Menganalisa

14 4 8
                                    

Langit terlihat semakin muram dan embusan dingin angin menerpa ketika aku tiba di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit terlihat semakin muram dan embusan dingin angin menerpa ketika aku tiba di rumah. Dengan terburu-buru aku membuka pintu dan segera masuk. Kunyalakan semua lampu lalu berjalan ke atas menuju kamar untuk membersihkan diri. Jam dinding yang ada di atas tempat tidurku menunjukan pukul enam sore ketika aku keluar dari kamar mandi.

Dengan memakai baju tidur yang hangat, aku membuka laci yang ada di bawah tempat tidurku. Kuambil sebuah map besar dan mengeluarkan beberapa kertas di dalamnya. Di situ terdapat daftar nama orang-orang yang pernah menjadi rekan bisnis ayahku. Nama-nama ini kudapat lima tahun yang lalu setelah aku mendesak Om Roni serta mantan pengacara ayah untuk memberikannya. Sejak saat itu, satu per satu aku mendatangi mereka dan mencoba mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Karena aku sangat yakin jika pelakunya adalah orang yang pernah dekat dengan ayah.

Jari telunjukku menyusuri kertas putih itu, mencari nama yang berawalan dengan Ed. Perusahaan ayah dulunya bergerak di bidang pembuatan sepatu olahraga, sebuah perusahaan yang cukup besar pada masanya. Di mulai dari produksi berskala kecil yang dirintis oleh kakekku, lalu menjadi besar setelah ayah mengambil alih kendali. Hanya itu yang kuingat, aku masih terlalu kecil untuk mengetahui hal-hal layaknya saham dan gelapnya dunia bisnis. Bahkan ada beberapa orang yang dengan arogannya tidak merespon sama sekali.

Tidak ada orang yang memberitahuku secara terperinci mengenai hal itu. Ibu seharusnya tahu, tetapi mana mungkin ia menceritakan itu kepadaku. Ia bukan tipikal orang yang mau berbagi keluh kesah dengan orang lain, bahkan kepada anaknya sendiri.

Jika aku pikir-pikir kembali, mungkin salah satu alasan mengapa ibu menjadi seperti sekarang ini karena ia terlalu menanggung segala seorang diri. Dari luar memang terlihat sangat kuat, tetapi dalam dirinya, ia hancur.

Aku sendiri belum mengetahui siapa Ed itu. Ibu tidak menyebutkan nama lengkapnya. Apakah namanya Edi?

Berulang kali kedua mataku mencari nama itu, tetapi tidak satu pun file yang memuat tentang Ed. Daftar nama ini seharusnya lengkap, karena semua orang yang bekerja di perusahaan ayah ada di berkas ini. Kecuali jika ia dulu tidak bekerja secara langsung di perusahaan ayah. Tunggu ... apa Ed ini seorang investor?

Aku mencari berkas lain yang kusimpan di laci lemari pakaian. Namun, sayangnya berkas yang kucari tidak ada.

Apa masih ada di rumah Om Roni, ya?

Dulu setelah ayah meninggal dan rumah kami dijual untuk menutupi hutang perusahaan, aku dan ibu tinggal di rumah Om Roni. Jadi, semua barang-barang ayah dibawa ke sana. Kami berdua bisa saja tinggal di rumah yang sekarang aku tempati, tetapi Om Roni khawatir jika kemungkinan ada hal buruk yang terjadi. Apalagi rumah ini jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Aku mengambil ponselku dan mengetik pesan untuk Om Roni. Kutanyakan padanya apakah masih ada barang-barang milik ayah yang tertinggal di rumahnya.

Ketukan demi ketukan hujan terdengar seiring dengan jarum jam yang bergerak lebih cepat dari biasanya. Aku bangkit dari lantai dan berjalan menuju jendela kamarku, mengintip tetesan-tetesan air yang mengalir di balik kaca. Di luar terlihat pohon cemara wangi dengan tinggi sekitar tiga meter berdiri dengan kokoh tepat di seberang jendela kamarku. Pohon itu ayah beli ketika aku berumur lima atau enam tahun, ayah mengatakan jika pohon cemara dapat mengurangi stres. Pohon itu juga mengeluarkan aroma segar yang menenangkan jika disentuh.

Bring DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang