Chapter 41

45 12 9
                                    




Karena merasa bersalah, Marissa melarang Jerome untuk pulang. Paling tidak sampai bengkak ditangannya hilang.

Marissa menjamu Jerome saat makan malam tiba. Wanita itu menghidangkan beberapa makanan yang ada di warungnya agar Jerome bisa mencicipinya. Dan penerimaan Marissa tersebut atas kehadiran Jerome di rumahnya, Jerome anggap sebagai bentuk maafnya telah beliau terima.

Makan malam itu juga dihadiri anggota keluarga yang lengkap. Jovanka saja juga ikut serta, dan duduk disebelah pria itu. Suasana hangat itu juga semakin meriah atas kelakuan Mega yang sedari tadi memangku dagu, menatap terpesona pada Jerome yang tampan.

Raga sampai menyenggol kakinya dibawah meja yang tidak Mega indahkan. Sampai Raga kesal sendiri dan mengapit dagunya agar kakaknya tersebut menoleh kepadanya. Adik yang possessive euh?

"Lo kerasukan? Mau gue colok tuh mata?"

Mega terkekeh, ia mengecup pipi adik kesayangannya itu gemas untuk membungkam mulutnya agar berhenti mengomel. Setelahnya Mega kembali memusatkan netra pada Jerome yang makan dengan tenang. Dia sangat sexy. Bahkan caranya minum dengan jakun yang naik turun tampak menggiurkan di mata Mega.

Tapi jangan salah paham. Mega hanya terpesona saja dan tidak punya niatan lebih. Ia tahu siapa Jerome dan hubungannya dengan Jovanka.

"Abang udah punya pacar?" Tanya Mega kemudian setelah puas memandangi Jerome.

Jerome menoleh padanya disertai senyuman, tapi yang menjawab pertanyaannya justru Raga. "Udah punya bini."

"Seriusan?" Raga mengangguk acuh, dan desah kecewa Mega kemudian terdengar. "Yah, sayang banget. Padahal aku mau jodohin Abang sama Kak Vanka." Cengir gadis itu polos.

Sedang Jovanka justru langsung tersedak mendengar ucapannya barusan. Jerome bahkan yang memberikan gadis itu minuman.

"Mega." Wira menegur kelakuan anak gadisnya. Raga disebelahnya menyuapi gadis itu dengan potongan tomat agar berhenti bicara macam-macam.

"Iya, Papa. Nggak macem-macem kok."

"Kalau begitu diam dan makan." Wira menatap Jerome bersalah. "Anak gadisku sangat cerewet, Nak. Tolong jangan merasa sungkan untuk menegurnya jika Mega kelewatan."

"Jangan khawatir Paman, saya juga memiliki adik perempuan dan seorang Mama yang jika merajuk akan membuat siapa saja kualahan dan juga berisik dalam waktu bersamaan. Tapi justru itu yang saya rindukan saat tidak berada dirumah." Kekeh Jerome mengingat adik dan ibunya. Lalu saat ia teringat pada Lala, kekehan Jerome berubah geli. "Saya juga memiliki ipar yang ajaib."

Wira ikut terkekeh. "Baguslah. Seorang pria hebat memang membutuhkan orang-orang hebat seperti mereka."

"Iya, Paman."

"Sebaiknya Nak Rome menghubungi istri di rumah, takutnya istri Nak Rome cemas karena sejak siang tadi Nak Rome ada disini." Bukan tanpa alasan Wira berkata demikian. Ia baru mengetahui status Jerome sekarang, rasanya tidak baik menahan pria itu lebih lama di rumahnya sementara ia memiliki dua orang anak gadis.

Itu pengusiran secara halus, Jerome amat mengerti. Dengan begitu ia pun menjawab. "Saya tidak memiliki istri yang harus dikabari, Paman. Kalau mantan istri ada di Jerman tinggal bersama keluarganya sejak dua bulan lalu."

Uhuk. Jovanka bisa mati tersedak jika lebih lama lagi berada di meja makan. Terang saja, tak sampai dua menit percakapan di mulai gadis itu sudah dua kali tersedak.
Jovanka meminum airnya sendiri kali ini, Wira hanya melihatnya sebentar sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersembunyi lainnya. Sebagai mantan duda ia mengerti benar niat terselubung Jerome terhadap salah satu putrinya. "Maaf, Nak."

Bastrad From Germany 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang