Bab 2

237 5 0
                                    

"Cinta membawaku pada kebutaan yang selalu kupertanyakan, siapa kamu dan keluargamu yang bahkan menjadi perdebatan pikiranku. Hanya satu yang kupercayakan, bahwa cinta ini tak pernah bertanya siapa kamu."

Keesokan harinya, Zee pergi ke sekolah dengan sangat lesu, apalagi hari ini ia pergi bersama Deev yang sengaja menjemputnya.

"Kenapa Zee?" tanya Deev, karena sedari tadi Zee benar-benar tidak mengeluarkan suara.

"Karena lo," jawab Zee asal. Ia benar-benar muak dengan tingkah Deev. Jika Deev adalah seekor kutu, sudah pasti akan ia pites hingga mati.

"Gue 'kan berniat baik jemput lo, jadi lo gak usah capek-capek bawa sepeda ke sekolah."

"Deev, gue gak suka lo kayak gini, lo seakan mainin gue."

"Sorry, setelah ini lo akan tahu alasan gue lakuin ini sama lo. Nanti malam lo ikut gue ya." Deev ingin Zee tidak salah paham lagi dengan semua ini, ia harus segera meluruskannya sebelum terlambat.

Zee hanya diam, ia tak ingin menjawab perkataan Deev. Andaika  Deev tahu, jika rasa cintanya kini bercampur dengan kebenciannya membuat Zee bingung akan perasaannya sendiri.

Sesampainya di sekolah, Deev membukakan pintu mobilnya untuk Zee, dan membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan berbagai macam pengertian.

"Gue duluan," ucap Zee berlalu dari hadapan Deev. Ia tak ingin jika Deev berjalan berdampingan bersamanya dan itu akan menimbulkan gosip yang tidak-tidak.

"Alana," panggil Zee saat tengah berjalan di koridor. Gadis yang merasa namanya terpanggilpun menoleh, dan menghampiri Zee.

"Eh, lesu banget lo kebiasaan, kagak ada semangat hidupnya," ucap Alana, ia mengacak pelan rambut Zee sehingga sedikit berantakan.

"Ah, apasi lo, berantakan 'kan." Zee merapikan kembali rambutnya dan menatap Alana dengan tatapan tak suka. Alana hanya memberikan tawaan tak jelas.

"Lo bareng sama Deev ya?" tanya Alana memastikan, pasalnya tadi ia melihat Zee turun dari mobil Deev dengan pintu yang sengaja Deev bukakan. Hm, seperti sepasang kekasih.

"Iya, dia jemput gue di rumah, padahal gue sama sekali gak minta itu. Maksud dia apasi, gue masih gak ngerti," jawab Zee.

"Tapi lo suka 'kan sama dia?" tanya Alana lagi. Zee hanya menunduk, ia takut salah menjawab. Jika ia bilang tidak, hatinya mengatakan ya. Tapi, jika dibilang iya, ada sedikit rasa benci pada Deev.

"Gue tahu kok, lo masib bingung 'kan sama perasaan lo sendiri? Gue gak bakal maksa lo buat jawab kok. Hm, gimana kalau nanti kita jalan ke mall? Buat refreshing gitu, otak lo 'kan lagi butek-buteknya."

"Kita lihat nanti aja ya."

Zee dan Alanapun sampai di depan kelas yang tak sengaja berpapasan dengan Ari. Mantan kekasih Zee yang pergi meninggalkannya karena perempuan lain.

"Gimana kabar lo Zee?" tanya Ari. Zee yang ditanyapun hanya memberikan sorotan mata tajam. Ari tahu, luka itu masih ada di hati Zee, tapi apakah gadis itu bisa memaafkannya?

"Gue mau minta maaf sama lo Zee, gue tahu gue salah, tapi gue ngelakuin itu karena terpaksa Zee," jelas Ari.

"Gue gak butuh penjelasan lo. Mau lo terpaksa mau enggak, itu hak lo, dan gue udah gak peduli sama semua itu. Gue mau masuk kelas." Zee berlalu meninggalkan Ari dengan wajah yang sangat bersalahnya itu.

Zee duduk di kursi yang biasa ia tempati, terlihat jelas mukanya yang sedang tak menikmati pagi harinya.

"Zee, kepikiran Ari ya?" tanya Alana yang ikut duduk di samping Zee.

"Enggak, gue udah gak peduli sama dia," jawab Zee dengan ketus.

"Tapi ya Zee, menurut gue dia tulus kok minta maafnya, dan kayaknya dia emang terpaksa waktu ninggalin lo. Dia 'kan ngebet banget sama lo ya kali ninggalin lo nya gampang banget," jelas Alana. Dari awal ia sudah curiga dengan Ari yang tiba-tiba ninggalin Zee demi perempuan lain bernama Bella. Ia tahu Ari bukan orang yang suka mainin perempuan, apalagi ninggalin Zee demi Bella, yang terkenal dengan kelakuannya yang minus.

"Apapun alasannya gue udah gak peduli Alana, gue udah gak suka sama dia." Zee menarik napasnya pelan, kenapa hidupnya bisa serumit ini.

"Yaudah deh, iya." Alana akhirnya pasrah dengan kekeras kepalaan Zee. Mungkin memang sudah tidak ada lagi yang bisa diperbaiki antara Ari dan Zee.

"Eh, tapi kok bisa ya, gue mau-mau aja gitu diajak sama Deev. Ya gue emang nolak, tapi hati gue kayak seneng-seneng aja sama sikap dia yang kayak gitu. Harusnya gue itu sadar kalau dia udah punya tunangan," jelas Zee.

"Emang siapasi tunangannya itu?" tanya Alana. Zee menaikan kedua bahunya menandakan kalau dia tidak tahu.

Tak lama kemudian, Deev tiba di kelas, ia memberikan sebuah tempat makan yang kemungkinan besar isinya memang makanan.

"Buat apa?" tanya Zee bingung.

"Tadi 'kan waktu gue jemput lo, lo belum makan. Itu juga makanan dari nyokap gie buat lo, tadi lo keburu pergi gitu aja," jelas Deev.

"Hubungan nyokap lo sama gue apaan?"

Deev mengendikan kedua bahunya dan berlalu ke kursinya. Zee akhirnya mengambil tempat makan tersebut yang tertempel kertas pesan.

'Dimakan ya makanannya Zee sayang. Semangat belajarnya:)'

"Apa coba maksudnya?"

"Aneh banget ya tuh orang," ucap Alana. Jujur, ia juga ikut bingung dengan Deev dan keluarganya.
Zee membuka tempat makannya yang ternyata berisikan nasi goreng lengkap dengan telur, daging, dan sayuran.

Bersambung ...

DeeZeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang