Ch. 04: Right & Wrong

258 73 70
                                    

Hoseok dibesarkan dalam keluarga yang selalu berperilaku dan bertutur kata yang lembut. Meski Hoseok selalu bilang kakaknya akan lebih jahat dari segala tokoh antagonis dalam drama jika sedang marah, tapi itu takkan menutupi fakta jika kelembutan hatinya adalah daya tarik utama yang membuat pesohor terkenal seperti Lee Jihoon memutuskan untuk menikah dengannya.

Begitulah yang kulihat selama mengenal dan menikah dengannya. Terkadang, aku berpikir jika pekerjaannya tidak cocok dengan perasaannya yang begitu lembut. Bukan hanya sekali, Hoseok pulang dan minta ditemani minum, didengarkan banyak sekali ceritanya, juga disodorkan beberapa lembar tissue untuk menghapus air matanya.

Biasanya, perempuan yang akan bertingkah seperti itu. Namun dalam cerita kami, Hoseok yang sering melakukannya. Seperti malam ini.

"Limpa anak itu pecah."

Hoseok sudah mengulangi kalimat itu lima kali, seiring habisnya setiap kaleng bir yang ia teguk. Namun aku hanya mendengarkan, tidak berniat sedikit pun protes meski Hoseok terus mengulang bagian cerita yang sama. Karena di situlah letak kepedihan hatinya berasal.

"Jika tidak siap menjadi orang tua, harusnya anak itu tidak perlu dilahirkan. Tidak. Bahkan sedetik pun mereka tidak pernah memikirkan untuk memiliki anak jika akhirnya hanya akan membunuhnya seperti itu."

Titik terberat bagi Hoseok ketika menjalani profesinya sebagai dokter forensik adalah, saat korban yang harus diautopsinya adalah anak-anak. Apa pun sebab kematiannya berat untuknya, tapi yang terberat adalah, saat anak-anak tak berdosa itu harus meregang nyawa di tangan orang tuanya sendiri.

Sebelum pulang, Hoseok harus mengautopsi mayat balita berusia tiga tahun yang menjadi korban penganiayaan oleh kedua orang tuanya. Di punggungnya terdapat luka bakar karena disiram air panas, dan penyebab kematiannya adalah limpa yang pecah karena pukulan yang diberikan oleh orang tuanya.

Ini adalah kasus anak-anak terparah kedua yang ditangani Hoseok selama dirinya menjadi dokter forensik. Tahun lalu, Hoseok harus mengautopsi anak berusia enam tahun yang tewas karena kelebihan kadar gula. Ibu angkatnya sengaja memberikan asupan makanan dan minuman dengan kadar gula tinggi, padahal anak tersebut penderita diabetes.

"Aku juga belum menjadi orang tua yang baik untuk Anna, tapi...."

"Kau orang tua yang sangat baik untuk Anna." Aku menyela. "Kau bahkan memaki serangga yang membuatnya takut."

"Itu memalukan untuk dijadikan patokan aku orang tua yang baik untuk Anna."

Anna seperti ayahnya, takut sekali dengan serangga. Pernah sekali Anna sampai menangis karena ada serangga seukuran kuku ibu jarinya hinggap di punggung tangannya, ketika kami sedang berkemah di taman pinggir Sungai Han musim panas lalu. Hoseok juga takut, jadi aku yang menyentil serangga itu.

Meski takut dan berusaha menghindar, Hoseok terus memaki serangga-serangga itu, di mana salah satunya sudah membuat Anna menangis. Saat itu, aku merasa sedang menghadapi dua anak kecil sekaligus.

"Tapi kau memang orang tua yang sangat baik untuknya. Anna selalu membanggakanmu setiap kali bercerita dengan teman-temannya di sekolah."

Anna tahu ayahnya seorang dokter. Ayah dari temannya juga seorang dokter, tapi Anna dengan bangganya mengatakan bahwa ayahnya berbeda. Bukan menyembuhkan mereka yang sakit, tapi membantu mereka menemukan kedamaian setelah mengalami kesakitan terakhir dalam hidup mereka.

Anna bercerita pada teman-temannya dengan cara persis seperti saat Hoseok bercerita tentang pekerjaannya. Dengan sorot mata berbinar, dengan tangan yang tak bisa diam, dengan gaya angkuh dibuat-buat karena bahunya terus terangkat.

Meski wajah Anna mirip denganku, segala sifatnya dominan menurun dari Hoseok.

"Doyeon, terima kasih karena kau sudah menghadirkan Anna untukku. Terkadang, aku masih sulit percaya jika aku memiliki dan membesarkan putri cantik selama hampir empat tahun ini."

SYMPHONY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang