4. Bekal

2.3K 430 43
                                    

Winter buru-buru memasukan barang-barangnya ke dalam tas. Itu semua karena ia tak ingin membuat Karina menunggu lama.

Ia tahu Karina akan menjemputnya namun tak terlintas dipikirannya bahwa pacarnya itu akan datang menjemput se-pagi ini.

Ia mengerutkan dahinya sedikit panik karena Karina sudah berada di bawah sejak 30 menit yang lalu.

Winter pun keluar dari kamarnya dan segera berlari ke bawah dan keluar untuk menemui Karina.

"Pagi." Sapa Winter tergesa-gesa sambil meraih helm yang tergantung pada stang motor Karina.

Sebagai balasan Karina hanya mengangguk.

"Maaf lama." Ucap Winter merasa bersalah.

Karina melembut ketika ia mendengar itu. Ia pun menarik napas saat melihat Winter yang nampak berusaha keras untuk memasang helmnya.

"Sini." Pelan Karina seraya menarik lengan Winter dengan hati-hati.

"Kayak baru pertama kali pakai helm." Lanjutnya.

Karina dengan mudah memakaikan helmnya pada Winter.

"Gampang kan? Semuanya kalau di lakukan dengan tenang pasti bakal jadi lebih mudah buat kita. Lagipula pagi-pagi begini kenapa kamu terburu-buru?"

"Biar kamu gak menunggu lama." Balas Winter seraya naik keatas motor.

Karina pun menggeleng namun memilih untuk tidak menekan topik pembicaraan itu lagi. Ia pun memasang helm kemudian sedikit membenarkan posisi kaca spionnya agar bisa lebih jelas terarah pada Winter.

"Sini tasnya."

Tanpa bertanya Winter pun memberikan ranselnya pada Karina, yang segera dipakai oleh perempuan yang lebih tinggi itu.

Dengan itu Karina pun menyalakan mesin dan mulai menjalankan kendaraan beroda dua itu.

***

Kendaraan itu melaju dengan cukup pelan. Membuat keduanya bisa mengisi perjalanan mereka dengan percakapan tanpa harus membesarkan suara.

"Sudah sarapan dek?"

"Iya sudah. Kamu?"

Sejujurnya Karina belum sarapan namun dia tahu betul jika mengatakan yang sebenarnya, dirinya akan dihadiahi sebuah teguran.

"Sudah."

Bohong.

Namun Winter tersenyum ketika mendengar perkataan Karina itu. Ia merasa lega.

Sebenarnya akhir-akhir ini ia khawatir. Dengan jam kerja Karina yang cukup panjang Karina sering lupa waktu. Ia juga sering terlambat makan.

Maka dari itu mengecek apa Karina sudah makan atau belum sudah menjadi kebiasaannya selama beberapa bulan terakhir ini.

"Aku buatkan kamu bekal."

Mendengar itu Karina menaikan keningnya.
"Ohya?"

Winter mengangguk namun segera terkekeh pelan ketika ia sadar bahwa Karina tidak bisa melihat anggukannya.

"Aku buat banyak."

Dengungan hmm dari Karina menjadi balasannya.

"Kamu gak suka?"

"Eh?"

"Kamu gak suka aku buatkan bekal?"

Sontak Karina langsung menggeleng.

"Aku suka. Terima kasih."

"Nanti dibagi ke teman-teman kamu."

"Siap."

Winter pun mengangguk, puas atas jawaban Karina.
"Nanti jangan terlambat makan."

"Gak akan. Aku malah gak sabar pengen coba masakan kamu."

"Hihi."

"Nanti kalau misalnya teman-temanku gak kebagian, gak apa-apa kan ya?"

"Kenapa emangnya Rin?"

"Sebenarnya agak gak rela juga bagi-bagi."

"Eh tumben pelit."

"Iyalah kan yang bikin bekalnya kamu. Itu spesial."

"Ohya?"

Karina mengangguk dengan antusias.
"Sesuatu yang spesial dari kamu akan selalu aku terima dengan senang hati. Maka dari itu rasanya gak apa-apa kalau hari ini aku jadi pelit dulu."

Sekilas menatap Winter yang pada saat itu sedang menaruh dagunya di pundaknya, Karina pun hanya bisa tersenyum, ia kemudian menancap gas membuat sepasang tangan yang melingkar di perutnya mengeratkan pelukan.

Lover [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang