7. Makan Malam

53 35 36
                                    

Aku dan Emo pun pergi ke tempat Pak Rusdi memarkirkan mobil. Lalu masuk ke dalam mobil.

“Jalan Sekarang Pak!” Kata Emo. Pak Rusdi pun langsung mengemudikan mobil itu.

“Uang jajan kamu kurang?” Tanya Emo membuka obrolan.

“Enggak, aku memang sengaja hanya membawa 50% dari uang saku yang ayah berikan dan 50% nya lagi ku tinggal di rumah.” Jelasku.

Tiba tiba saja, mobil terhenti.

“Kok berhenti Pak?” Tanya Emo bingung.

Pak Rusdi pun turun dari mobil dan mengecek mesin nya. Tak lama kemudian Pak Rusdi memberitahu kami bahwa aki mobil yang kami taiki itu tekor. Emola tetap di dalam mobil dan aku turun karena tidak betah berada di dalam mobil. Aku melihat ada angkot yang berlalu lalang di jalan itu. Aku pun memasukkan kepala ku ke dalam mobil lewat kaca yang terbuka lebar di kursi depan.

“Emo naik angkot aja yuu, dari pada lama.” Tawarku.

“Emm... Mendingan kita tunggu aja deh.” Tolak Emola.

Tintin... Tintin...
kelakson motor berbunyi sangat nyaring.

“Yura? Ngapain di sini?” Tian dan motornya menghampiriku.

“Mobilnya mogok.” Jawabku.

“Ohh.. yaudah pulang bareng gue aja!” Tawarnya.

“Boleh?” Tanyaku.

“Ya boleh banget lah Ra.” Tian memberikan helm padaku. Aku membuka pintu belang mobil dan menyuruh Emola keluar. Lalu memberikan helm itu padanya.

“Kok dikasih ke dia sih Ra?” Tian mengerutkan dahinya.

“Aku naik angkot aja deh Yan... kamu anterin Emo sampe rumah yaa!” Ucapku.

Emola langsung naik ke motor Tian. Setelah ku yakinkan Tian, akhirnya dia setuju untuk mengantar Emola pulang.

“Pak Rusdi! Saya boleh minjem uang seratus ribu gak? Nanti di rumah saya ganti.” Tanyaku.

“Boleh Non.”

Pak Rusdi langsung memberikan uangnya padaku tanpa bertanya untuk apa. Lalu mencarikan ku angkot. Tak lama, akhirnya angkot pun lewat. Pak Rusdi pun memberhentikannya untukku.

“ Ke Perumahan Citra Land ya mang.” Ucap Pak Rusdi memberi tahu alamat rumah.

***

“Mang ke cafe Swastamita yang ini ya!” Ucapku kepada supir angkot sambil menunjukkan gambar cafe itu.

“Loh tadi suruh ke perumahan.” Tanya mang angkot.

“Gausah mang, ke sini aja.” Kataku sambil menunjuk layar handphone.

“Oke Oce.”

Aku pun turun dari angkot setelah sampai di cafe itu. Kata Astrid cafe Swastamita  lagi nge-hits  banget. Karna penasaran aku pun mengunjunginya. Benar saja, suasana dari cafe itu sangat uwu. Kita bisa menikmati pemandangan pantai dari sini dengan deburan ombak yang bergemuruh dan ayunan pohon kelapa yang terkibas oleh angin.

Tema yang diangkat oleh café ini juga sangat serasi dengan pemandangan yang tersaji saat senja. Sebagian besar dekorasinya berwarna jingga. Ukurannya pun lumayan besar untuk sebuah café. Dan yang paling penting, pelayanannya sangat memuaskan.

Saat aku berada di depan pintu masuk, sudah ada seorang pelayan yang siap membukakan pintu. Sejuknya AC langsung terasa saat memijakkan kaki di tempat itu. Aku memilih duduk di sebelah pojok dekat kaca yang mengarah ke pantai. Café ini tidak lagi menggunakan jendela, melainkan kaca sebagai pengganti tembok. Aku pun berfikir untuk mengajak ayah kemari. Rasanya akan lebih indah jika menikmati senja dengan orang yang kita cinta. Aku pun mengirim pesan pada ayah.

Never Regret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang