Cahaya kuning dari lampu-lampu jalan memantul pada jalanan aspal basah yang terguyur hujan beberapa saat yang lalu.
Karina menghembuskan napasnya, dengan kecepatan medium motor Karina pun membelah jalanan. Malam itu suhu ibukota terasa lebih dingin dari biasanya membuat bahunya sedikit bergidik.
"Capek?"
Datang suara itu..
Merambat masuk ke dalam telinganya, memberikan kehangatan yang membuat kedua ujung bibir Karina terangkat keatas--membentuk sebuah senyuman yang dapat menghangatkan udara dingin pada saat itu."Aku sudah pernah bilang..."
"Hm?"
"Capek itu hilang ketika ketemu kamu."Tak ada balasan.
Yang ada hanya kedua tangan yang semakin mengeratkan pelukannya pada perut Karina.Malam itu, Karina mengajak Winter untuk berkencan. Selesai makan malam ia membawa Winter jalan-jalan keliling kota. Salah satu cara mereka menghabiskan waktu berkualitas bersama.
Berkendara.
Berdua.
Seperti saat ini."Aku suka ini." Pelan Winter menatap keatas, angin malam dengan lembut menyapu wajahnya.
Karina mencuri pandang melalui kaca spion motornya. Sedikit terlena namun segera tersadar Karina pun kembali memfokuskan tatapannya ke depan.
"Akhir-akhir ini kamu terlalu sibuk, kita jadi jarang bertemu." Lanjut Winter sembari mengedarkan pandangannya pada gedung-gedung yang berlalu.
"Maaf. Ada begitu banyak hal yang harus aku kerjakan."
"Gak apa-apa lagipula aku gak mengeluh. Hanya rindu."
"Ah pantas saja.."
"Pantas?"
"Bulu mataku banyak yang jatuh."
"Huh?"
Karina mengangkat pundaknya.
"Kalau ada yang rindu pada kita, bulu mata kita bakalan jatuh."Winter mendengus,
"Mana ada.""Ya memang begitu."
"Iya-iya." Ucap Winter mengalah.
Karina terkekeh kemudian menyandarkan kepalanya pada dahi Winter, sejenak menatap keatas untuk memeriksa apakah ada bulir-bulir air yang turun dari atas langit.
Langit memang gelap namun tidak ada tanda-tanda dari hujan, Karina pun menarik napas lega.
Malam masih panjang dan ia masih ingin bersama Winter.
Maka dari itu sebuah ide terlintas dipikirannya.
"Aku mau minta izin."
"Boleh."
"Aku izin bawa kamu sedikit lebih jauh darisini, bisa?"
"Iya."
"Yes!" Karina bersorak penuh kemenangan.
Lengan yang melingkar di perutnya semakin mengerat, menandakan bahwa pacarnya siap dibawa lebih jauh lagi.
Izin pun telah di dapatkan. Karina memainkan gas motornya bermaksud untuk sedikit menggoda Winter. Saat sebuah cubitan kecil mendarat di perutnya, Karina hanya bisa terkekeh.
"Jangan main-main." Tegur Winter dengan suara lembutnya.
"Aku gak pernah main dek, kalo sama kamu aku ingin serius."
Makna ganda dibalik kalimat itu membuat Winter sedikit tersipu.
Winter sadar akan hal itu, bahwa beberapa bulan terakhir ini, pada setiap harinya Karina selalu bersikap manis padanya.
Dan Winter?
Tentu saja ia bahagia."Aku selalu suka kamu.." Mulai Winter.
Winter tak bisa menyembunyikan senyumannya tatkala ia melanjutkan..
"Tapi aku paling suka kamu yang seperti ini."
***
Mesin motor dimatikan, Winter kemudian turun dari kendaraan beroda dua itu. Selepas itu jari-jarinya berkutat di atas strap helm yang nampak begitu sulit untuk dilepaskan.
Karina tersenyum kecil,
"Sini." Pelannya sembari menarik Winter lebih dekat padanya."Untuk seseorang yang bisa melakukan segalanya, kamu payah dalam hal ini."
"Hm?"
Karina tersenyum penuh kemenangan ketika ia berhasil melepaskan helm itu dari kepala pacarnya, dengan mudah.
"Melakukan hal yang sederhana, seperti melepas helm." Goda Karina sembari menyalakan mesin motornya.
Namun Winter tak membalas. Pada hari-hari lainnya mungkin ia akan balik menggoda Karina namun saat ini fokusnya hanya tertuju pada Karina yang akan bersiap-siap beranjak dari tempatnya.
Dan Winter tahu bahwa setelah malam ini ia harus lebih lama menunggu untuk bisa bertemu dengan Karina lagi secara langsung.
Belum pergi tapi sudah rindu.
Jangan salahkan dia.Bucin?
Winter tak peduli."Tunggu.." Tangan Winter meraih tangan pacarnya yang sedang berada di atas stang.
"Ya?"
"Disini dulu."
"Hm.." Karina nampak berpikir.
"5 menit, boleh?"
"Oke."
Winter mengangguk senang ketika Karina setuju.
Sejenak menatap Karina, Winter pun tak bisa menahan perasaannya.
Tangannya terulur, menarik pundak Karina kemudian memeluk gadis yang lebih tinggi itu dengan erat.
Selama beberapa saat mereka diam seperti itu.
Lalu..
"Helm-nya ganggu." Ucap Winter merasa kurang nyaman.Karina tertawa seraya melepaskan helm yang melekat di kepalanya.
Ia kemudian turun dari motornya.
"Kamu mungkin gak tahu.." Mulainya.
Winter memutar bola matanya, ia tahu kemana arah pembicaraan ini.
"Aku bisa memberikan pelukan yang lebih nyaman dari itu. Tanpa ada helm diantara kita." Lanjut Karina.
Winter mendengus.
"Ohya?""Iya." Jawab Karina begitu meyakinkan.
Oh benar.
Sekuat apapun Winter menahan agar senyumannya tidak mengembang, ia tentu tidak bisa.Karena ketika Karina menatapnya seperti itu dengan tangan yang terbuka lebar, mana mungkin ia memasang wajah datar?
"Sini peluk." Pelan Karina.
Karena sambutan terbaik dari ajakan itu adalah Winter yang tak menyia-nyiakan sedetik pun untuk berhambur dipelukan Karina.
"Lebih baik kan?" Pelan Karina sembari mengecup puncak kepala Winter.
Dan Winter?
Tentu ia setuju.Karena satu-satunya jawaban dari pertanyaan itu adalah..
"Ini tempat terbaik."
***
Akhirnya chapter terakhir.
Pendapat kalian tentang ff ini, gimana? Hehe.
Maaf update-nya lama.
Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca ff ini.
See you~

KAMU SEDANG MEMBACA
Lover [Completed]
Fanfiction"Pertanyaannya kayak basa-basi orang lagi PDKT ya." Pelan Winter sedikit menggoda Karina. "Aku memang sedang PDKT." "Huh?" "Pada dirimu ku terpesona."