BAGIAN EMPAT [FIX UP] - Ch. 13: Trigger

227 41 18
                                    

Dipeluk Hoseok cukup lama ketika diantar ke stasiun membuatku jadi lebih enggan untuk melaksanakan pekerjaan ini. Aku tidak ingin berpisah lama darinya, tapi di sinilah aku sekarang. Tiba di Stasiun Gyeongju dan menatap lurus pada mobil yang terparkir di depan stasiun.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku pada lelaki yang duduk di depan kemudi, yang tidak lain adalah Park Jimin.

"Menjemput rekan kerjaku. Junghwan Sunbae terus menghubungi dan memintaku untuk menjemputmu di stasiun. Kalau kau masih menolak, bisa tolong sekalian bilang pada Junghwan Sunbae alasannya?"

Tentu saja, Junghwan. Teman yang satu itu memang selalu berlebihan, padahal aku bisa dengan mudah menemukan taksi yang akan membawaku ke hotel. Namun kali ini rasanya pilihan untuk menekan egoku dan menerima tumpangan Jimin adalah hal yang lebih baik, sebab meladeni rentetan pertanyaan Junghwan tidak akan selesai dalam sepuluh menit.

"Hotelnya tidak jauh dari sini dan kau masih punya cukup waktu untuk membereskan barang-barangmu. Aku akan menunggumu di lobi."

Aku tidak memberikan sahutan apa pun, membuat suasana dikuasai oleh hening hingga kami tiba di hotel. Aku segera check in dan Jimin benar-benar menungguku di lobi dengan sabar, padahal aku baru turun setengah jam kemudian karena bersiapku sengaja dibuat selama mungkin, dengan maksud Jimin akan jengah dan pergi dulu ke kantor.

"Aku tidak tahu harus menunggu di mana jika berangkat lebih dulu, dan kita memang harus masuk kantor bersama." Jimin memberikan penjelasan yang tidak kuminta saat kami kembali ke mobilnya.

"Kau sudah sarapan?" tanya Jimin, lagi-lagi jadi yang berusaha menciptakan konversasi di antara kami.

"Sudah." Aku memang sudah sarapan di kereta tadi. Hoseok menyiapkannya untukku.

"Baguslah. Aku juga sudah saat menunggumu di stasiun tadi. Kita tidak boleh kelaparan karena pekerjaan hari ini akan cukup melelahkan."

Kemudian tidak lama, kami tiba di kantor tujuan. Segera saja kami menghampiri bagian resepsionis, menunjukkan surat tugas dan meminta akses masuk tanpa harus menunggu terlalu lama. Itu adalah tindakan antisipasi sebelum karyawan di sini menyingkirkan barang bukti penting untuk audit kali ini.

Kantor cabang perusahaan ada di lantai lima sampai tujuh gedung yang memang disewakan untuk perkantoran ini. Divisi keuangan ada di lantai enam, dan semua karyawan yang ada di sana terlihat kalang kabut begitu kami datang.

Sebelumnya, Direktur Ji sudah membagi tugas berbeda antara aku dan Jimin. Jadi begitu tiba, kami langsung melaksanakan tugas masing-masing. Aku diberi kuasa untuk meminta semua dokumen yang diperlukan, sedangkan Jimin melakukan tugas lain termasuk menghadapi atasan di sana yang berusaha menghalangi pekerjaan kami.

"Kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya kalau kalian datang?"

Aku melirik dan Jimin tengah mengernyit.

"Sejak kapan ada pemberitahuan untuk inspeksi mendadak? Tolong kerja samanya saja, agar pekerjaan kami segera selesai dan tidak terlalu lama mengganggu pekerjaan kalian. Aku tahu bagaimana sibuknya kalian."

Lantas Jimin menanyakan siapa karyawan yang bertugas untuk merekap bukti transaksi apa pun, dan ia dibawa ke meja paling ujung, yang ditempati oleh karyawan perempuan berwajah suram. Aku tidak sedang menyerang fisiknya karena kalau dilihat-lihat, karyawan itu cantik, tapi rautnya memang tampak suram.

"Tolong siapkan semua bukti transaksi untuk dua bulan terakhir, dan ini," Jimin menaruh sebuah flashdisc di meja, "pindahkan semua invoice yang dikirimkan melalui surel di sini."

Karyawan berwajah suram itu tampak gugup, terlebih Jimin juga diikuti oleh atasan yang tidak lain adalah Direktur Keuangan di kantor cabang ini. Walau hanya dengan lirikan, aku dapat melihat gelagat mencurigakan dari orang itu yang seakan ingin mengintimidasi si karyawan berwajah suram agar tidak memberikan bukti-bukti mencurigakan yang akan membahayakan posisi mereka.

SYMPHONY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang