4

403 66 43
                                    

Wendy, si gadis belanda akhirnya terbiasa dengan sentuhan Raden Jay di pinggangnya ketika pria itu membantunya turun dari Wisnu Sakaㅡsi kuda kesayangan. Ia menggenggam buku gambarnya erat-erat, seolah orang lain akan mencurinya.

"Aku akan segera tahu apa yang ada dalam bukumu, nona Van de Meer." Bisik Raden Jay menggoda di telinga Wendy, kemudian berlalu menyerahkan si kuda cantik itu pada abdi dalem yang bertugas mengurus Wisnu Saka.

Gadis itu merona, kemudian tanpa sadar menolehkan wajahnya menuju sumber suara. Wendy terkejut, jarak bibir mereka hanya tersisa beberapa senti. Jay pun terkejut, ia tidak menyangka gadis itu menolehkan wajahnya.

Keduanya berdeham salah tingkah dan memalingkan wajah satu sama lain. Sementara abdi dalem yang bekerja untuk mereka berpura-pura tidak melihat adegan memalukan tadi.

"Aku akan menuju kediaman utama, kau pergilah ke pendopo, ibuku pasti ada disitu." Jay kemudian berjalan menuju kediaman utama, meninggalkan Wendy sendirian. Ia tidak sanggup lagi berjalan berdampingan dengan gadis itu, bisa saja ia mengecup bibir merah muda mungil namun penuh itu tanpa sadar. Pria itu memukul pipinya pelan, malu sendiri karena berfikiran tidak sopan pada gadis belanda itu.

'apa yang telah kau pikirkan, bodoh' hardik Jay pada dirinya sendiri.

Ia segera berlari menuju ruang utama keluarga dan mendapati sang ayah duduk di ruangan tersebut sambil melipat kedua tangan bersama dengan beberapa orang yang merupakan tangan kanan ayahnya. Jay yakin bahwasanya ayahnya sedang mendiskusikan sesuatu yang Jay tidak tahu apa itu. Jay memutuskan menghampiri.

"Selamat sore, Ayahanda." Jay menyapa dengan sopan.

"Oh Jay, bagaimana pekerjaanmu? Kudengar dari ibumu kau mengantar putri tuan Siwon Van de Meer berkeliling kadipaten." Ayahnya akhirnya mengeluarkan sebuah suara setelah memberi tanda 'mengusir' pada beberapa orang kepercayaannya untuk meninggalkan mereka berdua

Jay duduk dihadapan sang Ayah, Jayaputra Gardapati, entah sejak kapan ia mulai jarang berbicara santai bersama ayahnya. Semakin ia dewasa, pekerjaannya semakin menumpuk. Apalagi kini ia merupakan salah satu pengurus perlengkapan di kadipaten yang merupakan pekerjaan yang menyita waktunya di luar rumah.

"Bukan pekerjaan sulit, ibu bilang hanya sampai dua minggu ke depan. Pekerjaan di kadipaten pun sudah teratasi hanya tinggal beberapa laporan saja."

"Baguslah."

Hening.

Jay merasa agak canggung, entah mengapa ayahnya kali ini lebih banyak diam.

"Apa yang sedang ayahanda pikirkan?"

Sang ayah hanya menatap Jay, ingin mengatakan sesuatu, namun urung niatnya. Ia terlihat ragu.

"Tidak ada apa apa. Apakah ibumu sudah selesai dengan pekerjaannya?"

Jay menggeleng, "Saya rasa belum, Ayah. Gadis belanda itu masih ada di kediaman kita. Saya rasa Ibunda akan mengantar Gadis itu sampai kereta kudanya."

Sang Ayah mengangguk, kemudian menghela nafas. Ia berdiri kemudian pamit begitu saja, meninggalkan tanda tanya besar dalam pikiran Jay. Sikap ayahnya yang berbeda dan nampak tertutup.

Jay menjadi sedikit was-was, takut-takut jika hal ini berhubungan dengan Sekolah Pribumi.

***

Raden Ayu terkejut mendapati murid kesayangannya pulang sendirian dan nampak kesulitan dengan kain barunya. Ia segera menghampiri Wendy, si gadis cantik asal belanda tersebut.

"Kenapa kamu sendirian, nak? Dimana Kangmas Jay-mu?" Wendy tersipu, pipinya merona ketika mendengar Raden Ayu mengatakan Kangmas Jay-mu.

"Kangmas Jay bilang ada urusan di kediaman utama, jadi aku kembali sendirian."

eaJpark x Wendy Red Velvet ; Wendy Van De MeerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang