Ch. 12: Hug

193 46 13
                                    

Lama tidak bekerja di perkantoran membuatku lupa bagaimana menolak perintah atasan. Ah, tidak. Aku lupa hal lainnya. Meski bagian itu aku ingat, aku lupa jika sampai kapan pun aku takkan punya keberanian untuk menolak apa pun yang diperintahkan oleh atasan. Tak peduli bagaimana kesalnya aku di belakang nanti.

"Hanya seminggu. Jimin akan membantumu. Kantor cabang di Gyeongju berantakan belakangan ini sejak ganti direktur baru. Aku akan membuatkan surat tugas kalian hari ini dan membicarakannya dengan bagian HRD. Kita harus membereskan masalah ini sebelum Presdir mengetahuinya."

Aku bisa saja bilang pada Direktur Ji, kenapa harus aku? Karyawan lain yang lebih senior—dibanding periodeku sekarang—mungkin bisa melakukan tugas ini lebih baik dariku. Aku harusnya bisa mengatakan itu untuk sekadar membuat Direktur Ji mempertimbangkan kembali keputusannya, tapi yang kulakukan hanya diam, lalu mengiakan seolah aku tak punya pilihan selain menerima.

Sebenarnya aku tidak masalah dengan dinas luar kota. Walaupun Hoseok akan sangat cerewet ketika aku menyiapkan segala keperluanku, tapi ini bukan perkara besar yang perlu kuambil pusing. Masalahnya adalah Jimin. Ketika aku sangat ingin menghindarinya, kenapa aku malah secara khusus ditugaskan ke luar kota bersamanya?

"Kau ditugaskan ke cabang, ya?" Junghwan menyambutku dengan lesu.

"Begitulah. Sudah direncanakan sejak lama, ya?"

Junhwan mengangguk. Lalu ia mengajakku ke ruang pantri departemen kami untuk minum kopi, tapi maksud sebenarnya adalah agar pembicaraan ini hanya diketahui oleh kami.

"Direktur Ji membahas penugasan ini di rapat sekitar seminggu sebelum kau kembali bekerja di sini. Yang lain tahunya akan ada yang ditugaskan ke Busan atau Gwangju, tapi tidak ada yang tahu jika sasaran sebenarnya adalah kantor cabang di Gyeongju. Direktur Ji hanya memberitahuku tadi pagi."

"Seberantakan itu, ya?"

"Kartu kredit perusahaan digunakan untuk membeli alkohol seharga tiga juta won. Itu pun bisa dua kali seminggu. Karyawan bagian keuangan di sana tidak berani melawan karena direktur baru adalah kerabat jauh Presdir. Tapi dari yang kudengar, mereka tidak akur. Jika Presdir dengar, direktur itu mungkin dipecat olehnya."

"Bukankah itu bagus?"

"Sebelum itu terjadi, kita yang akan habis kenapa tidak mengawasi kantor cabang dengan benar."

"Ah... benar juga."

"Dengan siapa kau ke sana?" Junghwan tahu untuk tugas sepenting itu, Direktur Ji tidak akan menugaskan satu orang saja.

"Park Jimin."

"Siapa lagi?"

"Hanya dia. Tugas ini pasti akan sangat melelahkan."

Aku mendesah berat. Junghwan akan mengartikannya sebagai keluhan di awal, atas tugas melelahkan yang hanya akan dilakukan oleh dua orang. Biasanya, audit internal begini akan menugaskan sekitar tiga sampai lima orang, tergantung seberapa luas cakupan yang akan diperiksa.

Namun bukan hanya itu yang kukhawatirkan, melainkan partner yang akan menjalankan tugas ini bersamaku. Aku tidak bisa membayangkan akan berada di situasi di mana hanya Jimin rekan kerja yang kukenal selama seminggu penuh.

Mau tidak mau, aku hanya akan berkomunikasi dengannya. Mau tidak mau, aku hanya bisa mengandalkannya saat menemui kesulitan. Semua rencanaku untuk menjaga jarak dengannya mendadak berantakan karena tugas yang tidak bisa kutolak.

Sekitar jam empat sore, Direktur Ji memanggilku dan Jimin untuk diberikan surat tugas dan pengarahan akhir untuk tugas mereka besok. Ada banyak sekali yang dibahas, dan dengan begitu aku mendapat bayangan akan semelelahkan apa tugasku selama seminggu ke depan.

SYMPHONY [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang