.
Hati ini rasanya remuk redam, sekujur tubuh sakit tak keruan. Ya Tuhan, di mana Engkau yang katanya Maha Penolong itu. Mengapa tak satu pun makhlukmu yang mampu menolongku, melepaskan aku dari ini semua.
Lemas, pagi ini Danjou menghujamku dengan miliknya tanpa henti. Dia benar-benar tak punya perasaan saat menjamah tubuhku. Dia pikir aku ini apa?
Air mata rasanya hampir kering, setiap perbuatan yang dia lakukan tadi. Membuatku tak henti menangis, semakin keras aku menangis, dia justru tidak menghentikan aktivitasnya.
“Akh, teruslah berteriak dan menangis, Sayang. Aku suka,” ucapnya terus menerus saat ia berada di atas tubuhku tadi.
Sakit sekali dada ini. Kenapa Ayah sampai tega menjualku? Apa salahku?
“Pakai kembali pakaianmu, aku antar kamu pulang.” Suara dari depan pintu mengejutkanku.
El? Dia mau mengantarku pulang?
Mataku berbinar mendengarnya, aku akan bebas, aku akan lepas dari siksaan Danjou?Cepat kuusap wajah yang basah ini. Lalu beringsut dari ranjang dengan tubuh tertutup selimut. Kulihat El memerhatikanku, aku menatapnya lalu ia sadar dan menjauh dari hadapanku.
Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu, aku hanya ingin pulang. Aku rindu Ibu, Ibu pasti cemas menungguku tak pulang semalaman.
Selesai mandi, aku tak tahu harus pakai baju apa. Bajuku yang kemarin sudah tak mungkin bisa kupakai, karena kotor. Namun, mau tidak mau akan aku kenakan lagi, karena tak ada pilihan lain.
“Letta, ini baju buat kamu.” Suara El dari balik punggung mengejutkanku.
Aku langsung menutup bagian atas tubuhku yang hanya berbalut handuk. Kulihat El malah nyengir.
“Aku udah biasa lihat tubuh wanita, bugil sekalipun. Pakai ini, kita lanjut sarapan dan kuantar kamu pulang.” El menyerahkan sebuah paper bag yang kuyakini kalau itu berisi pakaian untukku.
“Keluar, El. Aku mau ganti baju,” kataku.
El tertawa kecil, “Oh iya, aku lupa.” Pria itu pun lalu menjauh.
Kubuka paper bag berwarna merah, kuambil isinya. Aku terperangah sejenak, ada pakaian dalam juga? Dari mana El tahu ukuran bra dan celana dalamku? Aku menepis pikiran buruk itu, mungkin saja yang membeli adalah Danjou, karena hanya dia yang tahu ukuran tubuhku.
Ada kaos lengan pendek berwarna putih, juga celana jin. Meski terbilang biasa, tapi aku merasa bahagia karena aku tak pernah bisa membeli celana ini. Kenapa pula aku bahagia? Apa aku sudah merasa seperti mereka? Wanita murahan yang hanya dibayar dan diberikan barang-barang mewah lalu melupakan semuanya?
Tidak! Aku bukan mereka! Aku mengenakan ini karena tak ada pakaian yang bisa kupakai.
.
Aku manatap pria di hadapanku, wajahnya teduh, meski kadang ucapannya datar. Sedikit cuek, tapi ia suka sekali tersenyum. Kulihat ia menyesap kopi perlahan.
Mengapa tiba-tiba jantungku berdebar hebat kala memerhatikannya? El, kamu bahkan lebih memesona dari pada bos kamu itu.
“Sudah makannya?” tanyanya melirikku.
Aku pun menjadi gelagapan, buru-buru kuhabiskan nasi goreng di hadapanku. Malu, karena ketahuan memerhatikannya sejak tadi.
“Eum, El. Aku mau tanya sesuatu,” kataku bergetar.
“Apa?”
“Bos kamu itu beneran bayar aku? Untuk? Maksudku, satu malam saja kan?”
El terbahak, aku tak pernah melihat tawanya meledak seperti ini. Astaga, apa pertanyaanku barusan lucu?
“Apa tadi ada bercak darah?” tanya El menatap erat.
Sial, kenapa dia sampai tanya itu. Aku memalingkan wajah, “Untuk apa kamu tahu.”
“Jawab saja kalau kamu mau pertanyaanmu juga kujawab.”
“Iya, banyak, dan itu sangat menyakitkan,” kataku dengan nada lemah.
Bagaimanapun juga, itu seperti pemerkosaan. Aku tak menikmatinya sama sekali. Meskipun Danjou melakukannya dengan hati-hati, tetap saja aku tak rela keperawananku terenggut dengan pria yang sama sekali tak aku cintai itu.
Tiba-tiba wajah El berubah, ia mengambil rokok dari saku kemejanya. Korek gas yang diarahkan ke ujung rokok membuat api kecil dan asapnya mengebul.
“Pantas Bos keluar kamar dengan hati puas. Kamu dibayar satu bulan untuk melayani Bos Danjou. Jangan kecewakan dia kalau dia meminta haknya.”
“Hak kata kamu, El? Hay, aku bukan istrinya, bagaimana mungkin dia bisa memaksa aku untuk melayaninya lagi.” Aku mulai berontak.
“Letta! Cukup! Kamu itu sudah dijual oleh ayah kamu, dan kamu sudah jadi milik Bos Danjou. Terima atau tidak, kamu harus mau.”
Aku menunduk, ya aku memang sudah dibelinya. Aku sama seperti barang, yang kapan pun sang pemilik ingin menggunakanku, aku harus siap.
.
Akhirnya El benar-benar mengantarkanku pulang. Perasaaanku masih tak keruan, tak terima dengan semua yang sudah dilakukan Ayah padaku.
Orang tua macam apa yang menjual anaknya sendiri. Aku berjalan ke arah pintu, mencoba membukanya perlahan. Tak dikunci, aku masuk dan melangkah menuju kamar Ibu.
“Arletta.” Suara Ibu terdengar serak.
Aku langsung merengkuh tubuhnya yang terbaring di ranjang. Rasanya aku ingin menumpahkan segala perasaan yang berkecamuk di dalam dada ini.
Tangisku pun pecah di pelukan wanita paruh baya yang sudah dua tahun tak berdaya. Kaki Ibu lumpuh karena mengalami kecelakaan kerja saat menjadi buruh pabrik. Tak lama semenjak itu, Ayah kena PHK. Dan hidup kami makin menderita.
“Kamu kenapa, Nak? Itu suami kamu? Maaf, Ibu nggak bisa hadir di pernikahan kalian. Ayah bilang kamu sudah bahagia, Ibu senang mendengarnya.” Ibu menatapku erat.
Apa yang baru saja dikatakannya?
Ayah bilang kalau aku menikah? Dan suamiku adalah? El.
“Bu, dia ....”
“Kemarin dia ke sini, bilang mau nikah sama kamu. Pasti acaranya tadi pagi ya?”
Aku menoleh ke arah El yang berdiri di depan pintu. Ia hanya mengangguk. Aku tak tahu maksud El apa?
“Bu, kalau aku menikah hari ini. Aku pasti nggak akan ada di sini.” Aku kembali menatap El yang wajahnya berubah, ia seperti kesal mendengar ucapanku.
Benar dong, kalau pagi ini aku menikah, aku tidak mungkin di sini. Pasti aku sedang menjamu para tamu undangan.
Ah, sandiwara apa yang sedang dibuat dan direncanakan mereka semua padaku?
...
bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU DIJUAL AYAHKU 500JUTA
RomanceArletta gadis yang baru saja lulus sekolah itu, harus mengalami nasib pahit. Sang ayah menjualnya pada seorang mafia yang lebih tepat dibilang mucikari. Arletta bertemu dengan Erlangga, sang ajudan yang diminta untuk menjaganya. Namun, Erlangga tak...