Chapter 12

29 5 0
                                    

Khusus di hari Minggu Jovanka mengambil pekerjaan paruh waktu di SHINTA CAFE. Tentunya dengan gaji yang setara gajinya sebagai sekretaris.

Shinta sebenarnya menggaji Jovanka sama dengan karyawan lainnya. Hanya saja Jovanka mendapatkan tambahan dari Nathan, Alan, dan Yoga.
Entah apa yang mendasari ketiga pria itu melakukan hal tersebut. Shinta tak mau ambil pusing. Lagi pula Jovanka memang lebih dulu mengenal mereka dari pada dirinya.

Tak banyak yang Jovanka kerjakan. Gadis itu bahkan bebas masuk jam kerja kapan saja. Yah, seistimewa itulah Jovanka bagi keempat pria itu. Suatu hal yang kadang dapat memicu rasa cemburu secara wajar bagi siapapun perempuan yang baru mencoba lebih dekat dengan keempatnya. Begitupun dengan seorang wanita yang kini berdiri angkuh di depan Jovanka yang tersenyum ramah menyambut kedatangannya ke kafe.

"Selamat datang di SHINTA CAFE!?"

Sebuah keramahan yang sia-sia saat wanita itu justru memicingkan mata. Menilik pada penampilan Jovanka yang tak sebanding, sebelum menjatuhkan netra pada kedua kaki serta tongkat yang menyertai Jovanka berdiri.

Jovanka semakin memperlebar senyuman. Hal yang lumrah dan sudah dapat diterimanya ketika gadis itu bertemu orang baru. Lagi pula kadang mereka juga akan mengabaikannya. Jadi sudahlah.

"Nona, mau pesan apa?"

"Satu Espresso."

Jovanka mencatat dengan sigap. Lalu kembali melihat wanita itu. "Makanannya?"

"Tidak hanya itu saja."

"Baiklah, silakan menunggu."

Jovanka menunggu wanita itu berlalu, namun ekspresinya yang sekaku papan tetap berdiri ditempatnya. Hingga membuat Jovanka kebingungan.

"Ada lagi yang mau Nona pesan?"

"Ya. Aku ingin bicara dengan seseorang yang bernama Jovanka."

"Itu saya sendiri. Apa,-"

"Mari kita bicara kalau begitu."

Hanya itu respon si wanita. Dan berhasil menciptakan kerutan di kening Jovanka. Namun ia tetap beranjak dan menyebutkan pesanan wanita yang tidak dikenalnya itu pada barista disana. Lantas membawa sendiri nampan berisi segelas Espresso ditangannya meski pelayan lain menawarkan untuk mengambil alih.

Jovanka tiba di meja wanita yang mengajaknya bicara. Wanita itu mengendikkan dagu kearah kursi yang Jovanka tangkap sebagai isyarat untuk menyuruhnya duduk. Masih dengan sopan Jovanka pun duduk berseberangan dengan wanita itu.

"Maaf sebelumnya, apa kita pernah bertemu? Saya tidak mengingatnya."

Wanita itu berdecih. Decihan yang seharusnya membawa Jovanka pada sakit hati, tapi sepertinya tidak karena gadis itu masih saja tersenyum. Jovanka memiliki ingatan yang buruk. Ia sering ikut dalam berbagai pertemuan jika memang dibutuhkan oleh para bosnya. Bertemu dengan banyak wajah baru dalam kesehariannya adalah hal wajar untuk pekerjaannya yang sebagai seorang sekretaris. Hal penting yang menyangkut pekerjaan saja Jovanka perlu mencatatnya agar tidak lupa.

"Almira. Tunangan Nathan jika saja pria itu tidak membatalkannya."

Bukannya terkejut, Jovanka malah meringis. Nama Almira terlalu asing untuk diingatnya. Dan mengenai pembatalan pertunangan, ataupun penolakan Nathan terhadap para wanita yang diperkenalkan oleh ayahnya sudah tidak dapat dikategorikan wajar. Sebab pria itu melakukannya sebanyak pria itu berganti celana dalam. Terlalu sering malah.

Jovanka yang tak juga bersuara membuat Almira mulai melempar tatapan sinis. Meski begitu wanita itu tetap anggun, sangat sangat cantik hingga di dalam hati Jovanka berjanji tidak akan lagi melupakan wajahnya.

Bastrad From Germany 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang