"Kalau begitu, apa kau akan melompat ke sana?" tanyanya yang terus menatapku dengan dalam.
Dari balik bola mata itu, kegelapan tersimpan. Kegelapan yang bisa membuat orang lain tertekan, merasa terintimidasi dan mengatakan segalanya. Memaksa rahasia terdalam untuk diungkap. Menghipnotis siapa pun yang berani memandangnya.
"Ya, aku akan menghentikan mereka!"
Kata-kata itu langsung lepas dari mulutku, sangat bebas. Seperti burung yang selama ini terkurung, terbang dengan sukacita di langit yang bebas. Aku merasa harus bergerak, tidak ini seperti sebuah dorongan. Dorongan yang selama ini aku nantikan.
Dorongan untuk merasakan diri yang mengharapkan kebebasan bertindak dan berpikir. Tidak memikirkan risiko atau masalah selanjutnya. Kebebasan yang selama ini kudambakan.
"Kalau begitu melompatlah ke sana, hentikan pertikaian tidak berarti itu. Hanya kau yang dapat melakukannya. Perlihatkan padaku, panggung seperti apa yang kau inginkan!"
Deru angin terdengar, tepat di bawah kakinya. Terpaan udara terasa begitu kuat. Aku langsung melindungi wajah dengan kedua lenganku, bahkan sangat sulit untuk mempertahankan mata agar terbuka sekarang ini. Semakin lama tekanan tadi semakin kuat.
"Aku, Arséne Lupin. Seseorang yang ditakdirkan untukmu. Menjadi pedang sekaligus perisai, seorang pemain panggung yang hatinya sudah siap menerima mandat. Aku akan mengikutinya, menuruti segala perintahnya, dan akan selalu setia dengan perkataannya. Aku bersumpah, atas nama Wonderland!"
Angin gila tadi berhenti, tetapi kepalaku tiba-tiba terasa begitu sakit seperti sebelumnya. Tidak, ini bahkan lebih sakit lagi. Aku bahkan tidak bisa berdiri, aku hanya bisa berlutut sambil memegangi kepala yang rasanya ingin meledak.
"Aaarrrghhh!"
"Kau sudah siap." Suara itu adalah suara terakhir yang kudengar, sebelum akhirnya semua tempat diselimuti oleh cahaya putih yang sangat menyilaukan. Mataku tertutup rapat, dan hanya menyisakan kegelapan.
"Selamat, kau sudah mendapatkan kekuatan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam drama panggung A.L.i.C.E. Sekarang, apa kau akan turun ke sana?"
Aku membuka mataku. Tempat tadi kembali menyambutku, di mana Kelinci Putih sudah berdiri di sampingku. Rasa sakit yang luar biasa bahkan sudah menghilang lagi seperti tak pernah terjadi.
"Apa ...."
"Melompatlah ke atas panggung, pegang ideologimu. Tunjukkan padaku, panggung seperti apa yang kau inginkan." Kelinci Putih menjulurkan tangannya ke pagar.
Dalam hitungan detik, besi-besi yang menghalangiku dengan panggung runtuh seketika. Jatuh dengan bebas ke bawah lantai sehingga memperdengarkan suara yang cukup keras. Mereka yang di atas panggung akhirnya menyadari hal itu dan menengok ke arah bangku penonton.
Lampu panggung seketika menyorot tubuhku, begitu terang sehingga mereka bisa melihat jelas sosok diriku di sini. Aku mengangkat lengan sedikit untuk menghalau cahaya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
A.L.i.C.E in Battle Stage
FantasyIni adalah dunia, di mana hati manusia bisa ditampilkan menjadi panggung yang mengerikan.