Hari ini | 00.53

79 17 0
                                    

死亡時間の15分前。
15 menit sebelum kematian.

。。。


Kota Morigasaki setenang bayi yang sedang tidur ketika mencapai tengah malam. Dengkurannya terdengar halus sampai aku nyaris terbuai kantuk. Mobil berkecepatan standar kupacu menembus angin dingin, perlahan tapi pasti melaju ke pinggiran kota.

Lalu, aku teringat lagi tentang Miyawaki Sakura dan kenangan kita.

Dia adalah gadis paling manis yang pernah kutemui dalam hidupku. Sepasang bola mata jernih yang meminjam kelip bintang kala membicarakan tentang impiannya. Senyum kikuk dan canggungnya yang menggemaskan tiap bertemu denganku.

Dari awal pacaran sampai empat tahun kemudian, aku selalu bangga pada percobaannya yang kadang di luar nalar tapi nyata. Sisi yang tidak bisa dimengerti kebanyakan orang. Sisi yang mereka sebut dengan 'kegilaan'.

Maka, ketika tahu dia membuat penelitian lagi, aku harus mendukungnya. Binar di mata itu tidak boleh redup. Tidak boleh sama sekali. Jujur saja, aku memang setengah mati selalu ingin membantunya.

Tapi untuk kali ini, aku harus betul-betul berpikir dua kali.

Khatam sekali pengetahuanku perihal mencium jejak pembunuhan, segala macam cara maupun pola pikir mulai dari spontanitas maupun terencana belasan tahun sudah mampu kupecahkan. Lalu apakah aku harus menggunakan ilmu dan pengalaman untuk balik melawan hukum?

Aku tidak apa-apa kalau mendekam di penjara atau buruknya, hukuman mati. Yang kupikirkan adalah Saku-chan. Dia akan turut terseret sebelum nanti satu per satu mimpinya pupus dan cap gila akan merekat padanya seumur hidup. Aku tidak mau hidup Miyawaki Sakura sengsara.

Di detik-detik yang terus bergulir ini aku masih memikirkan kata-kata yang Saku-chan ucapkan tadi.

Kalau keputusan ini sudah bulat, dia akan menepati janji untuk menemaniku dimana pun aku berada 'kan? Aku menyeringai kecil saat membayangkan hari dimana selamanya aku akan bersama Saku-chan.

Menyisir pinggir kota, aku melajukan pelan mobil ke sebuah pemukiman tenang. Rem diinjak, kunci dicabut, dan dibuang ke tempat sampah terdekat. Ada satu rumah yang akan kubeli sebagai saksi bisu masa depanku dan Saku-chan nanti.

Senyumku pun mengulas tipis.

Setelah melompati pagar, aku ingat sebuah jendela rusak di bagian belakang saat dulu melihat-lihat rumah ini.

Bagus. Jendelanya masih rusak. Meredam segala bunyi dengan bergerak pelan, aku berhasil menyusup masuk ke dalam rumah yang gelap.

Di bagian ruang tamu, aku melepas gulungan kain dan menggenggam pisau dapur tadi. Setelah ini, Saku-chan akan menjadi ilmuan terhebat abad ini seperti perkataanya tadi pagi.

Aku harap aku benar; karena setelah ini aku tidak bisa menyaksikannya.

Lalu, berbekal keinginan terbesar Miyawaki Sakura, dibalut pula oleh ketakutan jikalau membunuh orang lain akan merugikam Saku-chan, maka, aku, Lee Juyeon tanpa ragu menusuk perutku sendiri berkali-kali hingga darah tak cukup lagi mengalir dalam raga.

Membiarkan darah beranaksungai dari perut, terus mengalir ditarik gravitasi, lalu membuat danau darah di lantai berdebu ini.

Dan hal terakhir yang kuingat sebelum kegelapan menculikku ke keabadian adalah senyum kikuk Saku-chan kala kita pertama bertemu di sebuah taman. Selamat tinggal.

ㅡㅡㅡ

Summer Night Scenario✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang