09

2.4K 403 20
                                    

Kalian benar-benar menghabiskan waktu bersama seperti sepasang teman yang sudah kenal lama. Sampai pada pukul empat tadi, Nyonya Suna pulang, Rikako tanpa basa basi langsung menjelaskan tentangmu--tentu saja kamu tidak memberitahu Rikako tentang apa yang terjadi pada Suna.

Nyonya Suna sangat ramah, tidak sama seperti putranya yang selalu berekspresi netral. Namun sama seperti putrinya--sama sama mengira kalau kamu dan Suna adalah sepasang kekasih.

Kini matahari sudah terbenam, kamu sudah membeli chuupet--Rikako bilang Suna suka chuupet--tidak lupa kamu juga membeli minuman favoritmu.

Kamu sedang berjalan menuju taman skate dan memeriksa handphone-mu. Sebenarnya kamu menunggu sebuah notifikasi berisi gosip yang biasanya menghiasi malammu yang kelam.

Kamu menghela napas. Haah... SUNA KENAPA SIH?! SUSAH DIHUBUNGI TIBA-TIBA BEGINI! AKU KAN KHAWATIR.

Kamu tidak dapat mengontrol wajahmu yang kesal, membuat beberapa orang melirik bingung ke arahmu.

"y/n?" panggil seseorang yang membuatmu mendongakkan kepalamu untuk menatapnya.

"Samu?" kamu memiringkan kepalamu melihat orang yang kini ada di depanmu.

"Bisa bicara sebentar?" tanyanya yang membuatmu gelapan karena mengingat kejadian kemarin pagi.

"Tentu." jawabmu kemudian.

"Kau tahu?" tanyanya sambil menatap matamu lembut. "Ketika Peter harus milih antara Tinkerbell atau Wendy, Tinkerbell bilang pilih Wendy saja... karena kalau memang Peter mencintainya, maka tidak akan ada pilihan seperti itu.

"Tapi, jangan sampai kehilangan Wendy ya." pesan Osamu lalu pergi meninggalkanmu.
"Dah, y/n."

Kamu menatap punggung Osamu yang semakin menjauh.

Pada akhirnya Peter memilih Wendy, namun Peter kehilangan Wendy. Itu cerita kamu tahu.

"Samu! Terima kasih!" teriakmu namun tidak dibalas apapun oleh Osamu.

Pada akhirnya kamu berjalan menuju taman skate sesuai arahan dari Rikako.

Kamu memandang lurus ke depan. Cahaya remang-remang membuat pandanganmu terbatas. Tapi kamu yakin, siluet yang berdiri tidak jauh di depanmu adalah Suna.

Sejak kapan kamu begitu mengenal siluet Suna?

Asap.

Di sisi lain siluet itu ada asap kecil. Dan sang pemilik siluet mengeluarkan asap dari mulutnya.

Asap itu dari batang rokok yang diapit di antara jari telunjuk dan jari tengah. Sang pemilik mengisap ujung batang rokok tersebut, kini ia menengadahkan kepalanya dan mengeluarkan semua asap yang selama beberapa detik tadi ada di dalam mulutnya.

Pemilik siluet itu kini melihat ke arahmu. Mata sipit kuning keabu-abuan itu menatap iris hitammu. Mata itu menggambarkan sedikit keterkejutan namun tidak berlangsung lama.

"y/n?" ucapnya memastikan. Ia mengangkat papan skatenya dan berjalan mendekatimu. Di tangan kanannya benar-benar ada sebatang rokok yang masih menyala, namun ia mematikannya dan membuang batang rokok tersebut.

"Kenapa kau di luar malam-malam begini?" tanyanya saat sudah di hadapanmu dan meletakkan papan skate di sekitar kalian. "Ini jauh dari rumahmu, mau kuantar?" tawarnya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Mau. Tapi nanti." ucapmu cukup tegas.

Suna menghela napas. "Kau mau kemana sekarang?"

"Jangan," kamu menundukkan kepalamu, mengepal tanganmu.

Suna memiringkan kepalanya--menatapmu kebingungan.

"Jangan bersikap seolah semuanya baik-baik saja, bego!" kamu meledak, kamu tidak bisa menyembunyikannya.

Tidak ada jawaban dari seberang.

Hening selama beberapa saat.

Greb!

Ia memelukmu. Suna memelukmu. Suna menenggelamkan wajahnya di pundakmu.

"Aku... tidak baik-baik saja." bisiknya dengan suara yang sedikit bergetar.

Wajahmu memanas, matamu juga ikut memanas. Kamu membalas pelukannya.

"Sudah kubilang jangan memendamnya sendiri!" kamu meremas hoodie yang Suna kenakan. "Bego! Suna bego!" rutukmu sambil memukul punggung Suna.

Kamu menghentikan pukulanmu saat merasakan basah di bahumu.

Hening.

"Terima kasih, y/n." ucapnya setelah hening yang cukup lama.

"Terima kasih atas bahumu yang selalu bisa aku jadikan sandaran saat bersedih." Suna kini meletakkan dagunya pada bahumu.

"Cih." Kamu berdecak kesal untuk menutupi wajahmu yang merona. "Aku pegal." komentarmu agar terhindar dari suasana ini.

"Kau merusak suasana." ucap Suna yang kini sudah melepaskan pelukannya.

Wajah selesai menangisnya terlihat jelas. Ini pertama kalinya, kamu melihat seorang laki-laki menangis di hadapanmu. Itu membuat wajahmu semakin memanas.

"Nih." kau memberikan sapu tanganmu padanya.

"Kau tidak ingin mengelapnya sendiri?" goda Suna.

"Tidak!"

Setelah Suna menerima sapu tanganmu, kamu berbalik meninggalkannya berniat untuk duduk di bangku taman.

Suna bergegas mengambil papan skatenya dan menyusulmu lalu duduk di sampingmu.

"Suna."

"Hm?"

"Jangan pernah lakukan itu lagi."

"Maksudmu menangis di depanmu?"

"Bukan, bego! Jangan pernah menghilang tiba-tiba dan bersikap baik-baik saja di depanku!" kamu menatap mata Suna tajam.

Suna terkejut dibuatnya. "Maaf sudah membuatmu khawatir." ucapnya kemudian sambil menepuk puncak kepalamu dan tersenyum.


**TBC**

Minggu, 24 Januari 2021

A/N:

sambil nunggu 00.00 jd gw up, kebetulan tugas² gw minggu ini udah brs semua yuhuuu.

sepertinya setelah ending gw berniat merombak dan mengganti judul cerita ini.

The Foxes! (Inarizaki X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang