Happy reading •ω•
***
Sesuai dengan janji yang telah Rania dan Arlin sepekati kemarin, keduanya kini menghabiskan weekend berdua.
Jam baru saja menunjukan jam sembilan pagi dan Arlin dengan sang ibu sudah berada di bawah pohon pinus yang memang banyak di salah satu taman kota, duduk di sana dengan tanah yang dialasi tikar piknik.
Untuk pertama kalinya, setelah tiga tahun Rania menjadi ibu sambung Arlin. Mereka piknik seperti yang dulu menjadi rutinitas Arlin dan ibunya saat akhir pekan di musim panas.
Di tempat yang sama, hanya saja dengan orang yang berbeda namun sama-sama ia sayangi sebagai seorang ibu.
"Itu selai coklatnya jangan sampai berantakan gitu dong. Kamu ini, sini Mami olesin."
Arlin yang tadinya berniat akan menambah rasa coklat di kue keringnya dengan iseng malah jadi berantakan. Dan memberikan kue kering dan toples selainya pada ibunya.
"Gini doang nggak bisa."
Arlin mengecutkan bibirnya mendengar cibiran dari Rania, "Kan kue kecil, susah."
"Dih, manja. Nih," diberikannya kue kering berbentuk bulan sabit yang memang kecil itu pada putrinya. "Kenapa dipakein selai segala sih?"
"Nggak papa, hehe."
Rania tidak menyahutinya lagi, ia kemudian sibuk meletakan empat roti isi sosis dan sayur di atas piring tanpa bantuan Arlin yang sibuk mengemil.
Bukan hanya sibuk mengemil, Arlin juga sibuk melamun. Diperhatikannya lapangan di depannya yang juga banyak orang berlalu di sana.
Diam-diam gadis itu merengut kecil saat menangkap beberapa orang yang sibuk bercanda gurau dengan pasangannya.
Kalau ia lihat lagi, sepertinya beberapa pasangan itu seumuran dengannya atau bahkan lebih muda darinya.
Kunyahan Arlin memelan, kemudian garis wajahnya merengut menyadari kisah cinta yang tak seindah ia bayangkan waktu kecil.
Bagaimana mau indah jika perasaan saja tidak dibalas oleh Daniel? Yang ada dia hanya menyandang status single dan sadgirl secara bersamaan.
Dan yang buruknya lagi adalah, Daniel tidak menyukainya, sama sekali tidak. Tapi, yang waktu Daniel katakan tentang dia yang menyukai tubuhnya.
Arlin tidak percaya, itu hanya bualan Daniel saja. Begitu yang dia simpulkan.
"Bengongin apa hayo?"
"He?!" Sontak Arlin tersentak kecil, kemudian dia kembali menoleh ke samping di mana ibunya sudah menatapnya dengan jenaka.
"Mikirin apa sih? Sini, cerita sama Mami." Rania menggeser tubuhnya supaya lebih dekat dengan Arlin.
Garis wajah Arlin menurun dengan bibirnya yang melengkung turun ke bawah, kembali menatap beberapa orang di sekitar mereka. "Mami waktu SMA pacaran nggak?"
"Hah? Gimana, gimana?"
Arlin berdecak, pasti ibu sambungnya itu pura-pura tidak paham supaya dia mau bercerita lebih. Dan itu tidak akan Arlin lakukan, sampai sekarang ia masih ragu untuk bercerita dengan oranh selain ibunya, walaupun itu Rania yang sekarang adalah ibu sambungnya. Tetap saja, Arlin belum siap.
Jadi, Arlin memilih diam saja. Tidak melanjutnya. Diambilnya roti isi sosis, lalu digigitnya pelan.
Rania tersenyun maklum, sepertinya memang si anak sambungnya itu susah membuka hati, susah terbuka namun mau bertahan dengan orang yang sudah membuatnya nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
HI, BOY! [END]
Teen Fiction⚠YOUNG ADULT⚠ "Daniel!" Jangan harap laki-laki tampan itu akan menyahut, menoleh pun dia malas. Jika tidak ada urusan dengannya jangan coba-coba memanggilnya. Dan lebih baik jangan berurusan dengannya. Karena itu percuma, hanya membuang waktumu d...