Happy Reading!
.
.
.
Sakura merasa jantungnya berdegup kencang seiring jarak rumahnya semakin dekat. Sebentar lagi, ibunya akan sembuh dan menemaninya dalam waktu yang lama.
Set set set
Ia berlari dengan cepat, meninggalkan Temari dan Shikamaru di belakang.
"Bocah itu tidak sabar, ya?" Shikamaru mengeluh, merasa lelah setelah semalaman mereka tidak beristirahat demi menempuh perjalanan panjang.
"Kau tidak pernah merasakan meninggalkan orang yang kau sayangi," Temari membalasnya, nada suaranya mengisyaratkan kepahitan.
Shikamaru menggeleng kepalanya, tidak percaya. Dia tentu pernah merasakannya. Matanya menatap perempuan berkuncir empat itu, lalu tersenyum pahit sendiri, mengenang semua kenangan indah yang menyakitkan.
Krak...
Wush...
Sakura terkejut setibanya di rumah. Di depan sana, semua bangunan itu dilahap api yang sangat besar.
"IBU!"
Sakura menerobos berani kobaran api, mengabaikan teriakan Temari dan Shikamaru dari belakang.
"Sial! Kenapa bisa seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi..."
Shikamaru, merasakan sesuatu yang tidak beres, segera berlari kembali ke akademi. Perasaan tak enak menghantuinya. Ia berlari menuju tempat yang tak lain adalah Akademi Bulan.
Darah di mana-mana, bekas pertempuran terjadi dengan tragis. Semuanya terluka dan mengenaskan; beberapa di antara mereka sudah tak bernyawa. Beberapa yang selamat mengalami luka serius.
"Apa yang terjadi..."
Matanya tertuju pada sosok tubuh pria yang tak asing di antara orang-orang yang menjadi korban. Jangan-jangan, itu tidak...
"Guru!" Berlari dan memapah pria besar yang tak berdaya dengan pendarahan serius.
"S... Shikamaru..." Suaranya pelan, membuat Shikamaru menunduk, air mata tak tertahan.
"G... guru!"
Air mata Shikamaru tak tertahan lagi, seolah dam yang selama ini ia bendung pecah, sekalipun dalam hidupnya, ia tak pernah berpikir akan mengalami hal ini.
"Haha... Huh... Selama ini, kau pasti ingin melihat keadaan ku begini saat kita bertanding, kan? Tapi lihatlah sekarang—"
"Apa maksudmu!" Shikamaru meremas baju berlumur darah itu, perasaan bingung dan marah bercampur aduk.
"Shikamaru..." Gurunya membisikkan kalimat untuk terakhir kalinya dan menghembuskan nafas terakhir dalam pangkuan sang murid.
Saat pemakaman, Shikamaru terlihat lebih rasional dibandingkan sebelumnya. Ia dapat mengendalikan emosinya setelah mendengar apa yang gurunya katakan terakhir kali.
Detik itu juga, hujan mengguyur. Ia merasa sangat kehilangan sosok guru yang mengurusnya sejak kecil. Walaupun kata-kata gurunya bisa membuatnya lebih baik, itu tak merubah kenyataan bahwa gurunya telah pergi dari sisinya.
Yang ia butuhkan adalah sandaran. Sebuah sandaran untuk dirinya yang tak bisa berbuat apa-apa, yang tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya dan bagaimana ia bisa terbiasa menerima kenyataan.
Puk!
Ya, sebuah pelukan hangat ini adalah yang ia inginkan. Manusia lemah ini tak bisa menahan rasa putus asa dan kehilangan. Shikamaru menangis.
![](https://img.wattpad.com/cover/251244408-288-k104932.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Slice of Life [Sasusaku]
FanfictionSetelah ratusan tahun terkurung karena kesalahan kelam, sosok yang ditakuti oleh bangsanya akhirnya bebas, mencari alasan di balik penebusan dosanya. Di sisi lain, Sakura berjuang mencari obat untuk ibunya. Namun, pertemuannya dengan Raja Selatan ya...