Katakanlah kita sedang serius mengerjakan tugas, berkonsentrasi menatap layar ponsel atau membaca buku. Tiba-tiba, perasaan aneh yang menyeramkan itu datang, kita menoleh dan mendapatkan seseorang sedang menatap ke arah kita. Entah itu teman ataupun orang asing yang bisa saja mempunyai seribu alasan. Perasaan itu bagaikan indra keenam yang secara naluriah kita miliki sebagai manusia.
Kakiku melangkah cepat menjauh dari koridor ruangan Bahasa Indonesia yang sudah sepi. Punggungku mendapat sensasi menggelitik yang aneh karena mendapati diriku sedang diawasi oleh seseorang. Mahasiswa lainnya masih sibuk dengan dunia mereka masing-masing di sepanjang jalan setapak yang menghubungkan taman dengan area parkiran mobil. Aku mempercepat langkah dan bersembunyi di balik mobil hitam yang tinggi ini. Area parkiran kampus ini terletak di belakang gedung utama, suasananya sedikit gelap karena berhadapan dengan belasan pohon tinggi yang rindang sehingga sinar matahari sulit menembus.
Dari balik kaca mobil yang hitam ini, aku bisa melihat seorang laki-laki dengan pakaian serba hitam dan memakai topi melihat ke kanan dan kiri, mencari tahu di mana keberadaanku. Jantungku berdegup sangat cepat seiring dengan tarikan napas yang tak beraturan. Telingaku pun berdengung, seolah semua suara di sekelilingku lenyap. Ketakutan menjalar di seluruh tubuhku ketika laki-laki itu berjalan mendekat ke tempat persembunyianku. Ketika aku menyiapkan keberanian untuk berlari, sebuah tangan yang kokoh menarikku dari belakang untuk menjauh dari mobil itu dan membungkam mulutku. Aku tidak berani membuka kedua mataku ketika tubuhku terhimpit di antara dinding yang dingin dan juga tubuh yang hangat ini.
"Sssttt, jangan bergerak," bisiknya dengan tegas tepat di depan wajahku.
Suara itu ....
Aku membuka mulutku untuk memanggil namanya. "Seb-"
"Sssttt … jangan bicara." Hangat napasnya menyapu telingaku.
Hampir tidak ada jarak di antara kami, bahkan ujung hidungnya pun menempel di pipi kananku. Kedua mataku semakin terpejam ketika ia mempererat pelukannya. Aku meremas erat kaus hitam yang Sebastian pakai ketika kakiku terasa lemas. Memori ingatan mimpi-mimpi yang kualami beberapa tahun belakangan ini tiba-tiba mendatangiku. Ini sama seperti mimpi yang pernah kualami, seorang laki-laki berusaha mengejarku.
Apa orang itu akan menangkapku?
Tapi kenapa?
"Nad … Nadeen lo gapapa?" tanya Sebastian sambil menepuk-nepuk pelan pipiku.
Mataku masih terpejam, sekuat tenaga aku menahan air mata agar tidak jatuh. Akan sangat memalukan jika aku menangis di hadapannya.
"Orang itu udah pergi?" tanyaku dengan suara yang bergetar.
"Udah, dia udah pergi. Lo aman sekarang," jawab Sebastian. Suaranya lembut, sangat lembut dan mungkin saja jika aku tidak berdiri tepat di depannya, aku tidak akan mendengar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring Down
Mystery / ThrillerKehilangan seorang memang tidak akan pernah mudah diterima, apalagi jika orang itu pergi dengan cara yang tragis. Selama bertahun-tahun ia berusaha mencari pelaku sekaligus motif di balik tragedi yang terjadi lima belas tahun yang lalu. Tanpa disang...