kunjung datang dan bento yang kupesan lewat layanan daring pun mendingin.

Kekhawatiran perlahan menggerayangi punggungku, memantikkan kecemasan, dan menyalakan asumsi buruk.

Spontan kugelengkan kepala cepat, meluruhkan perasaan risau. Tidak. Aku tidak boleh berpikir negatif.

Jadi, baiklah. Mari berpikir bahwa Saku-chan sedang diperjalanan dan bento ini harus tetap hangat saat ia tiba. Maka kuangkat kotak bento ke dapur untuk dipanaskanㅡ

Tunggu.

Atensiku teralih pada setumpuk tipis kertas yang teronggok sepi di meja makan. Penasaran, kertas menggantikan kotak bento di tangan. Membaca dua kata pada lembar pertama yang dicetak dramatis.

SANGAT RAHASIA.

Sugoi[1]. Seperti laporan kasusku saja.

Aku membalik kertas, memindai inti dari isinya. Semakin dalam aku membaca, semakin dalam juga kerut dahiku. Peminjaman tubuh, pengubahan gen, waktu adaptasiㅡ

Apa-apaan ini?

Dengan tak sabar kubuka lembar selanjutnya yang menyuguhi foto dua tubuh manusia yang sama persis. Dari pengalaman bertahun-tahun sebagai polisi, aku tahu dua tubuh serupa ini sudah tewas. Ada banyak luka jahitan di sekujur jenazah. Mengerikan. Jantung semakin menggedor-gedor dada, memompakan pula kecemasan jikalau sosok-sosok ini bukan sepasang anak kembar biasa yang menghembuskan napas terakhir dengan normal.

... Kalau pun ingin berburuk sangka, aku harap pelakunya bukan Saku-chan.

Sebutir peluh menetes di pelipis tepat ketika bunyi ketukan menyapa indera pendengar. Itu mungkin Saku-chan. Adrenalin mengalir deras dalam darahku. Panik, yang kupikirkan adalah menyembunyikan file ini di tempat yang tidak terjangkau.

Tanpa berpikir kuselipkan benda ini di bawah kulkas. Bangkit, menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan menuju pintu. Kucamkankan pada diri sendiri untuk tidak mengatakan apapun yang akan memperburuk suasana hati Saku-chan selagi membuka pintu.

"Saku-chan! Konbanwa," sapaku riang.

Saku-chan menunduk. Ia kembali ke sosok Miyawaki Sakura yang pendiam."Konbanwa, Juyeon-kun. Maaf soal tadi pagi, aku sedang banyak pikiran."

Meskipun datar begitu, seulas senyum sudah menaikan kesenanganku. Aku mengangguk, mengajaknya untuk masuk rumah.

"Aku juga salah, kok," jawabku lembut. Sesampainya di dapur, aku lanjut memasukan bento tadi ke microwave untuk dipanaskan.

"Juyeon-kun memang baik."

Bibirku menarik senyum.

"Mungkin ... kau mau mendengar ceritaku hari ini?" Canggung, Saku-chan menarik kursi, menurunkan tas, dan duduk disana.

"Kenapa?" tanyaku bersemangat.

Namun semangatnya tak ada dalam binar matanya. "Sepertinya penelitianku menemui hambatan," kata Saku-chan.

"Ada apa?"

Saat matanya bersitubruk dengan milikku, sebulir air mata menetes walaupun masih ada seulas senyum. Spontan, kuelus jemarinya. "Ceritakan padaku," pintaku selembut mungkin.

"Kau sudah baca file-ku tadi?"

Anggukanku menutupi sedikit kebohonganㅡaku hanya membacanya sekilasㅡdan bertanya, "Tapi kau bisa jelaskan lagi?"

Saku-chan menghela napas panjang. "Aku butuh tubuh yang baru saja meninggal agar bisa menirunya dengan detil. Awalnya kupikir mayat biasa bisa, tetapi kali ini berbeda."

Saku-chan berhenti sejenak dan menarik tangannya untuk disembunyikan di bawah meja. Kepalanya menunduk.

Aku terhenyak, tercenung, tak bisa berkata-kata.

"J-jadi apakah ..." mata kekasihku berlinang saat menatapku, "aku harus membunuh orang, Juyeon-kun?"

ㅡㅡㅡ

Summer Night Scenario✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang