2

423 70 53
                                    

Siang itu, Raden Bian mengunjungi Raden Jayendra di kadipaten. Sebagai kepala pengawas perlengkapan kadipaten, Raden Jayendra Gardapati memang sangat sulit untuk ditemui. Terkadang Raden Jay berada di Toko Kain Jingshèn milik koko Yi-En yang selama ini mendistribusi kain bagi para bangsawan. Terkadang juga Raden Jay berada di perkebunan cengkeh dan kopi guna melihat perkembangan hasil pertanian lahan mereka untuk didistribusikan ke sektor-sektor lain di pulau Jawa.

Tidak lupa, Raden Bian membawa sepuluh buah buku bacaan anak-anak yang disembunyikannya dalam kain berwarna merah muda yang hampir pudar. Tentu saja buku-buku tersebut akan dibawa oleh Raden Jayendra saat nantinya beliau akan mengunjungi "pondok rahasia" mereka.

"Wah wah... Sudah siangpun, Raden Jay tetap bersemangat bekerja," gurau Raden Bian saat melihat Raden Jay masih berkutat pada banyaknya tumpukan dokumen di atas meja.

Raden Jay menatap Raden Bian kesal.

Raden Bian memasuki ruangan Raden Jay yang bersih dan nyaman. Ini karena Raden Jay sangat jarang berada di dalam ruangan. Biasanya ia akan berada di gudang beras, di perkebunan, di toko kain untuk mengambil pesanan ibunya, ataupun berada di Sekolah Pribumi.

"Ada apa kesini?" Raden Jay bertanya tanpa mempersilahkan Raden Bian untuk duduk, karena tanpa dimintapun, Raden Bian sudah melakukannya.

"Seno mengirimku banyak buku. Sepertinya aku tidak bisa datang ke sana. Para bangsawan mulai mencurigaiku karena sering mangkir saat mereka mengadakan pertemuan. Aku rasa kita sudah harus mulai mengurangi intensitas pertemuan."

Jay mengangguk paham. Kedepannya mereka harus lebih hati-hati.

"Ah iya. Kusampaikan salam dari Raden Ayu Swasti." Kata Bian menggoda.

Jay menghela nafas. "Kau mau aku menjawab apa?"

Bian tertawa puas. Jay memang sangat sulit ditaklukan. Ia punya kepribadian yang super ramah dan bertanggung jawab, sehingga banyak bangsawan wanita yang menyukainya. Namun, Jay bukanlah pria yang mudah dirayu wanita karena Jay adalah tipe pria yang pekerja keras. Keinginannya untuk merdeka melebihi keinginannya untuk menjalin cinta.

"Aku hanya bercanda. Kau sebaiknya tidak perlu terlalu serius. Kau juga harus mengerti betapa indahnya jatuh cinta." ujar Bian menerawang.

"Kau pernah merasakannya?" Jay bertanya tanpa menatap Bian. Fokusnya sibuk pada beberapa berkas yang harus ditanda-tangani.

"Tentu saja. Sayangnya, dia benar-benar menyukai orang lain."

Jay menoleh. Bian berdeham kecil.

"Aku pamit. Sampai jumpa lagi, Kangmas." goda Bian jenaka.

Jay memijat keningnya, tadi pagi ibunya berpesan bahwa ia harus pulang tepat waktu pukul 3 sore hari. Ibunya baru saja kedatangan murid baru yang ingin mempelajari cara membatik dan Jay diharuskan mampir untuk membeli persediaan kain yang baru. Nampaknya ia akan menunda pekerjaannya lagi untuk hari ini.

Jay membereskan dokumen-dokumennya, semua sudah ia cicil minggu lalu dan sekarang hanya tinggal memeriksa kembali laporan yang masuk. Kini ia bersiap menuju Toko Kain milik koko Yi-En yang memang sudah menjadi langganan milik keluarga Jay secara turun temurun.

Seorang Abdi dalem membantu mengeluarkan Wisnu Saka dari dalam kandangnya untuk dipergunakan oleh Raden Jay. Jay mengucapkan kata terimakasih yang disambut dengan bungkukkan badan.

Jay memacu kudanya, tidak terlalu cepat sambil menikmati angin sore yang menyejukkan hingga tibalah ia pada toko kain milik koko Yi-En, seorang pedagang dari china yang telah menetap lama selama turun-temurun membuka bisnis pakaian di Hindia-Belanda. Kain-kain miliknya memiliki kualitas terbaik terutama kain sutera nya yang benar-benar di impor langsung dari China dan India.

eaJpark x Wendy Red Velvet ; Wendy Van De MeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang