-01. jangan lupa sarapan

54 1 0
                                    

Jika kata 'seandainya' tak pernah aku pakai, mungkin bukan seperti ini akhirnya. Tapi dibalik kata 'Jika' itu aku sangat bersyukur bisa sampai dititik ini. Walau seperti hal yang mustahil, tapi semesta membuktikannya dengan fakta yang tak bisa aku elakkan.

"Singkatnya saja beberapa kisah ada yang tak bisa diceritakan, cuma bisa dirasakan dengan berbagai perasaan yang tercampur rata."

"Memangnya gitu, ya, Lang?"

"Iya, Ta. Banyak kisah yang sudah kita buat bersama. Memang kamu bisa ceritain semua dari awal hingga saat ini?"

"Ya ... ngga juga sih, Lang."

"Nah kan. Kita cuma bisa menyimpannya disebuah ingatan. Membukanya kalo rindu, kadang ingin menghapusnya karena ingin mengulang lagi, tapi batas waktunya sudah habis."

"Mungkin sebagian orang, tak jarang ada yang seperti itu. Tapi bagiku, Lang, semua itu hanya kisah yang aku sendiripun gak tau apa rasanya. Kadang aku merasa bahagia. Tapi seringnya aku merasa kosong, padahal saat itu aku ingin merasakan tertawa yang sebenar-benarnya"

"Karena kamu gak pernah bener-bener ngerasain yang namanya baik-baik saja, Ta."

Kira-kira seperti itulah percakapan penutup malam antara Langit dan Lita. Sebelum akhirnya mereka meninggalkan taman kota yang semakin indah dengan lampu-lampu taman, yang meninggalkan pemandangan malam yang semakin indah alami.

***

Pagi ini Lita bangun lebih awal. Sesaat Lita melirik jam digital yang Lita simpan diatas meja samping tempat tidurnya. Setelahnya Lita berjalan menuju dapur untuk mengambil sebotol air mineral. Kebiasaan Lita, pagi setelah tidur Lita akan minum air mineral terlebih dahulu, katanya itu adalah kebiasaan sehat.

Tepat setelah Lita menyelesaikan kegiatan pagi nya, deru motor berhenti di depan pekarangan rumahnya. Tak heran dan tak lain itu adalah Langit, Lita dengan segera membukakan gerbang pagar untuk pengendara motor tersebut.

"Selamat pagi, Lita. Semoga hari ini menyenangkan." Katanya sambil tersenyum sembari mengeratkan tas selempang yang dia pakai.

Lita tersenyum menanggapi sapaan dan doanya seorang Langit. "Semoga, ya."

"Gak diajak masuk nih?"

Lita terdiam sejenak kemudian melihat arloji yang ia pakai ditangan kanannya. "Nggak! Udah siang, Lang. Aku harus kerja."

"Yaudah yuk berangkat."

"Padahal tujuan kita beda arah. Kenapa mau banget jemput aku, Lang?" Katanya setelah mengunci pintu rumah nya.

Langit tersenyum, terlihat tulus tapi terkesan seperti bercanda. "Gak ada alasan, Ta. Rasanya kalo aku gak jemput kamu berasa ada yang kurang."

"Gak usah setiap hari, Lang, aku takut nanti bergantung banyak sama kamu." Tolak Lita halus.

"Gapapa, Ta. Aku senang bisa jadi orang yang kamu andalkan."

"Tapi aku gak mau, Lang." Katanya sarkas.

"Kenapa?"

Like a Flowing WindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang