1.2

123 89 48
                                    

“Hay! Aku Emola Kalumata, kamu bisa panggil aku Kak Emo.” Ucapnya sambil menjulurkan tangan.

Dengan cepat aku langsung menjabat tangannya sambil mengatakan namaku. Biar ku ceritakan sedikit tentang Emola. Dia gadis asli Manado berkulit putih dengan rambut pirang sebahu dan memiliki mata yang hitam pekat. Seperti yang sudah ku katakana, dia lebih tua dari ku, tepatnya kami beda 2 tahun. Dia lebih pendek dari ku. Mungkin beda dua jengkal, aku tidak tahu pasti. Dan yang paling penting Emola sangat ramah, dan mudah bergaul dengan orang baru.

Emola menuntunku ke kamarnya. Dia bilang kita akan sekamar. Kamar Emola sangat luas, empat kali lebih luas dari kamar panti ku dulu, bahkan terdapat kamar mandi di dalamnya. " Yura mau kasur yang sebelah mana?" Tawarnya.

“ Yang mana saja.” Jawabku singkat. “Emm… yaudah kamu yang deket jendela aja.” Pilihnya.

Kami menata barangku bersama. Tak butuh waktu lama, Emo dan aku pun selesai. Lalu dia mengajakku menyusuri setiap sudut rumah ini. Dia juga menjelaskan banyak hal padaku dengan cepat. Bahkan dia sudah menyiapkan semua keperluan sekolahku. Aku rasa, aku akan segera akrab dengannya.

***

‘Tit tut tit tut tit tut’ suara alarm berbunyi. Emola akhirnya bangun dari tidurnya. Sepeti jawaban dari teka teki ‘ibu membawa roti, susu dan bla bla bla, mana yang kamu buka terlebih dahulu’. Ya, mata. Diliriknya alarm berbunyi aneh itu sambil mematikannya. Tertera 07.00, lantas ia refleks loncat dari kasurnya. Saat melihat aku tak ada di kasur, dia menjadi lebih heboh lagi. Dengan cepat ia membuka pintu dan berteriak dengan lantang “Ayah, Ibu, Yura menghilang!” Seisi rumah tertawa dibuatnya.

“ Emola, aku disini.” Ucapku menyeringai.

“Kenapa tak membangunkanku?” Tanyanya sedikit kesal sambil melangkah ke meja makan, bergabung dengan yang lain.

“Kau lupa? Aku membangunkanmu. Sepertinya alarm mu tidak bekerja dengan baik, dan juga suaranya aneh, sepertinya kau harus beli yang baru.” Candaku.

“Bukan alarm nya yang tidak bekerja, tapi Emo nya yang terlalu kebo.” Timpal ibu.

Lagi lagi kami terkekeh. Jadi seperti ini? Rasanya punya keluarga. Menyenangkan. “ Terus saja.” Keluh Emo.

Setelah kami selesai menyantap semua makanan yang ada di atas meja. Semua berdiri bersiap melakukan aktifitasnya. “ Tunggu,” Ucap ku.

"Ada apa Yura? Ada yang mau dibicarakan?" Kata Ayah seraya duduk lagi, lalu diikuti oleh ibu dan Emo.

" Sebelumnya Yura minta maaf, ayah dan ibu sudah membelikan ku baju seragam dan buku paket kelas 6, dan pasti sudah mendaftarkan sekolah, tapi saat ini aku kelas 2 SMP." Jelasku. Semua orang terlihat bingung.

"Bagaimana bisa? Umurmu masih 11 tahun! Dan ayah tidak tau soal itu?" Tanya Emo.

"Aku pernah loncat kelas saat kelas 3 SD.Dan ayah hanya berkunjung saat hari minggu, aku juga tidak pernah ceritakan soal ini pada ayah." Jawabku.

Ayah pun memasukkanku ke sekolah yang sama dengan Emola. Ayah bilang aku bisa mulai sekolah besok. Emola sangat senang mendengarnya, aku bisa satu sekolah dengan dia. "Somoga kita sekelas." Katanya. Aku membalasnya dengan anggukan dan senyuman. Ayah pun pergi bekerja, Emo pergi ke sekolah dan ibu pergi keluar entah kemana. Tak banyak yang ku lakukan di rumah. Aku juga tidak bisa pergi keluar sendiri, kota ini masih terlalu asing bagiku.

***

Kicauan burung passer yang saling bersautan membuka awal ku yang baru. Segera ku beranjak dari kasur dan lekas mandi, lalu membangunkan Emo yang masih pulas dengan bantal dan gulingnya. Setelah lima belas menit ku goncangkan kasurnya dengan guncangan yang sangat dahsyat akirnya Emo membuka matanya. Dia pun duduk sebentar untuk mengumpulkan nyawa lalu bergegas mandi. Kami turun bersama, ibu sudah siap di meja makan dengan lauk dan sayur yang menggugah selera.

"Ayah pergi duluan, ada meeting hari ini." Ucap ayah seraya mencium kening ibu. Entah mengapa itu membuatku kehilangan selera makan. Ayah berjalan menuju aku dan Emo yang masih berdiri lalu menjulurkan tangan, Emo meraihnya dan mencium tangan ayah. Aku tak meraih tangan ayah, dan segera bebalik lalu duduk. Ayah hanya tersenyum lalu pergi.

Setelah selesai makan, kami pun keluar rumah, ibu mengantar sampai depan pintu. Di halaman sudah siap seorang supir yang akan mengantarkan kami. Emo naik dan duduk di bangku tengah. Aku pun membuka pintu depan dan duduk di samping supir.

" Yura kamu duduk di samping aku." Ucap Emola. " Iya Non sebaiknya duduk di belakang." Ucap Pak Rusdi sopir Emola. Aku pun segera pindah ke samping Emola. Begini lah kehidupan Emola . Terlahir dari kelurga berada, dan di sayangi oleh orang tuanya. Dia dapetin semua yang gak aku dapetin selama ini.

Akhirnya kami sampai di sekolah. Aku berjalan bersebelahan dengan Emola. Terlihat sekeliling menatap ke arah kami. Sudah ku tebak,  ini pasti karna Emola. Selain di sayangi di rumah ternyata ia juga dikagumi di sekolah.

"Semua orang menatap mu, pasti mereka sedang bertanya tanya, siapa perempuan cantik bertubuh tinggi dan langsing dengan kulit putih dan rambut hitam menggelomabang yang di biarkan terurai sebahu dan berhidung man..." Bisik Emo sambil tertawa.

" Cukup, jangan berlebihan." Potongku. Padahal aku tau Emola lebih cantik daripada aku. Aku tahu Emola sedang merendah untuk meninggi. Kesal.

Jangan lupa pencet ⭐ :)

Never Regret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang