5. Tidak

2.2K 422 37
                                    

Winter menghela napas. Ia gundah.

Benar saja, sudah tiga hari Karina tidak menghubunginya. Winter menjadi khawatir, ia tentu saja tidak tinggal diam. Beberapa kali ia menelpon Karina namun nihil, ia juga pergi ke rumah kos pacarnya namun kata ibu kos Karina belum pulang.

Sebenarnya dimana sih dia, kok tiba-tiba ngilang?

Batinnya bergejolak.

Ia mengerutkan dahinya ketika telponnya lagi-lagi diarahkan pada pesan suara.

Apasih Rin. Kamu kenapa?

Gelisah.
Winter pun mengusap matanya. Pengen nangis tapi malu karena saat ini ia sedang berada di kantin.

Ia menggelengkan kepalanya, menoleh pada arloji yang melekat di tangannya. Kelas akan dimulai sepuluh menit lagi sebaiknya ia bergegas. Winter bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan menuju gedung B. Pada saat ini sebaiknya ia fokus belajar, ia tidak ingin memikirkan hal-hal yang lain.







***








Winter berjalan menuju gerbang. Hari ini dia sudah gak ada kelas lagi.

Karena capek hati dan capek mikir ia pengen cepat-cepat pulang biar bisa selimutan di kasur empuknya dan mungkin nangis sepuasnya.

Dia kangen sama seseorang. Seseorang yang sama sekali tidak memberikannya kabar. Bukannya Winter menuntut untuk selalu dihubungi, ia hanya ingin tahu Karina ada dimana dan sedang apa.

Kemudian..

Winter kembali ditarik pada realita saat suara klakson motor dan sahutan dari suara seseorang yang sangat ia kenal terdengar.

"Dek?"

Suara itu.
Sudah berapa lama ia tidak mendengarnya?
Huh?
Baru tiga hari?
Tapi kok terasa begitu lama ya?

Ia pun menoleh—mengalihkan seluruh perhatiannya pada seseorang yang beberapa hari terakhir ini menguasai pikirannya.

Karena benar saja, disana ada Karina yang sedang duduk diatas motornya.

Karina tersenyum kecil ketika ia berhasil menarik perhatian Winter. Ia lalu turun dari motor untuk mendekati pacarnya yang belum bergerak seinci pun itu.

"Selamat sore." Ucap Karina dengan senyuman yang begitu lebar.

Senyuman itu terlihat begitu polos, seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Seolah-olah ia tidak membuat Winter khawatir selama beberapa hari belakangan ini.

Dan Winter pikir; ini gak adil.

"Kamu gak bisa begini."

"Hm?" Senyum di wajah Karina seketika sirna.

Winter pun menarik napas.
"Kamu gak bisa tiba-tiba gak ada kabar dan datang lagi seperti gak terjadi apa-apa."

"Aku ke—"

"Aku khawatir. Kamu gak jelas."

Oke.
Winter terlihat kesal.

Karina pun melipat bibirnya ketika ia sadar bahwa saat ini mereka sedang menjadi tontonan.

Ia pun berbalik untuk mengambil motor lalu mendorongnya untuk berhenti tepat di depan Winter.

"Naik."

"Gak."

"Dek, aku jelasin tapi gak disini. Ayo."

"Gak kak." Winter menggeleng dengan cepat.

Winter jarang memanggilnya seperti itu. Nampaknya kali ini Karina benar-benar kelewatan.

"Lantas mau pulang naik apa?" Pelan Karina menatap Winter dengan sendu.

"Apapun yang penting gak sama kamu."

Karina sejenak menatap Winter, menatapnya tepat pada kedua matanya. Tak peduli jika saat ini mereka terlalu banyak menarik perhatian.

Namun Winter tak bergeming. Sepertinya keputusannya telah bulat.

Karina pun menarik napas dan membuangnya secara perlahan. Sembari mengangguk lemah ia memakai helm.
"Kalau gitu aku ikutin dari belakang."

"Gak perlu." Tolak Winter.

Karina sedikit tertohok atas penolakan yang langsung keluar dari bibir pacarnya itu.

Namun ia tidak menyerah begitu saja.

"Untukku perlu." Tegasnya namun tetap menatap Winter dengan lembut, dengan segala perasaan yang ia punya.

Winter membalas tatapan Karina, matanya bersinar—bukan karena ia sedang bahagia melainkan karena hal yang sebaliknya.

Karena tentu saja, saat ini di kepalanya ada begitu banyak pertanyaan dan teka-teki yang benar-benar membuat ia bingung.

Dari mana saja?
Ngilang selama tiga hari.
Tiba-tiba datang pengen jemput dan Karina pikir Winter mau?

Gak habis pikir.

Winter pun mengalihkan pandangannya, menjadi yang pertama dalam memecah kontak mata.
"Kamu mending langsung pulang. Gausah ikutin aku."

"Gak apa-apa kok."

"Udah."

"Win.."

"Kak. Kamu udah bikin aku cukup kecewa, jangan bikin aku nangis disini ya." Nada Winter sedikit bergetar di ujung kalimat.

Oh.
Karina terdiam.

"Aku sedih dan kesal sama kamu."

Ah.
Masuk akal, mengingat kejadian tiga hari belakangan ini bukan hal yang mudah untuk Winter.

Ia pantas marah.

"Biarin aku sendiri dulu nanti kalau udah baikan aku kabari kamu."

Oke.
Karina tidak mau menjadi egois.
Walaupun berat akhirnya ia mengangguk setuju kemudian menyalakan motornya.

Karina tersenyum lemas,
"Duluan."

"Hati-hati." Pelan Winter sembari meremas lengan Karina.

Sebenarnya Karina tidak tega meninggalkan Winter namun saat ini hal terbaik yang bisa ia lakukan adalah menuruti permintaan Winter.

Walaupun berat ia pun menarik diri. Motornya melaju membelah jalanan.

Winter menatap figur yang menjadi semakin jauh dan kecil.

Ah.
Sejujurnya ia rindu.

Namun hari ini, ia memilih untuk tidak mengeluarkan kata-kata itu.

Lover [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang