Perang batin

2.1K 321 5
                                    

"GUYS! Kita buka 30 menit lagi, ya!"

Suara teriakan Jiya menggema diseluruh penjuru cafe. Sebagai orang yang paling bertanggung jawab saat tidak ada Arina, gadis itu harus memastikan semua berjalan baik-baik saja sebelum, saat berjalan, maupun sesudah cafe tutup.

"Ca, semua udah siap?" tanya Jiya saat melihat Alesya yang dengan santainya bermain ponsel.

"Siap mbak, biji kopi aman. Gelas-gelas, mesin, dan yang lainnya udah gue bersihin, terus cupnya juga udah gue isi ulang," jawab Alesya.

Jiya mengangguk senang. "Bagus, pertahankan Ca! Kalau gue yang jadi bosnya, gue naikin gaji lo," katanya sambil menepuk pelan bahu Alesya.

"Halah! gue minta traktiran aja, lo mikirnya seribu kali."

"Asem!"

Setelah Arina mengamuk tempo hari, Jiya jadi merasa bersalah pada rekan-rekannya. Seharusnya ia bisa menjadi rekan yang dapat diandalkan dan atasan yang memberi contoh yang baik pada bawahannya. Makanya sebisa mungkin gadis itu mengurangi hal yang berdampak pada pelanggaran 5 rules.

Jiya beralih pada Nagita yang tampak sedang sibuk dengan kertas-kertas yang berada di tangannya.

"Mbak Gigi," sapanya riang.

Nagita menghela nafas, menoleh sesaat pada Jiya dengan ogah-ogahan. "Diem Ji, gue lagi cek stock bahan minuman."

"Hehe, silahkan dilanjut aja mbak Gigi."

Gadis itu berlalu meninggalkan Nagita yang  hari ini gak ada bedanya sama macan betina, kayaknya Nagita lagi PMS, deh. Lalu beralih pada Rossania yang lagi melamun didepan komputer.

"Oci, jangan ngelamun aja. Nanti kesurupan, gue yang repot."

Mendengar itu Rossania menoleh. "Bukan ngelamun, mbak. Aku lagi mikir tau."

"Wih, tumben mikir. Emang mikirin apa sih?"

"Ih mbak! Aku lagi mikirin ikan aku yang mati," jawabnya dengan nada sedih. "Dia masuk surga atau neraka ya? Soalnya dia itu suka ngabisin jatah makan yang lain, takutnya nanti kena azab."

Jiya merotasikan matanya. "Terserah lo, Ci. Kebanyakan nontonin azab di Tv ikan terbang jadinya begini, nih."

"Serius mbak, Oci takut banget dia masuk neraka."

"Iya Ci, ikan lo masuk neraka. Soalnya kagak ada akhlak," kata Jiya lalu berlari menjauh karena jengah dengan sifat polos seorang Rossania.

Gadis itu kini menghampiri Yerina dan Jovita yang sedang membersihkan meja-meja cafe. "Gitu dong! Anak muda harus rajin, jangan mau kalah sama yang udah tua," katanya.

Yerina tersenyum. "Iya, motto gue 'kan menggantikan mbak sebagai manager disini."

"Kampret!" Jiya mengumpat.

"MBAK JIYA! TOLONGIN GUE!"

Jiya buru-buru meluncur ke dapur saat mendengar Jefna berteriak.

"Kenapa Je?" tanya gadis itu.

"Tolong potongin bawang bombay dong, ini gue masih buat saus. Takutnya gak keburu."

Tugas Jiya yang kesekian kalinya adalah membantu para pegawai disini, kalau gak disuruh potongin bawang sama Jefna ya paling bantuin ngelapin gelas-gelas bareng Alisya, atau kadang bantu catat bahan-bahan buat belanja Wendy, terus kalau lagi gabut bantuin Yeri sama Joya bersih-bersih meja. Sesekali bantuin Nagita, itu juga kalau dia yang minta bantuan Jiya, soalnya gadis itu sedikit takut sama sifat maungnya Nagita.

"Deuh, suka banget buat mata gue nangis ya, lo!" keluh Jiya tapi tetap mengerjakan perintah Jefna.

"Maaf Ji, gue bener-bener lupa. Besok-besok gue gaakan minta tolong lagi, deh. Suer!"

Sementara itu, Wendy sedang disibukan dengan memasak sarapan. Kata Arina kalau ada bahan-bahan yang lebih, mereka dipersilahkan untuk memanfaatkan bahan-bahan itu. Entah dijadikan sarapan, makan siang, atau makan malam. Daripada mubazir, kan.

"Jiya, di depan yang nganggur siapa ya? Ini aku mau minta tolong," kata Wendy.

Jiya menoleh. "Ada Joya, Yeri, sama Ceca. Coba aja panggil, mbak," jawabnya.

"Okedeh. Aku samperin mereka dulu."

"Dipanggil aja, mbak. JOYA SINI WOY!" Jiya berteriak.

Joya yang mendengar itu segera menghampiri Jiya di dapur.

"Ada apa, mbak?" tanya Joya.

"Tuh mbak Wendy mau minta tolong," jawab Jiya.

Sumpah ya, Joya rasanya mau marah sama Jiya. Bisa-bisanya dia malah nyuruh Joya bantuin Wendy disaat dia sendiri mati-matian menghindar dari Wendy.

"Joy kamu senggang kan? Aku mau minta tolong ini supnya diaduk terus ya, aku lupa belum buat adonan cheesecake," kata Wendy.

Joya mengangguk lalu segera mengaduk supnya. Antara Wendy yang tidak menyadari atau memang berpura-pura tidak sadar terhadap perilaku Joya yang sedikit lebih berbeda dari biasanya, yang jelas Joya masih belum menerima alias masih sakit hati dengan apa yang dikatakan mas Malik waktu itu. Ya memang sih itu bukan salah Wendy, tapi tetap saja Joya kesal. Kenapa dari sekian banyaknya perempuan di dunia ini, harus Wendy?

"Gausah terlalu dipikiran, mbak. Laki masih banyak kok."

Omongan Alesya barusan seketika membuat lamunan Joya buyar. Gadis itu segera menoleh pada Alesya dan langsung menatapnya tajam. "Ngagetin aja lo!"

"Gak usah banyak ngelamun, nanti kesurupan kita yang repot," kata Alesya lalu kabur menghindari amukan Joya.

"Joya, maafin aku ya kalau memang ada perilaku atau perkataan yang bikin kamu tersinggung."

Joya mematung. Wendy itu peka, gak mungkin dia gak nyadar sama sikap aneh Joya. Dan hal ini yang buat Joya semakin merutuki dirinya, gimana bisa dia marah sama ibu peri kayak Wendy?


 Dan hal ini yang buat Joya semakin merutuki dirinya, gimana bisa dia marah sama ibu peri kayak Wendy?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Puan's | Blackvelvet | ON HOLD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang