Tuduhan

10 2 6
                                    

Aku segera masuk ke dalam mobil dan menyentuh wajahnya yang basah karena keringat dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku segera masuk ke dalam mobil dan menyentuh wajahnya yang basah karena keringat dingin. Tangannya yang pucat mencengkram setiran mobil dengan erat, seolah menahan segala emosi yang menguasai benaknya. Ini membuatku semakin khawatir. Apa yang terjadi dengannya?

"Lo habis berantem?" tanyaku dengan panik seraya mencari tisu di dashboard mobilnya karena aku sendiri tidak membawa. "Luka lo harus dibersihin, kalau enggak bisa infeksi. Tahan bentar, ya ...."

Sebastian hanya terdiam dan menatapku dengan tatapan matanya yang seolah menembus ke dalam diriku. Aku mencoba mengabaikan tatapan itu ketika menyeka wajahnya dan membersihkan darah yang ada di sekitar bibir dan tulang pipinya. Ia sama sekali tidak mengeluarkan suara maupun menunjukan tanda kesakitan saat aku membersihkan lukanya. Tarikan dan embusan napasnya pun terdengar berat, beberapa kali ia membuka dan menutup mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Kita pergi dari sini." Pada akhirnya ia mengatakan itu. Entah apa yang merasuki Sebastian sehingga ketika ia berbicara membuatku merasa takut, suaranya terdengar sangat berbahaya.

"Apa? Tu-tunggu ... kita mau kemana?" Aku sedikit terpelanting ke depan saat Sebastian menyalakan mesin mobil dan langsung menginjak pedal gas. Secepat mungkin aku menarik sabuk pengaman dan memasangnya. Saat aku mempunyai nyali untuk menatap ke arah Sebastian, aku melihat matanya yang penuh dengan amarah ketika memfokuskan pandangannya ke depan.

Perutku bergejolak dan jantungku habis saja berhenti ketika Sebastian menyalip kendaraan lainnya dengan kecepatan yang tidak masuk akal ini. Sebastian mengendarai mobilnya menuju daerah yang tidak familiar bagiku, yang kulihat di sepanjang jalan hanyalah pepohonan besar yang rimbun. Jalanan pun terlihat gelap karena minimnya pencahayaan. Ini sungguh menyeramkan.

"Seb ... apa pun yang bikin lo kayak gini, gue mohon jangan ngebut." Aku menggenggam erat sabuk pengaman hingga membuat tanganku terasa sakit. "Kita bisa berhenti di sini ... lo boleh cerita apa pun yang ganggu pikiran lo, oke. Gue janji bakalan jadi pendengar yang baik," ucapku dengan suara yang bergetar.

Ya, Tuhan ... apa ini akhir hidupku?

Kami berkendara selama kurang lebih sepuluh sampai lima belas menit dari rumah Alison dan itu adalah waktu terlama yang pernah kualami. Saat kami berhasil melewati sebuah tikungan tajam dan juga jalanan menurun yang membuat perutku semakin bergejolak. Tiba-tiba dalam kedipan mata Sebastian menginjak pedal rem yang berhasil membuatku berteriak karena terkejut. Ketika aku mengamati sekeliling, di luar sana sama sekali tidak ada pencahayaan. Gelap. Satu-satunya cahaya hanya berasal dari mobil milik Sebastian ini.

Suara ratusan serangga malam yang terdengar sangat keras membuat suasana semakin menyeramkan. Aku beralih menatap laki-laki di sampingku yang hampir saja merenggut nyawaku ini. Sebastian masih melihat lurus ke depan dengan ekspresi yang sama ... kemarahan jelas membara di kedua matanya.

"Keluar ...," ucapnya dengan suara yang lirih.

"Lo gila? Kita ada di tengah hutan dan lo minta gue buat keluar?" tanya tidak percaya dengan ucapannya yang mengada-ada. "Gue mau pulang!"

Bring DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang