Chapter 7

237 18 1
                                    

Happy Reading!

.

.

Senjata itu menancap di sebelah pelayan.

"Lepaskan dia, Bibi!" Sosok kakak yang dikenalnya muncul dengan terengah-engah.

"Apa yang akan kau lakukan kalau aku bilang tidak? Sebenarnya aku sudah muak dengan tingkah bocah ini. Kalian, cepat urus gadis sombong itu. Aku akan mengurus rubah kotor ini dengan tanganku sendiri..." Dengan tatapan licik, dia membawa Kurama ke tempat lain.

Kurama berusaha memberontak, tetapi tubuhnya yang lemah membuatnya tak berdaya.

"Jangan sakiti kakak..." ucapnya lemah, harapan terukir di matanya yang membasah.

"Ho, kalian sudah seperti keluarga, ya." Sambil menyiapkan pisau, ia membawa tali.

Tangan dan kaki Kurama diikat, dan mulutnya disumpal.

"Kau itu rubah yang bisa menghangatkan suhu satu kediaman. Bagaimana kalau bulu di ekormu itu diambil? Hahahaha!"

Kurama berontak dengan kuat, air mata mengalir di pipinya. Sekuat apapun ia memelas, manusia di depannya menatapnya dengan penuh licik.

"Ayolah, nanti akan ku beri makan setelah bulu ekormu itu habis tak bersisa." Ekor Kurama dicengkeramnya dengan kasar.

Trang!

Namun, sebuah senjata menghalaunya. Manusia tadi mundur, terkejut.

"Kurama, kau tak apa?" Kakaknya berlari mendekat, melepas ikatan Kurama dan menyembunyikannya ke belakang.

"Kakak, dia menginginkan ekorku..." Dengan gemetaran, Kurama memeluk tubuh kakaknya.

"Tenang saja, ya. Aku akan melindungimu. Jadi, berlindunglah di belakangku."

Krret.

Kurama mencengkeram ujung kausnya. "Tak usah khawatir. Kamu akan baik-baik saja. Saat aku bilang pergi, kamu harus lari sekuat tenaga. Jangan pernah berbalik."

"Kau cuma anak kecil biasa, jangan sombong di hadapanku!" ucap manusia tadi yang segera melancarkan serangan.

Kurama menatap ketakutan dengan pertarungan di ujung sana. Ia hanya bisa menangis dan merasa selalu jadi pihak yang lemah.

"Pergi kau dari sini! Tak ada yang menerima rubah campuran sepertimu! Kau bukan bagian dari kami! Jadi pergi dari sini dan jangan pernah kembali!" Wanita yang kerap dipanggilnya ibu kini mengusirnya saat di hari ulang tahunnya.

"...Ibu! Jangan tinggalkan saya!! Saya tidak akan nakal. Saya janji akan menuruti perkataan ibu!"

Ibunya tak kembali ke tempat itu. Siang malam, satu hari, satu minggu, bahkan satu bulan, setibanya ia di depan rumah. Rumah itu kosong. Hanya tersisa pohon yang habis terbakar. Kurama jatuh terduduk, menangis, dan segera pergi dari sana.

Apa aku cuma bisa melihat sesuatu akan hancur? Apakah aku yang membuat itu semua hancur? Aku benar-benar tidak berguna sekali.

Aahhkk!

"Kakak!" Kurama berlari, menarik dan memohon agar kakaknya dilepaskan.

"Kau sudah sadar sekarang? Akan ku tunjukkan yang lebih seru dari ini." Tangannya mengambil pisau yang tertancap di sebelahnya.

Kurama berhenti bersuara. Membuat manusia itu menatapnya aneh. "Hey, kenapa tidak memohon lagi? Ah, apa kau tidak memiliki tenaga lagi?"

"...paskan."

Suaranya tidak jelas. "Kau bicara apa, ha? Katakan dengan jelas."

Kurama mendongak menatapnya sambil tersenyum. "Ku bilang lepaskan dia!" Api menjalar di tubuhnya. Ekornya langsung tumbuh tiga.

Manusia itu jatuh tersungkur, terkejut dengan perubahan Kurama. "Kau, apa yang akan kau lakukan?!"

Kurama berjalan perlahan, tatapannya penuh tekad. "Kau ingin menghangatkan diri dengan bulu ekorku ini, kan?" Ekornya mengarah ke sana dengan kobaran api yang menyala.

"Jangan! Jangan mendekat!"

Brushh!

Tubuh itu terbakar seketika dan menjadi abu. Kurama menggendong kakaknya dan keluar. Dengan sekali tiup, api muncul dan membakar sebagian kediaman.

Kurama yang pergi tanpa arah, terkuras energinya, jatuh di depan pintu rumah kosong. Di sinilah ia dilahirkan, tempat terakhir orang yang membuangnya.

.

.

"Kau sudah sadar?"

Sakura terlonjak kaget melihat Kurama yang berada di sampingnya.

"Apa yang terjadi? Tubuhku dikendalikan! Benda aneh itu! Kau yang membawanya!"

Benda itu dirakit Kurama saat ia merindukan kakaknya. Begitu aktif, orang akan dikendalikan oleh benda itu sesuai keinginan pembuatnya. Beberapa kali ia membawa seseorang yang mirip dengan kakaknya. Orang itu akan dibuat semirip mungkin dengan orang yang dicintainya. Dan itu tak berjalan dengan baik beberapa ratus tahun ini.

"Tuan, aku akan selalu bersamamu..." wanita itu memeluknya dengan lembut.

Jleb!

Tapi bukan itu yang diinginkan. Bukan hal itu! Yang dibutuhkan adalah kakaknya!

Sudah banyak korban yang terkubur di belakang sana. Dan sudah beberapa tahun terakhir ia bosan.

"Hey! Bisa singkirkan benda mengerikan itu? Dasar rubah tua yang malang."

Kurama menatap Sakura lama. Ia menghela nafas. "Kau lebih beruntung daripada yang lain."

"Hah? Apa maksudnya?"

Kurama tak menjawab, malah pergi entah ke mana. Pria itu tampak pucat dan pendiam dari biasanya.

"Kau ada masalah, kah? Kau jadi aneh sekali..." Rasanya tampak aneh kalau Kurama diam.

"Apa kau pernah merindukan seseorang?"

"Hmm, aku punya satu keluarga. Tapi dia sedang tidak baik-baik saja. Makanya aku pergi sampai ke sini. Ah, apa kau tahu di mana letak Klan Hyuga?"

Kurama menatap Sakura serius. "Ada urusan apa kau mau ke sana?"

"Kau pernah dengar tidak, tentang sisik duyung?"

Kurama mengangguk. "Kau tahu barang apa itu?"

"Tentu saja tahu! Kalau tidak, kenapa aku sampai nekat dan bertemu bahaya?"

"Memangnya mau kau apakan, kalau kau memilikinya?" Kurama ingin tahu apa alasan di balik gadis manusia yang berani menantang bahaya ini.

Sakura tersenyum sendu. "Ibuku sakit keras, penyakitnya tidak bisa disembuhkan dengan berbagai ramuan ajaib. Waktunya tak lama, tapi... Aku tak bisa menyembuhkannya."

Kurama jadi mengingat kakaknya yang demi menyembuhkannya rela dijadikan boneka oleh musuh dan mati di tangan orang lain. "Aku mengerti, kau mau ku bantu? Apa yang harus ku lakukan untuk membantumu?"

Sakura terperangah. "Kurama, kau tak sedang bercanda, kan?"

"Apa aku terlihat bercanda?" Menaikan bahunya.

"Kita perlu menyusup ke kediaman Hyuga. Lalu..." Sakura membuka rencana dengan matang.

Esoknya, mereka pergi ke kediaman Hyuga dengan menyamar sebagai pelayan. Keamanannya sangat ketat. Untung saja, kepala keluarga mereka sedang dalam pertemuan penting di luar.

Tak disangka, ternyata benda berharga itu mudah ditemukan.

Trang!

"Siapa yang menyuruh kalian? Katakan dengan mulut kalian sebelum itu tertutup selamanya."

Ini salahku! Harusnya saat Kurama bilang cepat, aku harus mengikutinya!

TBC

Slice of Life [Sasusaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang