3

380 66 63
                                    

Tatapan itu terputus, meskipun kedua pipi sejoli itu mendadak merah merona, terutama si gadis belanda, Wendy Van de Meer.

"Akan lebih cepat sampai jika begini." Jay berdeham kemudian masih menggendong Gadis mungil itu menggunakan kedua lengannya. Si gadis belanda menundukkan pandangannya, masih tetap memeluk leher Jay dengan erat.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di kandangan Wisnu Saka. Seorang abdi dalem segera mengeluarkan Wisnu Saka dari kandangnya. Kuda gagah itu kini tepat berada di hadapan sang majikan. Jay mengelus sebentar kepala Wisnu Saka.

"Silahkan naik, nona."

Masih dengan pipi yang merona, Wendy menunjukkan keterkejutannya untuk yang kedua kalinya.

"Kita naik ini? dimana kereta kudanya?"

"Wisnu Saka tidak akan suka jika harus menggunakan kereta. Suka tidak suka kamu harus naik Wisnu Saka bersamaku."

Dalam hati, Wendy tidak pernah mempermasalahkan ini, hanya saja ia kebingungan bagaimana ia harus naik ke atas sana dengan kain yang meliliti kakinya? Ia tidak mungkin meminta Raden Jay untuk membantunya jika tidak ingin membuat lelaki itu marah.

Namun, belum selesai berfikir, tubuh ringannya tampak melayang di udara. Jemari panjang namun kokoh itu kini berada di pinggang rampingnya, mengangkatnya hingga ia merasakan bokongnya menyentuh punggung Wisnu Saka. Raden Jay membantunya menaiki kuda hitam setelah melihatnya terdiam beberapa saat tanpa raut wajah marah.

Raden Jay kemudian menaiki Wisnu Saka dan menempatkan posisinya dibelakang Wendy. Pria itu memegang tali kekang Wisnu Saka sehingga mereka terlihat seperti memeluk Wendy dari belakang.

Jay berbisik pelan ditelinga Wendy hingga menimbulkan geli, "Kau bisa memeluk pinggangku agar tidak jatuh, Nona."

"Tidak perlu." ucap Wendy dingin, nyatanya ia hanya menutupi kegugupannya. Ia tidak akan sanggup beradu pandang pada Jay yang walaupun terkesan sedikin dingin dan kasar, nyatanya memperlakukan Wendy sangat lembut.

Wendy berusaha bertahan diatas Wisnu Saka yang sudah mulai berlari meninggalkan kediaman Tumenggung Gardapati. Namun, ketika Wisnu saka terguncang, Wendy kemudian tanpa sadar memeluk pinggang pria itu erat.

Jay tersenyum dalam diamnya, gadis belanda itu kini memeluk pinggang Jay dan menyandarkan kepalanya ketika merasakan guncangan. Terlihat sekali gadis belanda itu ketakutan dan itu membuatnya senang karena berhasil mengerjai perempuan itu. Hal ini membuat mereka menjadi pusat perhatian bagi beberapa orang yang kebetulan melintas.

Jay tidak suka menjadi pusat perhatian, tetapi entah mengapa kali ini dadanya dipenuhi perasaan bangga yang membuncah.

"Kemana kita akan pergi, Jay?" gadis itu membuka suaranya setelah merasa tenang dari keterkejutannya.

"Di ujung kadipaten terdapat sebuah danau yang luas, kamu bisa menggambar pemandangan disana."

Gadis belanda itu mengendurkan pelukannya, membuat Jay sedikit tidak rela. Jay memelankan laju Wisnu Saka, karena mereka telah memasuki kawasan padat penduduk karena mereka melewati sebuah pasar. Para penduduk nampak mengamati kedua sejoli yang sedang melintas di hadapan mereka.

Para bangsawan biasanya tidak melewati pasar, apalagi yang melewati jalan ini adalah seorang putra tumenggung Gardapati, Raden Mas Jayendra yang namanya sudah santer se antero kadipaten sebagai seseorang yang ramah dan sangat membela kaum pribumi. Ia telah dianggap sebagai pahlawan rakyat kecil.

Terlebih lagi, kini putra tumenggung itu tidaklah sendirian, di pelukannya terdapat seorang gadis cantik dengan kulit putih pualam dengan sebuah kemben dan kain yang melilit tubuhnya. Yang membuatnya berbeda adalah, meskipun ia berpakaian ala pribumi, namun wajahnya yang khas Belanda membuatnya berbeda. Gadis itu merupakan gadis yang paling cantik yang pernah mereka lihat. Semua mata memandangi mereka, kagum karena mereka terlihat serasi.

eaJpark x Wendy Red Velvet ; Wendy Van De MeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang