Eren menghela nafas panjang melihat kedua detektif yang ada di depannya.
"Temui saya di ruangan setelah saya menyelesaikan operasi ini. Setelah itu, kalian akan tahu alasan saya melarang. Satu lagi, selama menunggu saya tidak ada yang boleh masuk ke dalam ruangan, kecuali keluarga dari korban."
Eren meng-intruksikan sang ibu agar memasuki ruangan. Ia menuntun ibu pasien masuk ke dalam untuk mengecek keadaan putrinya yang masih terbaring di kasur rumah sakit.
Sedangkan Kavin dan Naomi memperhatikan lewat kaca pintu kamar pasien.
"Kurasa ia orang baik."
"Naomi sudah kubilang berkali-kali, jangan pernah menilai orang hanya lewat wajah tampannya."
"Hey! Aku tidak bilang ia tampan!"
"Tapi matamu tidak bisa bohong, Naomi."
Kini muka Naomi sudah merah bagai udang rebus saat Kavin berbicara seperti itu.
...
"15 menit dari arah utara tepat di depan ruang laboratorium." Trigi mengecek segala CCTV agar mengetahui keberadaan klien mereka.
Abrisam menekan tombol kecil di sudut kaca matanya. Merubah modenya menjadi gelap, agar ia bisa melihat monitor kecil di dalam kaca matanya, yang dapat memberitahu wujud klien yang sudah di tunjukan oleh Trigi. Lewat teknologi canggih buatannya.
Ia memasuki sebuah ruangan tempat para dokter menganti pakaiannya dengan Seragam oprasi dan jas putih.
"Hei, cecunguk! Dimana kau?!"
Trigi tidak mendengar suara Abrisam, monitornya pun gelap. Ia mencoba mengecek lewat sebuah kamera CCTV, namun tetap tidak terlihat keberadaan Abrisam.
"Sabar sebentar, aku akan melakukan oprasi 15 menit lagi."
"Hei apa yang kau bicarakan sialan!"
Monitor Trigi menampakan wajah Abrisam dengan pakaian oprasi dan jas dokter, serta masker dan juga sarung tangan.
"Bagaimana? Tampan kan?"
Abrisam kembali mengambil kamera kecil itu dan menaruhnya di kerah baju, ia segera keluar dengan membawa kursi roda.
Beberapa dokter melihat, namun tidak ada satu pun yang curiga dengan gerak gerik abrisam.
"Dokter, mau di bawa kemana kursi roda ini?"
Abrisam terkaget dengan kedatangan satu suster di hadapannya, ia pun merapatkan masker wajah dan kacamatanya.
"Ada keadaan darurat, permisi."
Abrisam segera bergegas menuju tempat klien berada, namun ia menyadari ada beberapa orang yang memakai jam tangan persis seperti jam tangan yang baru saja trigi retas isinya.
"Sialan jumlah mereka banyak, kau hargai berapa misi kali ini?"
"500 jt."
"OKE SIAP LAKSANAKAN!"
Trigi hanya menggelengkan kepala heran, sesekali ia menyantap ramen sambil terus memantau pergerakan Abrisam dan klien mereka.
"Belok kiri lalu kau akan bertemu ruang laboratorium."
Abrisam menemukan ruang laboratorium yang di maksud oleh Trigi, ia segera masuk ke dalamnya. Di sana ada satu orang yang berdiri memunggunginya.
"Hei, pak tua." Abrisam berjalan menghampirinya dan melihat wajahnya untuk memastikan benar dia klien yang di maksud Trigi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rebel [Brightwin]
Mystery / ThrillerBaginya tiada yang cuma-cuma. Ketika semesta berani menaruh percaya, 2 diantara fakta dan Fatamorgana adalah bagian paling sulit untuk di pecahkan. Bukan dengan rumus Fisika atau pun perhitungan Matematika namun dengan segenap jiwa yang kau kumpulka...